“Solusi penanganan masalah radikalisme adalah menjalankan nilai-nilai Pancasila,” kata Edie Toet usai meresmikan Gedung Fakultas Pariwisata-LBPPLIA, penandatangan MoU Pembangunan ATM Center, dan penyerahan Sertifikat ISO17025 Fakultas Farmasi, Selasa.
Ia menjelaskan, dari sila pertama hingga sila terakhir diajarkan bagaimana menjalankan kehidupan bermasyarakat maupun beragama. “Di kampus, kami telah menjalankan nilai-nilai Pancasila,” katanya.
Dikatakannya, jika di perguraun lain masih menganggap Pancasila sebagai dasar negara, tapi di kampus UP sudah menerapkan ajaran Pancasila.
Lebih lanjut ia mengatakan penerapan Pancasila dengan baik dan benar akan berpengaruh terhadap minimnya gerakan radikalisme. “Jika memahami Pancasila, maka tidak lagi percaya terhadap nilai-nilai lain,” kata Edie.
Menurut dia, aksi bom diri yang terjadi di Solo dua hari lalu telah menunjukkan radikalisme sudah tumbuh, dan ini sudah bisa masuk ke dalam bahaya laten.
Untuk itu perlu penanganan serius dari semua pihak untuk menangkal keberadaan kaum radikal tersebut.
“Kita semua mempunyai tanggung jawab dalam menangkal gerakan tersebut agar tidak semakin berkembang. Jadi tidak hanya pemerintah yang memiliki tanggung jawab untuk menangkal radikalisme,” ujarnya.
Selain itu, katanya, aksi radikalisme tumbuh subur karena lemahnya pemahaman akidah seseorang. Untuk masalah ini pemerintah harus ikut bertanggung jawab memberikan pemahaman terhadap masyarakat.
“Lemahnya akidah membuat seseorang mudah terhasut untuk mengikuti gerakan radikal,” katanya.
Libatkan para pakar
Sementara itu, Rektor Universitas Indonesia (UI) Gumilar Rusliwa Somantri mengatakan, untuk mengatasi masalah radikalisme yang terjadi di Indonesia perlu melibatkan para pakar dari pelbagai disiplin ilmu.
“Sampai kini belum ada kajian secara komprehensif dari pelbagai disiplin ilmu yang menelaah permasalahan tersebut,” katanya.
Berbagai disiplin itu itu antara lain sosiologi, ekonomi, politik untuk melakukan kajian bersama untuk mengatasi permasalahan radikalisme
Ia menilai selama ini sosiolog tidak dilibatkan dalam mengatasi atau menangkal radikalisme. Harusnya seseorang sosiolog ataupun antropolog dilibatkan untuk melihat suatu yang tidak tampak atau laten.
“Harus ada riset yang komprehensif berbagai disiplin ilmu untuk menjawab masalah yang tidak tampak tersebut,” katanya.