Gereja Katolik Berpolitik, J. Kristiadi Tantang KWI Sediakan Roadmap Cetak Kader (2)

0
1,529 views

BUKAN J. Kristiadi namanya, kalau tidak bicara terus-terang, gamblang, semangat, dan langsung ke sasaran tembak. Inilah yang terjadi di Aula Gedung KWI Jl. Cut Meutia, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (25/2) 2016 malam, ketika pengamat politik senior dari CSIS (Centre Strategic for International Studies) itu tampil ke mimbar memberi  pencerahan tentang bagaimana persis dan sebaiknya berpolitik. (Baca juga:  Gereja Katolik  Berpolitik, Komisi Kerawam KWI Rangkul Politisi dan Masyarakat Madani (1)

Menurut Mas Kris, demikian sapaan akrabnya, sudah sangat sering Gereja Katolik dimana-mana menyatakan dukungannya kepada kaum awam katolik yang berkiprah di panggung politik. Baik pernyataan Uskup dan para imamnya yang mendukung mereka sebagai  sebagai politisi, anggota dewan, pejabat publik di kantor-kantor pemerintahan, dan –terakhir—para aktivis masyarakat madani dan anggota lembaga-lembaga formal  katolik. Namun, omongan dukung-mendukung itu dia anggap belum mencukupi untuk –katakanlah—mampu melahirkan sosok politisi-politisi katolik yang andal, berjiwa nasional, bermental baik, berintegritas, dan berakhlak mulia. (Baca juga:  Gereja Katolik Berpolitik, Rebutlah Kekuasaan dengan Elegan dan Benar (3)

Mencetak kader katolik andal

Sederet kwalitas pribadi sosok politisi katolik lalu sengaja dibeberkan oleh J. Kristiadi di forum silahturahmi yang dibesut oleh Komisi Kerasulan Awam (Kerawam) KWI. Selain untuk  “menampung” gagasan dan ide dari para pelaku katolik di bidang politik, kemasyarakatan, ormas katolik, dan beberapa organisasi masyarakat madani, forum itu juga dia tembak untuk “ngitik-itik” Gereja Katolik dan KWI agar berbuat sesuatu yang lebih daripada hanya sekedar omongan dukung-mendukung.

Salah satu keprihatinan besar dari sosok tenar J. Kristiadi yang benar-benar mengerti “dunia politik Indonesia” adalah program melahirkan kader-kader katolik yang andal untuk dididik menjadi politisi tangguh, bermoral, dan berintegritas.

Menurut dia, gagasan besar untuk “mencetak” kader-kader politik katolik itu mendesak dikemukakan, karena fakta di lapangan (baca: politik praktis) menunjukkan adanya tantangan maha hebat di sana. Semua tantanngan itu mampu melumat para politisi katolik –utamanya petugas partai dan anggota dewan—untuk tidak lagi mampu memiliki sederet kwalitas pribadi, moralitas, dan integritas sebagaimana dia beberkan di atas.

Salah satu bentuk godaan yang mampu melumat integritas para politisi Indonesia  –termasuk di dalamnya politisi katolik di kepartaian dan sebagai anggota dewan— adalah doyan uang, senang dengan kekuasaan, dan kenikmatan.

Discussion and gathering among catholic politicians, law-makers, and civil society hosted by KWI's Comission for Laity Apostolate 2
J. Kristiadi menantang Gereja Katolik Indonesia, KWI dan Komisi Kerawam KWI agar segera mengeluarkan ‘produk politik’ yakni sebuah roadmap pendidikan kader-kader katolik yang ‘siap saji’ berkiprah di panggung politik dan dunia kemasyarakatan. (Mathias Hariyadi)

J. Kristiadi lalu mencontohkan hal sederhana, ketika sekali waktu dia bertanya iseng kepada para anggota dewan tingkat I (DPR RI). Katanya:  Apakah Bapak-bapak kuat menahan godaan paling sederhana, misalnya, tidak merokok, tidak ngantuk saat sidang, tidak membolos ikut rapat, tidak menerima ‘suap’, dst? Jawaban yang diperoleh J. Kristiadi hanya senyum dan senyum. Artinya, kata dia berseloroh, semua godaan itu memang “ada di sana” dan nyata-nyata bisa menggoda orang.

Nah, pertanyaannya: Siapakah yang mampu “tahan banting” menghadapi “dunia nyata” tersebut? Apakah para politisi katolik, petugas partai katolik, pejabat pemerintahan katolik, dan lain-lainnya itu mampu mengemban moralitas katolik yakni bersikap jujur, adil, bersih, bertanggungjawab, terbuka, dan tidak ‘main uang’ untuk merebut kekuasaan atau menjadi senang karena sering menerima uang karena ada titipan pesan?

Roadmap KWI

Menurut J. Kristiadi, untuk mampu mencetak politisi-politisi katolik yang andal, bertanggungjawab, bersemangat nasionalis dan bukan “petugas partai” dengan integritas pribadi yang prima, maka Gereja Katolik dan KWI jangan lagi hanya “NATO” (no action, talking only). Sekarang ini, saatnya Gereja Katolik Indonesia dan KWI harus berani merumuskan sebuah roadmap (peta jalan) —kemana sebenarnya Gereja Katolik Indonesia bersama hirarkinya (baca: KWI) ini mau bersikap menghadapi realitas kenyataan berpolitik dengan segala tantangan dan godaan seperti tergambar di atas.

“Saatnya, saya menagih dan menagih Gereja Katolik dan KWI: kapan bisa melahirkan sebuah ‘road-map’ untuk pendidikan politik bagi umat awam yang nantinya bergerak di bidang kemasyarakat sebagai politisi atau pejabat publik di kantor-kantor pemerintahan?,” kata J. Kristiadi.

Diskusi hangat di Aula Gedung KWI bersama J. Kristiadi dan puluhan para politisi katolik, petugas partai berlabel katolik, anggota masyarakat madani dan ormas katolik yang diampu oleh Komisi Kerawam KWI. (Mathias Hariyadi)

Pertanyaan kritis itu sengaja diajukan ke Komisi Kerawam KWI. Itu karena roadmap pendidikan politik merupakan sebuah keharusan dan kebutuhan mendesak saat ini. Harus segera diwujudkan peta jalan program kerja ‘cetak’ kader katolik agar di kemudian hari meretaslah kader-kader bangsa berlabel katolik dengan mutu pribadi yang unggul, dapat dipercaya, bertanggungjawab, adil, demokratis, dan tidak ‘doyan uang panas’.

Dulu sekali, kata dia, memang ada program pendidikan politik yang diampu oleh tokoh pastor berkharisma untuk menjawab “tantangan zaman” yakni perkembangan ideologi komunisme. Sekarang, tantangan dan godaannya bermetamorfosis menjadi gila kekuasaan, doyan uang panas, gampang tergiur oleh kenikmatan dan kekuasan, serta bisa dengan mudah berlaku tidak jujur.

Syukurlah pada kesempatan acara forum silahturahmi pada Jumat malam pekan lalu di Aula KWI itu ada Mgr. Vincentius Sensi Potokota –Uskup Agung Keuskupan Ende—yang kini menjadi Ketua Komisi Kerawam KWI. Untuk pelaksanaan misi KWI di bidang kerasulan awam, ‘kehadiran’ Mgr. Sensi di KWI telah diwakili oleh Romo Guido Suprapto Pr (imam diosesan Keuskupan Agung Palembang) bersama mitra kerjanya Romo Rusbani “Iwan” Setiawan (imam diosesan Keuskupan Bandung).

Dengan sendirinya menjadi jelas, bahwa “tantangan” J. Kristiadi kepada Gereja Indonesia –dalam hal ini KWI dan Komisi Kerawam-nya–  harus bisa diwujudkan oleh kedua pastor pengampu Komisi Kerawam KWI tersebut. Tentulah, membuat sebuah roadmap pengkaderan tokoh-tokoh katolik agar mampu berkiprah menjadi politisi yang andal dengan kualitas pribadi matang dan bermoral itu tidak mudah. Bukan sehari-dua hari jadi, melainkan harapan bahwa sekali waktu sebuah roadmap itu memang akan lahir.

 

 

 

 

 

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here