Belajar Iman dari Pak Redes

0
276 views
Ilustrasi. (Ist)

Puncta 12.03.23
Minggu Prapaskah III
Yohanes 4:5-42

KAMPUNG Betenung adalah wilayah Paroki St. Petrus Rasul Nanga Tayap, Ketapang. Di sana ada seorang prodiakon bernama Ignatius Redes. Pak Redes demikian dia sering dipanggil.

Selain menjadi prodiakon, dia juga sering menemani pastor turne ke stasi-stasi yang jauh.

Kehidupan sehari-hari dihabiskan di ladang. Ia menggarap ladang untuk menanam padi dan sayur-sayuran. Sering dia datang ke pastoran dengan membawa sayur, buah-buahan hasil ladangnya.

Suatu kali kami ngobrol di depan garasi, di bawah pohon jambu air di pastoran. Ia mulai bercerita tentang padinya di ladang, monyet-monyet yang sering menyerbu ladangnya dan ribuan burung pemakan padi.

“Tuhan itu mengajak kita untuk selalu berserah dan tidak perlu kawatir, ya Rama.” Katanya.

“Buktinya ratusan monyet dan ribuan burung itu tidak perlu menanam sudah dapat makan dari ladang kita.”

“Ya Pak, Tuhan selalu punya cara untuk memberi kita makan,” kataku menimpali.

“Buktinya, Pak Redes datang ke pastoran bawa makanan untuk saya.” Kami tertawa lepas penuh kegembiraan.

“Untung saya diberi Tuhan ladang lain untuk ditanami karet. Getah karet itu memberi kehidupan pada saya. Kalau saya menoreh, saya kok jadi teringat Yesus yang disalib.

Batang karet itu seperti salib Yesus. Saya melukainya, tetapi Dia memberi kehidupan buat saya. Makanya sebelum menoreh, saya pasti berdoa lebih dahulu. Saya minta ampun pada Tuhan, karena saya sering melukai-Nya.”

Saya kagum karena sharingnya sangat mendalam. Penghayatan imannya sangat kontekstual dari pengalaman hidup yang kongkret.

Dia berkata lagi, “Saya selalu teringat serdadu yang menusuk lambung Yesus, lalu keluar darah yang memberi kehidupan. Saya setiap hari juga menusuk batang karet yang mengeluarkan getahnya untuk kehidupan kami. Saya merasa dekat dengan Tuhan ketika menoreh di ladang.”

Dalam Injil hari ini ada percakapan panjang antara Yesus dan seorang perempuan Samaria. Percakapan terjadi di dekat sumur Yakub.

Awal percakapan bermula dari soal air. Yesus kehausan dan perempuan itu mau menimba air.

Dari air dialog berkembang ke Air Hidup. Yesus menyatakan Diri-Nya sumber air yang memberi kehidupan.

“Barang siapa meminum air yang Kuberikan tidak akan haus lagi.”

Topik dialog makin mendalam sampai pada iman keyakinan. Iman yang benar diwujudkan dengan menyembah Allah yang benar. Orang akan menyembah Allah dalam Roh dan Kebenaran.

Keyakinan perempuan Samaria itu juga makin mendalam. Pada awalnya dia menyapa Yesus sebagai “Engkau, seorang Yahudi.”

Kemudian dia mengerti siapa Yesus, “Saya kini tahu bahwa Engkau seorang nabi.”

Akhirnya dia menyebut Yesus sebagai Kristus. Ia kemudian mengajak orang-orang datang kepada Kristus, Mesias.

Apakah iman keyakinan kita juga tumbuh berkembang sesuai dengan dinamika hidup kita? Bagaimana kita merumuskan siapa Yesus bagi kita sendiri?

Apakah kita merasa disapa Yesus dalam kehidupan sehari-hari kita?

Makan nasi sepiring berdua,
Lauknya teri dibagi berlima.
Tuhan Yesus mengasihi kita,
Dialah jaminan kita ke surga.

Cawas, beriman dengan teguh…

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here