Bila Musim Tanam Tebu Tiba

0
346 views
Ilustrasi - Panen tebu (Tribun News)

Puncta 06.12.22
Selasa Adven II
Matius 18: 12-14

BILA musim tanam tebu tiba, ada banyak anak menjadi “buruh” di sawah. Itu zaman Pabrik Gula Gondang Baru masih beroperasi.

Anak-anak yang sudah besar, bisa mencangkul di sawah kering. Mereka diberi tugas bikin “lacen” yakni lubang tanah tempat bibit tebu ditanam. Bisa dikerjakan bersama-sama dalam satu kelompok.

Saat berikutnya memupuk. Biasanya dilakukan berombongan. Ada satu petugas yang memberi komando dengan bunyi kentongan. Tok..tok..tok..tok…! Tok…tok…tok..tok.

Dua orang berjalan berurutan di lacenan. Yang depan membawa tongkat lancip di bawah untuk melubangi tanah tempat pupuk ditaburkan. Yang di belakang menebar pupuk sambil menutupnya.

Berikutnya ada pekerjaan “susruk” dan “klethek.”

Susruk itu membersihkan rumput di lacenan tadi. Klethek itu membersihkan daun-daun tebu supaya cepat tumbuh menjulang dengan bersih.

Tiap pekerjaan itu ada upahnya. Kami sangat senang kalau hari sabtu tiba, karena para buruh akan diberi upah oleh Pak Mandor.

Kendati waktu itu upahnya limapuluh atau seratus rupiah – tergantung dari jumlah pekerjaan yang diselesaikan – tetapi rasanya sangat bangga dan menyenangkan.

Uang sedikit itu lebih berharga daripada pemberian pitrah dari Simbah/Kakek pada waktu hari raya lebaran.

Berharga karena uang itu hasil jerih payah sendiri. Upah itu diperoleh karena telah bekerja selama seminggu. Uang hasil keringat sendiri biasanya sangat dihargai, “dieman-eman,” walaupun sedikit atau kecil jumlahnya.

Dalam bacaan Injil hari ini, Yesus memberi perumpamaan seorang gembala yang bersusah payah mencari seekor domba yang tersesat.

Walau pun “hanya” seekor, tetapi domba itu sangat berharga baginya. Maka dengan sekuat tenaga dicarinya sampai ketemu.

Yesus mengatakan, “Aku berkata kepadamu: Sungguh jika ia berhasil menemukannya, lebih besarlah kegembiraannya atas yang seekor itu daripada atas yang sembilan puluh sembilan ekor yang tidak sesat.”

Kegembiraan atas yang seekor itu lebih besar karena Sang Gembala mencari dengan susah payah. Perjuangannya yang luar biasa mencapai hasil dengan diketemukannya seekor dombanya yang hilang.

Gambaran itu menunjukkan kasih Allah yang selalu mencari manusia yang berdosa, sampai dia diketemukannya.

Allah seperti Gembala yang terus mencari dombanya. Kita ini ibarat domba yang tersesat, tetapi Allah terus mencari kita. Dia tidak pernah lelah sampai kita dipanggul kembali ke kandang-Nya.

Kita ini sangat berharga di mata Allah. Kendati kita ini kecil, lemah, berdosa dan sering tersesat. Namun Allah akan selalu mencari untuk menyelamatkan kita.

Marilah kita syukuri kasih Allah yang begitu besar ini, yang tidak kenal lelah terus mencari.

Di atas meja tersedia banyak roti,
Lebih enak sukun goreng mentega.
Allah tak pernah berhenti mencari,
Kita yang tersesat di gelapnya dunia.

Cawas, Allah selalu mencari….

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here