Eksegese Hidup Orang Pedalaman: Dari Hamba Allah Kehamba Online

0
294 views
Iliustrasi: Anak-anak bermain HP di-halaman Gereja Katolik-Balai Karangan Keuskupan-Sanggau, Kalbar by-Mathias Hariyadi.

Luk 17:7-10

Di era online ini, semua bentuk informasi apa pun dapat diakses seketika. Tidak sedikit orang menyebut zaman online, adalah zaman banjir informasi.

Di zaman online, beragam bentuk kegiatan Gereja pun, semua diunggah ke medsos.
Dari segi biaya dan waktu, pengunaan sarana media online sangat sekali membantu, boleh dibilang mudah, murah dan terjangkau.

Namun, selain media online sebagai sarana yang membantu kegiatan manusia, belakangan ini, ada hasil survei yang menyebut, ada bahaya baru yang dibawa oleh media online. Apa itu?

Penyakit ketergantungan kepada media online. Fenomena ini, muncul pada saat orang tidak betah duduk ngobrol dengan sesamanya. Masing-masing orang sibuk dengan dunianya sendiri.

Zaman online bisa dibilang zaman kekinian yang membuat sibuk dengan kekepoan. Orang sibuk membuat group WA, sibuk membangun relasi melalui grup WA, WA pribadi, sibuk membaca dan berkomentar di ruang WA, sibuk akses, iklan dan postting ini dan itu.

Yang tidak kalah menarik lagi, bila sebelumnya orang mau mengobrol, bergosip tentang orang, biasanya mendatangi rumah teman. Sekarang, pindah tempat.

Untuk orang kekinian, media online menjadi “rumah” multi guna. Fungsinya, bisa untuk membangun persahabatan, dan bisa juga untuk saling membentur dan saling menjatuhkan sesama.

Lebih menarik lagi, media online malah di era kekinian, gampang disulap menjadi tempat bagi orang-orang yang suka mencari “panggung”, buat tebar pesona dan mencari sensasi.

Orang kekinian, tidak perlu takut bila tidak mau dibilang tidak eksis, toh media online sudah menyamarkan diri untuk menjadi “mesias” baru bagi kebutuhannya.

Entah orang percaya atau masih mau berpolemik atau tidak. Media online kini, bila tidak diseimbangi dengan hikmat Allah, maka sarana ini akan berubah menjadi “allah baru” bagi kita di zaman ini.

Sekarang, fenomenanya nyata. Setiap orang mau bangun pagi, sarana ini akan mengepoi orang duluan. Dia lebih dulu membangunkan orang untuk kepo dari pada doa pagi. Dia bisa mencaplok orang satu persatu dari ruang kebersamaan ke-ruang tertutup.

Dia bisa memisahkan persahabatan orang menjadi permasalahan. “Tuhan” online ini, telah berhasil mengubah mental orang kekinian menjadi pemuja sekaligus hamba baginya.

Sepertinya, saat ini Tuhan Allah sedang digongong identitas-Nya dan barangkali Dia butuh cara baru untuk menangkal ambisi “Tuhan online” dalam merebut pemuja.

Bila tidak dibuat segera revolusi, maka hamba-hamba kekinian akan menghambakan diri “ketuhan online”.

Rasanya, tidak mudah bagi orang zaman ini untuk menyebut dirinya, sebagai hamba Tuhan Allah. Sebab, di samping Tuhan Allah, manusia membuat “allah baru yang bernama media online” sebagai sarana untuk menjawab semua kebutuhan dan kerinduan manusia.

Mungkinkah media online bisa memenuhi semua apa yang manusia butuh?…

Renungan: Mana yang lebih pas di dengar, “kami ini hamba Tuhan Allah atau hamba “Tuhan online”?

Tuhan memberkati.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here