Mindfulness: Menjalani Keseharian dengan Kesadaran Penuh (3)

0
586 views
Sukacita bersama para peserta mahasiswa STIKes Santo Borromeus. (Sr. Theresina CB)

Mindful eating, eating meditation

Setiap peserta berbekal makan siang dan dengan tenang diajak membuka perbekalan makan siang masing-masing; dengan penuh syukur memandangi makanan sebelum disantap.

Ini dilakukan seraya berdoa bagi semua makhluk yang terlibat dalam proses penanaman, pemupukan, penyiraman dan pertumbuhannya.

Mindful eating dapat dilakukan dengan posisi lesehan ataupun posisi duduk di kursi.

Mindful eating.

Noble silence

‘Berdiam diri’ dalam keheningan, di antara proses kegiatan yang sedang berlangsung, bukan sekedar tidak berbicara dengan orang lain, tetapi juga tidak berbicara dengan diri sendiri.

Inilah ajakan “Romo” Wandi dalam sesi nobel silence.

Dari awal sampai akhir kegiatan harus diupayakan dalam keadaan mindful tidak menimbulkan kebisingan dan keributan.

Nobel silence.

Masa hening yang dalam diamati sejak mulai meditasi duduk sampai setelah makan siang.

Momen ini sangat bermanfaat sebagai sesuatu yang menyembuhkan.

  • Kita membiarkan kesunyian dan ketenangan menembus daging dan tulang kita.
  • Kita membiarkan energi menembus tubuh dan pikiran kita.
  • Peserta diajak kembali ke diri sebagai ‘rumah’ dengan perlahan, menyadari setiap langkah, bernafas dalam-dalam dan menikmati keheningan dan kesegaran.
  • Tanpa berbicara dengan orang yang berjalan di sisi kita, atau yang ada di dekat kita, sebab orang lain juga membutuhkan dukungan kita.
  • Kita dapat tinggal sendirian di luar dengan pohon-pohon dan bintang-bintang selama sekitar sepuluh menit, atau bergerak menggunakan kamar mandi, atau kegiatan berbaring dengan keheningan mendalam, bergerak dengan penuh kesadaran dan diam-diam, meluangkan waktu untuk bernafas.
  • Ketika kita melihat seseorang di sepanjang jalan, kita hanya bersapa dengan telapak tangan dan membungkuk, membiarkannya menikmati saat seperti yang kita lakukan.

Tentu saja, dalam sesi ini tidak semua dapat mengikuti noble silence dengan khusuk/tertib, apalagi sebagai pemula yang mengalami kesulitan untuk mencapai keheningan. 

Total relaxation

Menjelang sore, sebelum acara dharma sharing, seluruh peserta diajak untuk mengambil posisi berbaring yang nyaman (miring atau terlentang), dengan tetap memertahankan keheningan batin, kesadaran nafas masuk, nafas keluar, hingga tubuh benar-benar merasakan rileks, bahkan sampai ada yang tertidur lelap.   

Rileksasi.

Dharma sharing

Seluruh peserta dibagi dalam kelompok, dan masing-masing kelompok didampingi oleh Tim. Peserta diajak untuk menggali perasaan dan pengalaman yang dialami saat tea ceremony maupun selama menjalani proses mindfulness secara terbuka dan berbagi dalam sharing kelompok.

Pada umumnya, peserta merasa diajak untuk semakin menyadari dan menyatu dengan seluruh unsur dalam tubuh secara harmonis yang menumbuhkan energi dalam kesatuan dengan alam dan Sang Pencipta.

Sharing itu penting.

Semakin bersyukur atas segala anugerah dalam diri, sesama dan alam ciptaan.

Disadarkan bahwa setiap unsur dan gerakan tubuh kita dapat dikendalikan secara harmonis, walaupun untuk pertama kalinya sulit untuk disadari dan berlangsung secara otomatis tanpa kesadaran penuh.

Bahkan dalam salah satu sharing yang mendalam, beberapa peserta dapat menumpahkan isi hati dan perasaannya yang sungguh tersentuh secara mendalam, hingga menguras air mata (sedih, haru, bahagia) bercampur menjadi satu; kelegaan, dan penuh syukur, bahakan ada yang mengalami penyembuhan batin.

Touching the Earth

Bumi adalah ibu kita, yang menyediakan berbagai macam jenis hasil bumi untuk dapat dinikmati manusia, namun sebenarnya juga untuk dipelihara dan dirawat.

Pertanyaan bagi kita adalah apakah kita pernah menyadari dan mensyukuri anugerah ini dalam kehidupan sehari-hari? 

Menimba energi dari pohon.

Itu berlangsung begitu saja yang  tanpa pernah kita sadari, sehingga tidak mampu melahirkan rasa syukur dan kesadaran untuk merawatnya, merangkulnya, bahkan menimba energinya dengan berbincang, memberi sentuhan, pelukan mesra dari pohon, tanaman yang tumbuh di sekitar kita?

Dalam sesi ini peserta diajak untuk menjalin kembali relasi yang sehat dan akrab dengan seluruh alam ciptaan, sehingga kita semakin merasakan energi positif dari Ibu Bumi maupun Sang Pemelihara Hidup.

Latihan ini juga dapat digunakan sebagai self healing (penyembuhan dari nafas), melepaskan diri dari marah, sedih, kecewa.

Manusia acap kali memiliki benih-benih kemarahan vs biji-bji sukacita.

“Mana yang lebih sering kita sirami?,” kata “Romo” Wandi  mengemukaan pertanyaan refleksi yang layak kita renungkan.

Mengapa demikian? Ini agar kita semakin dimampukan melakukan pembiasaan-pembiasaan baik dengan penuh kesadaran dalam sukacita dan kebahagiaan.

Pembiasaan-pembiasaan ini dapat dilakukan setiap hari mulai dari hal-hal kecil sejak kita membuka mata, bangun tidur, beraktifitas.

Meminjam istilah Bunda Teresa, ”melakukan hal yang biasa, namun dengan cinta yang luar biasa”-, hingga kita menutup mata untuk kembali tidur dengan sukacita, dan bernafas dengan damai dan penuh syukur.

Tea ceremony selalu dilakukan sebagai “body as one in STIKes Santo Borromeus” di Eco Camp.

Seluruh peserta berfoto bersama di akhir sesi bersama para pembina mindfulness, diiringi sukacita, bahagia, dan ucapan terimakasih kepada “Romo” Wandi, “Romo” Setiawan, Sister Meiliana dan Sister Ahong, Sister Berinah, serta Tim Eco Camp, khususnya Sr. Kristiana dan Kak Dewi.

Bahagia itu sederhana. Semoga semua makhluk bahagia. (Selesai)

Kredit foto: Sr. Theresina CB/STIKes Santo Borromeus.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here