Film “The Pirates of Somalia”, Modal Bonek dan Cara Kerja Wartawan di Medan Berbahaya

0
7,264 views
Resensi film"The Pirates of Somalia"(Ist)

SEBELUM pergi ke ‘medan perang’ meliput sebuah peristiwa di arena berbahaya –seperti perang yang tengah berkecamuk atau menemui orang yang jadi ‘musuh bersama’—seorang wartawan sejati pasti akan mencari informasi sebanyak-banyaknya sebelum akhirnya pergi terjun meliput. Informasi itu meliputi banyak hal; mulai dari peta geografis, peta geopolitik, latar belakang budaya dan tata nilai, dan masih banyak lagi.

Ini semua perlu dilakukan. Tujuannya, sebelum nantinya bisa melahirkan reportase jurnalistik bermutu, di benak sang wartawan tersebut sudah ada gambaran riil tentang apa yang ingin dia ketahui dan dia mau tulis dengan keputusannya pergi meliput.

Melalaikan SOP dan juga bukan ahlinya

SOP (standard operating procedures) macam itu tak berlaku bagi Jay Bahadur (Evan Peters), penulis amatir asal Kanada, yang ingin menjadikan hidupnya lebih ‘hidup’ dan menghasilkan uang dengan melakukan ‘keajaiban’. Untuk itulah dan atas bujukan Seymour Tolbin (Al Pacino), Jay nekad pergi ke Somalia –ke tempat dimana sedikit wartawan profesional mau melakukannya.

Film drama berbasis kisah nyata tentang penulis amatir yang menyaru diri sok jago sebagai wartawan profesional dan nekat menemui kawanan perompak di Somalia.

Tahun-tahun terakhir ini, Somalia dan kawasan perairan ‘Tanduk Afrika’ (Horn of Africa)  memang menjadi sorotan dunia dengan konotasi jelek tentu saja. Ini karena di kawasan strategis dimana setiap hari sering malang melintang kapal tanker dan kargo, banyak begal laut –para pembajak asal Somalia- sering beraksi.

Bukan apa lagi kalau bukan demi mencari uang dalam jumlah besar dan cepat dengan cara yang tidak ‘elok’: membajak kapal-kapal niaga, menyandera para awak kapalnya dan membunuh mereka bila negosiasi berjalan alot dan tuntutan mendapat ‘durian runtuh’ uang tebusan tidak digubris.

Beda perspektif melihat Somalia

Kedatangan Jay Bahadur ke titik-titik lokasi permukiman kawanan perompak Somalia itu membalik kesan dan opini global tersebut. Ditemani oleh Abdi (Barkhad Abdi) –pemeran perompak Somalia dalam film Captain Phillips (2013)— Jay berhasil menjungkirbalikkan ‘peta geopolitik’ yang selama ini dibangun oleh intel-intel Barat. Kesan bahwa para perompak Somalia itu ‘jahat’ mengalami disruptif, setelah Jay kembali ke Kanada dan mengisahan pertemuannya dengan para sosok penting kawanan perompak Somalia ini.

Banyak perompak Somalia itu berperilaku layaknya “Robin Hood”, merampok dari orang kaya dan membagi-bagikan hasilnya kepada kawanan miskin yang membutuhkan makan-minum. Merampok demi sebuah ‘nilai luhur’ –begitulah kurang lebih ‘isi’ pengetahuan Jay setelah bertemu dengan beberapa tokoh perompak Somalia.

Kecelik

Film anyar ini bukan kategori perang.  Saya juga sempat kecelik (ketipu), karena mengira The Pirates of Somalia ini merupakan sekuel lanjutan flim sejenis bertital Captain Phillips  (2013) namun dengan perspektif beda.

Ternyata, film anyar besutan sutradara Bryan Buckley ini masuk  kategori film drama yang kurang saya minati sebagai tontonan yang menghibur dan memberi wawasan hidup.  Namun, film itu menjadi ‘menggigit’ emosi, karena naskah film ini diambil dari kisah nyata seorang bernama Jay Bahadur yang –itu tadi— penulis amatir yang memaksa diri ‘sok hebat’ dengan menyaru diri sebagai wartawan profesional dan nekad masuk ke ‘zona bahaya’ di Somalia.

Jay Bahadur -wartawan ‘palsu’-  itu sengaja mendatangi lokasi dimana para wartawan profesional sekali pun sering kali tak berminat mendatanginya. Wartawan profesional datang meliput dengan tujuan melaporkan situasi terkini di lapangan secara akurat, objektif. Jay datang dengan minat beda: menjual stori sama dengan imbalan ketenaran dan uang.

Menarik minat CIA

Hasil ‘petualangan jurnalistik’ Jay pada akhirnya membuka mata dan cara pikir para analis kebijakan keamanan dan telik sandi Barat. Tak terkecual dinas intelijen Kanada dan AS yang selalu bergandengan tangan. Merekasangat berkepentingan menelisik lebih jauh ‘apa dan bagaimana’ para perompak Somalia yang tahun-tahun ini telah menjadi momok menakutkan bagi segenap pelaut kapal-kapal tanker dan kargo setiap kali melintasi perairan Horn of Africa.

Ingat bahwa AS sangat traumatik dengan Somalia.

Beberapa tahun silam sebelum kapal kargo Maersk Alabama dibajak kawanan perompak Somalia di tahun 2009 dan kisahnya kemudian muncul dalam film Captain Phillips (2013), CIA dan Pentagon dibuat malu berat di Mogadishu, Ibukota Somalia. Satu jazad marinir US Navy yang tewas dalam pertempuran kota lalu diikat dengan tali dan kemudian ditarik sebuah mobil van keliling kota.

Film berbasis kisah nyata “Captain Phillips” ketika unit penggebuk US Navy SEALs melumpuhkan kawanan perompak Somalia yang menyandera awak kapal kargo Maersk Alabama di tahun 1999. (Ist)

Ketika pemandangan ‘tak sedap’ itu mendunia, Washington marah besar dan dunia pun dibuat sedikit ‘muak’ dengan Somalia.

Pertempuran kota di Mogadishu yang mencekam itu muncul dalam film laga yang amat menarik: Black Hawk Down (2001) yang bahan dasarnya diambil dari kisah nyata ketika para GIs –serdadu Amerika, utamanya Army’s Rangers, Delta Force, dan Navy SEALs— harus berjibaku memenangkan perang kota selama dua hari melawan milisi Somalia di Mogadishu. Peristiwa perang kota yang mencekam ini terjadi tanggal 3-4 Oktober tahun 1993 dalam sebuah joint operation pimpinan Mayjen Willam F.Garrison.

Belajar dari perang kota yang banyak makan korban tentara AS inilah, Somallia menjadi momok bagi AS. Maka ketika kapal kargo Maersk Alabama jatuh ke tangan para perompak Somalia, US Navy SEALs berreaksi keras mematikan: serang perompak dan tembak mati di tempat agar bisa menyelamatkan Captain Phillips dan semua awak kapalnya.

Film anyar  besutan Bryan Buckley ini akan terasa membosankan bagi mereka yang tidak akrab dengan dunia jurnalistik dan ‘cara kerja’ wartawan. Namun, The Pirates of Somalia ini akan menjadi pelecut semangat: nyali nekat itu sering kali bisa melahirkan banyak kejutan yang oleh si pelaku inisiatif itu sendiri sering kali tak menyadarinya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here