SATU peristiwa sederhana namun hal itu punya makna historis penting di historia domus (sejarah rumah) Kongregasi SFIC (Sororum Franciscalium Ab Immaculata Conceptione A Matre Dei). Peristiwa itu adalah ucapan triprasetya kekal tiga kolega suster SFIC kami di Gereja St. Yoseph Katedral Pontianak, hari Kamis tanggal 15 Juni 2017 lalu.
Itulah momen ketika tiga kolega suster SFIC kami mengucapkan sumpah setia kekalnya dengan senantiasa memegang teguh janji kaulnya mau melakoni hidup bhakti sebagai suster religius dalam SFIC. Ketiga semangat itu adalah hidup murni (kaul keperawanan), hidup taat (kaul ketaatan kepada tarekat dan Gereja), dan hidup miskin (kaul kemiskinan).
Baca juga:
- Empat Suster Biarawati SFIC Ucapkan Triprasetya Kekal di Gereja Katedral St. Yoseph Pontianak
- Mengenal Lebih Dekat Kongregasi Suster Biarawati SFIC di Kalimantan Barat (1)
Berikut ini adalah nama ketiga suster saudara kami di SFIC yang mengucapkan triprasetya kekalnya di hadapan Gereja Katolik yang diwaliki oleh Bapak Uskup Keuskupan Pontianak Mgr. Agustinus Agus Pr dan pemimpin provinsi SFIC Indonesia Sr. Irene SFIC.
Sr. Katarina Samini SFIC
Ia mengadopsi motto kaulnya dengan kalimat ini: “Aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut perkataan-Mu”.
Ia lahir di Panji tanggal 25 April 1984 dan berasal dari Paroki Darit, Kec. Menyuke, Kab. Landak, Kalbar. Ia merintis hidup bhakti sebagai calon suster biarawati SFIC dengan menjalani masa postulat mulai 23 Juni 2005 dan kemudian masa novisiat mulai 22 Juni 2006.
Ia mengucapkan kaul perdana sebagai suster biarawati SFIC pada tanggal 3 Juli 2008 dan akhirnya kaul kekalnya pada tanggal 15 Juni 2017.
Sebagai suster biarawati SFIC, Sr. Katarina Samini SFIC bertugas di berbagai medan karya antara lain di unit rumah tangga Komunitas Erna (2008–2010), tugas dapur di Komunitas Willibrordus (2010–2011), di Asrama Puteri St. Anna Pahauman (2011–2012), di Asrama Puteri St. Coletta, Sanggau Kapuas (2012-2015), tugas mengajar di PAUD “Tunas Harapan” Kuala Dua (2015–2017).
Tinggal di asrama
“Awal ketertarikan saya menjadi seorang suster biarawati terjadi ketika saya tinggal di asrama. Saya merasa suka, setiap kali melihat suster bisa naik ke altar untuk membantu imam membagikan komuni dan suka menyaksikan kehidupan mereka yang tenang dan bersahaja.”
“Namun hal itu hanya sebatas ketertarikan dan kekaguman akan cara hidup mereka saja. Saat itu masih belum ada niat untuk menjadi suster.“
“Saat duduk di kelas tiga SMA, barulah muncul keinginan mau mencoba. Itu karena, kok hidup mereka sepertinya nyaman dan tenang. Maka ketika ditanya oleh Suster Pembina apakah ada keinginan untuk menjadi suster, saya katakan: ya ada.”
“Namun kepada beliau, saya katakana satu syarat. Yakni, setelah tamat SMA, saya tidak mau langsung masuk biara, melainkan saya ingin mencari pengalaman di luar. Mau bisa bekerja apa saja yang penting baik.“
“Saya berpikir selama enam tahun tinggal saja di asrama, rasanya tanpa ada pengalaman bagaimana melakoni kehidupan sebenarnya di luar tembok asrama susteran. Oeh Suster Pembina, saya lalu dicarikan kerja dan diberitahu saya bisa bekerja di Sambas.”
“Ketika akan berangkat ke Sambas, namun Suster itu mengatakan tempat itu ternyata sudah diisi oleh orang lain. Akhirnya saya pulang kembali ke kampung halaman dan mencari kerja di tempat lain dan itu saya dapatkan di Pahauman.”
Mengenal dekat
“Dari Pahauman inilah, saya mulai mengenal para suster SFIC. Setelah beberapa tahun bekerja, akhirnya saya memutuskan masuk biara. Setelah mengurus syarat-syarat yang diminta, jadilah saya sebagai calon SFIC tahun 2005 dengan masuk Postulat SFIC di Singkawang.”
Sr. Franciska Fitria SFIC
Pada momen kaul kekalnya, ia mengadopsi motto ini: “Jadilah padaku menurut kehendak-Mu” (Lukas 1: 38).
Ia lahir di Semadu, tanggal Maret 1985 dari pasangan orangtua bernama Bapak Nikander Juhin dan Ny. Yupita Lahi, 01 Desember 1963. Keluarga katolik ini berasal dariPusat Damai, Sanggau Kapuas.
Ia menamatkan pendidikan dasarnya di SDN 08 Semadu (1992-1997), SMPN 01 Bonti (1998–2000), SMA Karya Kasih di Pusat Damai (2001–2003).
Perjalanan panggilannya sebagai calon suster biarawati SFIC ditempuh dengan menjadi seorang aspiran di Pusat Damai (2004), masuk Postulat di Singkawang tanggal 23 Juni 2005, dan masuk novisiat di Pontianak tanggal 22 Juni 2006.
Ia mengucakan kaul perdananya sebagai suster biarawati SFIC di Pontianak tanggal 3 Juli 2008 dan akhirnya kaul kekalnya juga di Pontianak tanggal 15 Juni 2017.
Sebagai suster SFIC, ia mengawali tugasnya dengan mengurus dan merawat para suster SFIC lansia di Susteran St. Antonius Pontianak (2008–2010), mengurus koperasi sekolah St. Willibrordus Pontianak (2010–2012), membantu mengurus Asrama Puteri St. Anna Pahauman (2012–2014), dan akhirnya menjadi pembina di Asrama Puteri Maria Immaculata Darit (2014–sekarang).
Bermain suster-susteran
“Sejarah panggilan saya menjadi seorang suster biarawati SFIC itu berawal dari rajinnya saya sering mengikuti kegiatan Sekolah Minggu di kampung halaman yang dibina oleh guru agama beserta kakak OMK pada waktu itu. Dalam kegiatan Sekolah Minggu itu, ada saatnya kami dikunjungi oleh para suster dari pusat paroki.”
“Melihat para suster itu lalu muncul ketertarikan. Bagi saya saat itu, mereka itu seperti ‘malaikat’. Berpakaian putih, murah senyum, ramah dan baik hati. Selain itu, pada momen-momen tertentu seperti Natal, Paskah dan Bulan Maria, bapak dan mama saya membawa kami anak-anaknya ke Susteran untuk berkunjung dan membeli pakaian Natal dengan almarhum Suster Martina SFIC.”
“Di Susteran itu, saya berjumpa dengan suster yang cantik dan ramah, yakni almarhum Sr. Theresia SFIC Keramahan dan kecantikan beliau sangat menarik hati saya pada saat itu. Maka dalam setiap permainan saat itu, saya dan teman-teman sering bermain suster-susteran.”
“Setelah menamatkan SD, saya lalu melanjutkan sekolah di SMPN 01 Bonti. Sewaktu SMP, ketertarikan menjadi seorang suster sudah tidak ada lagi. Apalagi di lingkungan tempat tinggal juga mayoritas saudara/i non katolik. Dalam tiga tahun itu, saya tidak pernah lagi berjumpa dengan suster. Tamat SMP, saya melanjutkan ke SMA Karya Kasih, Pusat Damai, serta tinggal di asrama.”
Nah, dengan tinggal di asrama inilah cita-cita awal itu lalu muncul kembali, tapi masih belum berani untuk mengungkapkannya. Maka, keterlibatan suster-suster baik di asrama seperti Sr. Wilhelmi SFIC maupun suster di biara yakni Sr. Ida SFIC dan kemudian dengan Sr. Konsolata SFIC.”
“Suster-suster inilah yang pada akhirnya memberi keberanian kepada saya untuk mewujudkan cita-cita saya sewaktu kecil. Dan pada akhirnya setelah tamat SMA, saya langsung menjadi aspiran SFIC di Asrama Pusat Damai. Demikianlah cerita singkat perjalanan panggilan saya. Memilih menjadi Suster SFIC karena ada cinta kasih dan hidup dalam persaudaraan.”
Sr. Lina Andriani SFIC
Ia mengadopsi motto kaul kekal dengan nas ini: “Ini aku, utuslah aku” (Yes. 6: 8).
Lahir di Sembawang Bacong tanggal 30 Oktober 1989, ia adalah anak pertama dari pasangan orangtua bernama Bapak Monaldus Dada dan Ny. Cerenia Ton. Ia punya saudara kandung tujuh orang. Keluarga ini berasal dari Paroki Pusat Damai, Sanggau Kapuas, Kalbar.
Ia menamatkan pendidikan dasarnya di SDN 7 di Raba (1995-2001), SMP Sugiyopanoto di Sanggau Kapuas (2001-2004), dan SMA Don Bosco di Sanggau Kapuas (2001–2007).
Perjalanan hidup bhakti sebagai calon suster biarawati SFIC dijalaninya dengan masuk Postulat SFIC tanggal 10 Juli 2007, masuk Novisiat tanggal 10 Juli 2008. Sebagai suster biarawati SFIC, ia mengucapkan kaul perdananya pada tanggal 3 Juli 2010 dan akhirnya kaul kekal pada tanggal 15 Juni 2017.
Sebagai suster SFIC, ia mengawali tugasnya dengan membantu mengurus asrama di Komunitas St. Annna Pahauman (2010-2011), di Komuitas Komunitas St. Fransiskus Xaverius Singkawang mengurus sekolah, di Komunitas St. Yoseph Pusat Damai dengan mengurus dapur (2014-2015), di Komunitas St. Anna Pahauman dengan mengurus sekolah (2015-2016), di Komunitas Maria Immaculata Darit dengan mengurus sekolah (2016-sekarang).
Didikan katolik
“Saya terlahir di keluarga katolik, dididik menurut ajaran dan tatacara katolik. Apa dan bagaimana seorang suster secara lahiriah sudah saya kenal sejak masa kecil, karena saya memiliki seorang anggota keluarga yang juga menjadi suster. Mungkin karena pernah melihat suster, maka keinginan untuk menjadi seorang suster pun sempat terbersit dalam benak saya ketika saya masih anak, dan itu merupakan jawaban saya apabila ada yang bertanya mau jadi apa setelah besar nanti.”
Jatuh cinta
“Seiring berjalannya waktu, saya tumbuh menjadi seorang gadis remaja yang berada dalam gelombang dunia dengan berbagai macam tawarannya yang menarik. Saya juga sudah mengenal dan pernah jatuh cinta. Karena itu, keinginan menjadi suster itu sempat hilang; bahkan untuk sekedar memikirkannya pun sudah tidak pernah lagi.”
“Meraih mimpi melalui Akademi Keperawatan adalah cita-cita saya masa itu. Saya ingin menjadi seorang perawat, karena dalam pikiran saya itu pekerjaan yang cukup ‘berkelas’ dan termasuk bidang yang tengah booming pada masa itu. Juga karena dari sekian banyak teman saya, mayoritas memilih melanjutkan pendidikan di Akademi Keperawatan. Saya pun juga ingin ke sana.”
Menolak keinginan ibu
“Ketika saya menyampaikan keinginan ini kepada orangtua yang waktu itu diwakili oleh ibu, ternyata ibu tidak setuju dan dia menginginkan saya bisa menjadi guru. Katanya waktu itu, alasannya adalah karena lapangan kerja perawat itu sangat terbatas hanya di RS dan itu pun hanya ada di kota. Sedangkan lapangan kerja untuk guru itu lebih luas dan banyak. Bahkan bisa di pedalaman juga, karena di situ juga pasti ada sekolah.”
“Hal itulah yang dikatakan ibu saat itu waktu. Karena keinginan saya dan keinginan orangtua tidak sejalan, maka dengan nada kecewa saya pun berkata: ‘Jadi suster jak lah kalau gitu’.”
“Kalimat spontan yang saya ucapkan pada hari itu ternyata malah mempengaruhi hati dan pikiran saya. Saya menjadi berpikir, karena keinginan itu pernah ada semasa saya masih sebagai anak dan ketika saya akan menentukan jalan hidup saya, keinginan itu tiba-tiba muncul lagi.”
“Saya menceritakan ini dengan tante saya, Sr. Vincentia dan beliau memperkenalkan saya dengan Sr. Yohana Waha yang merupakan animator panggilan pada waktu itu. Dari beliau, saya lalu mengenal apa dan bagaimana hidup seorang suster secara teori, melalui surat-suratnya. Selain dengan Sr. Yohana SFIC, saya juga kenal dengan para suster lain karena pernah berada dalam asuhan dan binaan suster-suster SFIC selama enam tahun mengenyam pendidikan di SMP dan SMA.”
“Ketika saya menyampaikan dengan serius keinginan saya kepada keluarga, tidak secara langsung, tetapi dengan perantaraan Lita, adik saya, untuk mengatakannya kepada orang tua, tidak ada tanggapan atau komentar yang cukup berarti dari orang tua saya.”
“Namun ketika saya meminta surat rekomendasi dari orang tua, Bapak saya mengatakan “pikirkan baik-baik, itu bukan hanya untuk satu tahun”. Hanya itu kalimat yang diucapkan, tapi menjadi kekuatan yang luar biasa, karena beliau sudah memberi kesempatan kepada saya untuk melihat kembali, tapi saya tetap memilih jalan ini.”
“Apa itu panggilan, secara gamblang saya tidak dapat menjelaskannya karena tetap menjadi misteri dalam hidup saya. Namun saya memahami, ketika ada keinginan dan itu ditanggapi maka itulah panggilan. Inilah sejarah singkat panggilan saya sebagai suster SFIC.”
Sr. Maria Seba SFIC
Saya mengambil motto sebagai berikut: “Tuhan yang memanggil kamu adalah setia, Ia juga akan menggenapinya.” (1 Tes 5:24)
Saya lahir di sebuah desa kecil bernama Lubuk Sabuk yang termasuk wilayah Paroki St. Paulus Balai Karangan, Kec. Sekayam, Kab. Sanggau. Kawasan ini termasuk Keuskupan Sanggau, Kalimantan Barat.
Tanggal kelahiran saya adalah pada 10 April 1985. Saya adalah anak kelima dari tujuh bersaudara dari pasangan orangtua Bapak Ageus Lemuden dan Ny. Yustina Gini.
Sebagai anak pedalaman, saya menyelesaikan pendidikan dasar di SD 09 Lubuk Sabuk (1993-1998), SMPN 01 Noyan (1998-2001), dan SMAN 01 Sekayam (2001-2004), dan sejak tahun 2014 hingga saat ini sebagai suster biarawati SFIC saya ditugaskan belajar studi program S-1 di Perguruan Tinggi Politeknik Tonggak Equator (POLTEQ) jurusan Business English and Management.
Sebagai calon suster biarawati SFIC, saya merintis jalan panggilan hidup bhakti dengan masuk menjadi seorang aspiran di Komunitas Susteran St. Elisabeth Rumah Sakit St. Vincentius Singkawang kurun waktu Januari- Juni 2007 dan kemudian masuk menjadi seorang postulant pada tanggal 10 Juli 2007. Resmi masuk Novisiat SFCI pada tanggal 10 Juli 2008 dan sebagai suster SFIC, saya mengucapkan kaul pertama diterima sebagai Novisiat SFIC tanggal 3 Juli 2010 dan akhirnya kaul kekal bersama tiga kolega suster SFIC tanggal 15 Juni 2017 lalu.
Sebagai suster SFIC, saya menjalankan tugas pengutusan antara di Komunitas Maria Immaculata Darit sebagai pembina asrama (2010-2011), bertugas di Apotik RS St. Vincentius Singkawang (2011-2014), bertugas di YPSM Pusat (Yayasan Pendidikan ) sebagai Admin yayasan dan studi khusus.
Berani memilih
“Tuhan yang memanggil kamu adalah setia”.
“Motto panggilan ini yang meneguhkan saya dalam melakoni perjalanan panjang untuk menjadi seorang religus ini sehingga saya berani memutuskan memilih DIA seumur hidup.”
“Saya menyadari bahwa saya tidak akan pernah mampu untuk setia seumur hidup, tetapi Allah yang telah memanggil adalah setia. Kesetiaan Tuhan adalah ‘garansi/jaminan’ kesetiaan saya. Rahmat kesetiaan Tuhan begitu kuat, sehingga saya yang kecil dan hina ini dibuat-Nya menjadi manusia yang setia.
“Memang kesetiaan mustahil bagi saya tetapi tidak bagi Allah. Memilih Allah seumur
hidup adalah keputusan yang indah bagi saya. Bersama Dia, saya aman, saya dicintai, saya diselamatkan dan apa pun yang berasal dari Allah akan tetap bertahan.
“Kini saatnya saya mohon doa restu dari Anda sekalian untuk tahap kehidupan saya selanjutnya khususnya untuk terus setia seumur hidup menjalani panggilan mulia sebagai suster SFIC. Amin.”