Cinta dan Pengurbanan

0
370 views
Yesus disalibkan (Ist)

Jumat, 29 Maret 2024

  • Yes. 52:13-53:12.
  • Mzm. 31:2,6,12-13,15-16,17,25;
  • Ibr. 4:14-16; 5:7-9;
  • Yoh. 18:1-19:42

CINTA terkadang membutuhkan suatu pengurbanan dan perjuangan. Sebab itulah, cinta terasa begitu bermakna dan istimewa.

Ketika kita berjuang memuliakan cinta, sering kali ada sesuatu yang harus dikurbankan, seperti waktu, uang, peraaan, hingga nyawa sendiri. Karena butuh perjuangan dan pengurbanan, maka tidak mengherankan jika cinta begitu bermakna dan istimewa.

Ketika cinta menuntut kurban kita perlu ikhlas. Ya, tak hanya ikhlas untuk mendapatkan cintanya, namun juga ikhlas jika pengurbanan kita membuat yang kita cintai bahagia meski harus kehilangan dia.

“Kebahagiaan dalam suatu hubungan terkadang memerlukan suatu pengurbanan,” kata seorang ayah.

“Awalnya saya pahami bahwa pengorbanan bukan berarti harus mengorbankan sepenuhnya diri sendiri. Sebab, pengorbanan harusnya dibangun antara kedua belah pihak agar mencapai satu kebahagiaan yang utuh. Namun kemudian, dengan berjalannya waktu saya menemukan bahwa totalitas hati kita yang menentukan makna cinta yang saya perjuangkan.

Kini saya berjuang sendiri dalam membangun rumah tangga ini tanpa mengeluh apalagi saat saya tahu isteriku terganggu batinnya hingga dia meninggalkan tanggung jawab sebagai ibu rumah tangga.

Tentu kondisi ini membuat anak-anak tidak mendapatkan kasih dan cinta serta pendidikan yang memadai.

Saat melihat wajah polos anak-anakku tidur rasanya batin ini menangis, karena mereka tidak mendapatkan cinta dan kasih sayang seorang ibu.

Saya merasakan bahwa anak-anak ikut berkorban banyak karena menanti ibunya. Isteriku terkena penyakit kejiwaan hingga ada masa tertentu pergi dan tidak mau pulang ke rumah. Kali ini dia benar-benar pergi meninggalkan kami, entah ke mana.

Cinta dan pengorbanan itu bisa berjalan beriringan manakala saya punya komitmen yang jelas dan tidak mudah putus asa,” ujar bapak itu

Tindakan cinta yang paling agung ditunjukkan oleh Yesus saat Dia mengampuni salah satu penyamun yang disalibkan bersama-Nya.

Penggambaran puncak sengsara Tuhan dituliskan Yesaya dengan ringkas tapi mengena.

“Sesungguhnya dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita;” sambung dia.

Saat disalibkan, Yesus memang ditikam dengan tombak tepat pada lambung-Nya. Darah dan air keluar melengkapi apa yang tertulis dalam kitab suci bahwa tak ada tulang-Nya yang dipatahkan.

Dosa-dosa manusia ditanggung oleh Yesus, dipikul-Nya, lalu disalibkan di puncak Golgota. Rasanya Jumat Agung kurang pas jika disebut mengenang sengsara dan wafat Tuhan. Hari ini malah bisa disebut perayaan akan cinta, puncak dari segala cinta.

Yesus sama sekali tidak menagih ganti penderitaan yang dialami-Nya. Kendati demikian, Ia memberikan banyak teladan hingga akhir hayat bahwa pengorbanan dan derita dilakukan demi cinta, bukan kekuasaan, materi atau popularitas.

Bagaiamana dengan diriku?

Apa motivasiku dalam berbuat sesuatu? Apakah berlandas cinta seperti Yesus memberikan teladan?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here