Kita Butuh Keseimbangan Hidup

0
291 views
Ilustrasi: Emosi marah. (Ist)

SEORANG bijaksana berkata, “Kebenaran akan membebaskan Anda.”

Seorang isteri terpaksa pulang ke rumah orangtuanya lantaran diusir oleh mertuanya. Padahal kesalahan yang ia lakukan termasuk bukan kesalahan besar.

Pasalnya, ia lupa menyiapkan kopi kesukaan mertuanya di pagi hari. Biasanya sang mertua bangun pagi-pagi langsung ngopi. Tetapi suatu pagi dia bangun terlambat, sehingga tidak bisa menyiapkannya.

Sialnya lagi, suaminya tidak dapat berbuat apa-apa. Suaminya tunduk pada keputusan orangtuanya untuk mengusir isterinya pulang ke rumah orangtuanya.

Ia menerima kenyataan pahit itu sebagai sebuah batu ujian baginya. Di rumah orangtuanya, ia merenungkan semua hal yang telah ia lakukan. Baginya, tidak ada salahnya ia tidak menyiapkan kopi kesukaan sang mertua.

Namun ketika ia menghubungi suaminya, selalu saja handphone-nya tidak aktif. Ia menjadi bingung. Ia tidak habis pikir, ada mertua yang sejahat itu. Ada juga suami yang terlalu tunduk pada orangtuanya. Bukankah suami itu telah menjadi miliknya untuk selama hidup?

Hindari dominasi

Manusia zaman sekarang sering mengandalkan perasaan suka atau tidak suka. Apalagi zaman dengan media sosial yang begitu aktif berdaya guna dalam membangun relasi. Banyak orang mudah tersulut perasaannya oleh hasutan media sosial. Orang juga begitu mudah memposting hal-hal yang mudah menyulut perasaan.

Kisah di atas memberi kita pelajaran untuk tidak mudah tersulut oleh hasutan-hasutan. Seharusnya suami itu membela isterinya. Dia tidak perlu mengikuti tindakan orangtuanya yang mudah tersinggung. Cuma gara-gara kopi, ia mesti kehilangan isterinya. Seharusnya ia memperjuangkan kehadiran istrinya di tengah-tengah keluarganya. Isterinya merupakan belahan jiwanya.

Pertanyaannya adalah bisakah kita hidup tanpa mengikuti perasaan kita?

Jawabannya seharusnya bisa. Karena perasaan hanya satu bagian dari beberapa bagian dari hidup kita. Kalau hidup manusia didominasi oleh perasaan, maka manusia terjebak dalam suka atau tidak suka.

Manusia tidak memperjuangkan kebenaran. Yang salah tidak bisa dikatakan salah. Yang benar tidak bisa dikatakan benar.

Karena itu, manusia butuh keseimbangan antara yang rasional dan emosional. Ketika salah satu dari dua hal ini mendominasi hidup, hidup akan terasa pincang. Kebahagiaan hidup cuma sebuah impian yang menghasilkan fatamorgana.

Untuk itu, kita mesti berjuang untuk memiliki keseimbangan hidup. Tetap semangat, sahabat-sahabat. Tuhan memberkati.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here