SABTU, 23 Desember 2017 adalah hari yang ditunggu oleh segenap dokter member of Konga, karena hari tersebut telah dirancang untuk acara ‘mendem duren bareng’* (mabuk bersama karena makan durian).
Apa yang menarik?
Konga adalah kependekan dari “Kodok Ngacxxx”, sementara “Kodok Ngacxxx” berarti adalah Komunitas Dokter yang Suka Ngakak dan Cengengesan.
Member of Konga adalah para dokter alumni FK UGM Yogyakarta angkatan 1984. Setelah kami berduka karena kepergian Yulius Chrispinus Poto,*member of Konga ke 11 yang telah mendahului menuju alam keabadian, seorang dokter yang tinggal di Griya Persada Indah Cikarang Selatan Jawa Barat, yang meninggal pada Sabtu, 9 Desember 2017, kami segera menjadi lebih bersatu dalam doa, donasi dan silaturahmi di rumah duka.
Kami semakin menyatu dalam kebersamaan dengan semboyan #kekancansaklawase (berteman selamanya), di bawah koordinasi denbagus Dwi Heri Susatya, member of Konga seorang dokter spesialis bedah, yang berpraktik di RS Mitra Keluarga Cibubur di Cibubur, Jakarta Timur, RS Hermina – Grand Wisata di Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, dan RS Hermina Mekarsari di Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Selanjutnya, kami ikuti kegembiraan pasangan pengantin Ketzia dan Ricco, di South Garden Hyatt Regency Hotel Yogyakarta pada Jumat malam, 22 Desember 2017.
Ketzia yang cantik adalah puteri sulung Adelyna Meliala, member of Konga seorang dokter spesialis saraf dan Direktur RSU Bethesda Lempuyangwangi Yogyakarta. Malam itu segenap member yang hadir, menutup pesta meriah pasangan pengantin dengan foto bersama yang heboh dan penuh gaya, dengan hampir 57 member yang ikut hadir, beserta keluarganya.
Pagi berikutnya, Sabtu pagi yang cerah, 23 Desember 2017, sebanyak 39 member telah berkumpul di Grha AO Jl. Kabupaten no 7 Trihanggo, Gamping, Sleman. Ada yang didampingi suami, isteri, anak dan bahkan cucu, kami siap menaiki bis yang berwarna silver. Diiringi suara merdu lead vocal Asmi Justina, member of Konga seorang dokter dan Direktur RS Hermina Sukabumi Jawa Barat, dengan suara latar hampir semua member of Konga yang tidak kalah merdu, perjalanan darat itu menjadi semakin penuh memori.
Tujuan kami adalah Kampoeng Wisata Malon, sebuah destinasi wisata alam yang berada di Kelurahan Gunungpati, Kecamatan Gunungpati di Kota Semarang. Kampung tersebut mendapatkan dorongan pengembangan dan pendampingan kepada masyarakat, dari Lembaga Pengabdian Masyarakat (LPM) Universitas Negeri Semarang (Unnes) dan PT. Indonesia Power.
Destinasi Wisata tersebut meliputi Rumah Batik, Kebun Buah Padepokan Seni dan Budaya, Rumah Sablon, Peternakan, Kerajinan, Home Stay dan Wisata Religi.
Jumlah penduduk yang ada di Kampung Alam Malon Gunungpati di Kota Semarang, sebanyak 376 jiwa. Warga terhimpun atas satu rukun warga (RW) dan tiga rukun tetangga (RT), jumlah penduduk laki-laki 193 orang dan perempuan 183 orang, dengan kepala keluarga sebanyak 115 KK, sebagian besar wilayah cenderung digunakan sebagai lahan pertanian sawah dan tegalan untuk budidaya tanaman buah dan sayuran.
Mata pencaharian didominasi dengan kegiatan wiraswasta pekerja lepas, dan petani, dengan prosentase 30% wiraswasta, dan 14% tidak bekerja.
Desa Malon
Di desa Malon juga terdapat kebun buah seluas 7 Ha, di dalamnya terdapat pohon durian, kelengkeng, jeruk, jambu, alpukan, kedondong dan srikaya. Kami memenuhi undangan Eni Sulistyarini, member of Konga seorang dokter spesialis anak yang berpraktik di RS. Roemani dan RS Hermina Banyumanik Semarang.
Setelah menempuh perjalanan sejauh 112 km, kami memasuki areal Kebun Buah milik pasangan Ibu Eni Sulistyarini dengan Bapak Sukaryo, seorang senior engineer dan Direktur Adhi Persada, di Gedung PT Adhi Karya (Persero) Jakarta. Setelah puas dan hampir mendem karena menikmati durian montong, kami segera melanjutkan wisata kebun buah, untuk melihat durian montong yang masih tergantung pada pohonnya.
Pohon durian montong akan berbuah pada usia sekitar 4 tahun, maksimal dijaga hanya ada 10 buah pada setiap pohon, dengan usia buah sekitar 6 bulan. Pada sebuah pohon dengan buah melebihi 10, biasanya buahnya tidak akan besar, bahkan pohonnya dapat mati. Perawatannya meliputi penyiraman, pemupukan dengan pupuk organik, penyiangan dari semak dan penyemprotan pupuk cair untuk daun. Sementara penyemprotan pupuk cair untuk buah dilakukan sejak tumbuh bibit buah, sampai buah masak dalam rentang waktu sekitar 6 bulan.
Harga durian jenis montong yang didapatkan dari agen Trubus di Semarang adalah sama, yaitu Rp. 50 K per kg, sehingga setiap pohon akan menghasilkan pemasukan sekitar Rp. 1 juta per tahun.
Duren lokal dan montong
Di areal kebun buah milik pasangan Ibu Eni Sulistyarini Bapak Sukaryo, juga tumbuh durian lokal yang juga berbuah. Bedanya dengan durian montong, pohon durian lokal baru akan berbuah saat berusia sekitar 8 tahun, tetapi dapat menghasilkan sampai 300 buah dalam setiap panen, lama buah sejak kecil sampai matang lebih pendek hanya sekitar 4 bulan, tetapi harga lebih bervariasi mulai Rp. 50 sampai Rp. 150 K per kg.
Harga durian lokal dipengaruhi oleh berbagai hal, yaitu tergantung kualitas, berat, rasa dan aroma. Perlu dicatat bahwa durian lokal memiliki duri lebih tajam, ukuran lebih kecil, bau lebih menyengat, dan rasa lebih bervariasi dari manis sampai pahit. Sebaliknya, durian montong memiliki duri lebih tumpul dan jarang, ukuran lebih besar, bau kurang menyengat dan rasa hanya ada manis.
Setelah mengikuti wisata kebun jarak pendek, menengah, dan jauh sesuai kekuatan kaki dan kebugaran raga masing-masing member of Konga, acara dilanjutkan makan siang bersama. Menu sate sapi pak Kempleng asli Ungaran mendominasi pilihan segenap member of Konga dan keluarga.
Setelah kenyang, kami melanjutkan menyanyi dan menari gembira, diiringi petugas organ tunggal yang piawai.
Dengan sesi foto bersama dan lagu Kemesraan, acara kami tutup dalam kegembiraan yang sangat. Doa ucap syukur dipimpin oleh MTS Darmawan, member of Konga, haji dan seorang dokter spesialis anak di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.
Beberapa member of Konga yang datang dari Solo, Bandung, Semarang, Jakarta dan kota lainnya, datang membawa kendaraan pribadi. Akhirnya kami berpisah untuk kembali ke Yogyakarta menaiki bis ‘aotransport’ Royal Coach E Mercedez Benz 2016 berplat nomer B 7399 FGA.
Bis Mercy OH 1526 berkekuatan mesin diesel 9.0 L tersebut, melaju pelan dalam kepadatan lalu lintas dalam kenyamanan, karena buatan Karoseri Adi Putro Malang yang berlambang kuda jingkrak, dan merupakan bis bantuan dari armada angkutan warga kompleks Lippo Cikarang Jawa Barat.
Momentum #kekancansaklawase oleh segenap member of Konga, sungguh menjiwai kehidupan kami seterusnya. Tidak hanya dalam saat suka, seperti pada wisuda sarjana anak, resepsi pernikahan anak atau kelahiran cucu, tetapi terlebih dalam saat duka, sebagaimana dialami oleh keluarga yang ‘kesripahan.’
Namun demikian, yang tidak kalah penting, adalah membuka inspirasi untuk investasi, meskipun tidak harus sebesar investasi pada kebun buah durian montong di Malon Gunungpati di Kota Semarang, milik mbak Eni Sulistyarini ataupun bisnis ‘aotransport’ di Yogyakarta milik mbak Adelyna Meliala.
Investasi dalam bentuk apapun, dalam ukuran berapapun dan berlokasi di manapun, di samping profesi dokter, adalah masa depan kita semua.
Sudahkah Anda melakukannya? Sekian
Yogyakarta , 23 Desember 2017
*) member of Konga no 6913K