Suster, Bisa Jadi Modus Penipuan adalah Gendam atau Hipnotis (2)

0
1,050 views
Ilustrasi: Praktik penipuan melalui teknik gendam. (Ist)

KALAU ditilik rangkaian kisahnya, bisa jadi teknik penipuan yang ingin diterapkan oleh Mr X untuk bisa memperdaya adalah gendam atau hipnotis.

Mengapa demikian?

Mr. X yang berwajah klimis dan bermata sipit ini melempar “peluang” agar terjadi sentuhan fisik antara dirinya dengan Suster Y. Sentuhan fisik diharapkan terjadi, saat berlangsung “transaksi” tukar duit.

Persentuhan fisik memang kadang kala menjadi salah satu “jurus” memabukkan sehingga penjahat mampu mulai memperdaya calon korbannya.

Mempengaruhi psike calon korban

Seorang suster dari belahan Jawa yang lain malah merespon probabilitas modus ini dengan kisah yang lebih “mengagetkan” lagi.

“Dulu, suster kami malah berhasil diajak ke bank dan di sana dikuraslah habis asset tarekat,” paparnya.

Kisah-kisah penipuan dengan modus gendam atau penipuan melalui “persentuhan fisik” seperti itu memang bukan barang baru.

Penulis sendiri pernah menjadi korban gendam dengan dibujuk minum sehingga setelahnya tertidur pulas dalam perjalanan naik bus. Begitu tertidur pulas, maka ransel pun dikuras habis sehingga kamera hilang.

Kasus kedua sedikit berbeda. Ngajak ngomong-omong sehingga terkesan akrab dan ramah. Setelah itu, ketika sedikit tertidur, maka ransel isi laptop digerayangi.

Setelah berhasil mendapatkan barang sasaran, maka pencuri yang menyaru jadi penumpang ini lalu pindah tempat duduk menjauh dari korban. Atau, untuk “menyelamatkan diri” dia mendadak ingin turun dan minta sopir bus agar mau menurukannya di sembarang tempat atas alasan keperluan “darurat” seperti saudara sakit atau semacam itu.

Kasus lain juga perah menimpa kerabat dekat penulis.

Melalui “sentuhan fisik” dan persisnya melalui tatapan mata, maka kerabat tersebut lalu dibawa ke sebuah gerai makan. Iadibujuk agar mau menyerahkan segala “hartanya” yang –kata sang penipu ini— telah menjadi sumber malapetaka bagi hidupnya.

Kepada calon korbannya itu, sang penipu mencoba meyakinkan melalui ayat-ayat suci bahwa harta duniawi tidak membawa bahagia, membuat hidup susah, dan seterusnya.

Ia berhasil memperdaya kerabat tersebut keluar dari wilayah sebuah gereja Katolik, saat mereka berdua tiba-tiba salig kenal setelah “dipertemukan” di depan areal doa di depan Gua Maria di kompleks gereja tersebut.

Sangatlah mungkin bahwa penipu Mr Z ini juga Katolik, lantaran dia paham betul ayat-ayat suci dan seluk-beluk doa “mohon harapan”, dan rumus doa lainnya. Bahkan juga tidak mungkin pula Mr Z ini suka menyaru diri sebagai pastor, frater atau bruder, tapi tanpa jubah.

Singkat kata, kerabat itu pun berhasil diperdaya dan kemudian menyerahkan semua hartanya untuk “dititipkan” kepada Mr Z.

Berhenti di situ? Tidak juga.

Karena tahapan selanjutnya adalah membawa kerabat tersebut ke bank dan kemudian mengurasnya dengan dua cara. Yakni, menarik tunai melalui anjungan tunai mandiri (ATM) dan penarikan melalui kasir bank; termasuk harta lainnya yang selama ini tersimpan rapi dalam deposit box bank.

Waspada itu baik

Nah, mari kembali ke kasus pertama.

Agaknya Mr X itu menjadi kesal, karena Suster Y tidak segera mau menyerahkan duit tukar kepadanya.  Itu berarti, kontak fisik yang sedianya diharapkan bisa terjadi, ternyata gagal.

Resistensi jiwa Suster Y yang menolak “ajakan” Mr X untuk bertransaksi menjadi sebuah blok  penghalang yang tidak bisa “dipecahkan” oleh Mr X.

Apalagi sejak awal, Suster Y ini sudah diam-diam menaruh curiga dan “antene” kewaspadaannya sudah mencuat, ketika dalam tempo sangat singkat terjadi perubahan permintaan.

Dari tawaran berdonasi, lalu dengan tiba-tiba Mr X berubah keinginan melakukan permintaan untuk tukar duit.

Pengalihan “perhatian” ini mungkin saja menjadi jurus baru Mr X untuk bisa memperdaya Suster Y. Dan itu tidak berhasil.

Sr Y keukeuh ngotot tidak mau serahkan duit tukar, kalau Mr X tidak lebih dahulu menyerahkan duitnya ke tangan suster.

Dari kisah ini, mari kita ambil hikmahnya.

Jangan mudah terkecoh oleh wajah manis, mulut berbusa-busa dengan kisah atau narasi rohani, dan apalagi mulai menawari “jasa” macam-macam.

Terima baik para tetamu yang datang, ketika Anda sungguh mengenal profil atau sosok tamu yang datang mengetuk rumah Anda atau bertamu mau menginap di susteran atau biara.

Cara preventif lainnya adalah mintalah KTP-nya dan minta juga nomor kontak HP atau WA-nya.Minta agar supaya dia mau mengontak suster dulu sehingga nomor-nomor itu terekam datanya di HP anda.

Sungguh, tidak berdosa kok menaruh sikap waspada dan hati-hati kepada “orang asing”. Apalagi ketika mereka ini tiba-tiba datang menemui anda di biara, minta menginap di sustera atau biara; juga menyapa anda di jalanan atau bahkan di areal halaman gereja usai misa. 

Ini seperti kata pepatah lama: Don’t talk to stranger.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here