Kaya dan Miskin

0
606 views
Ilustrasi - Si Kaya dan Si Miskin. (Ist)

Puncta 09.03.23
Kamis Prapaskah II
Lukas 16: 19-31

KESENJANGAN hidup di tengah masyarakat nampak dari gaya hidup para pejabat. Kasus mantan pegawai pajak yang mempunyai harta kekayaan sampai milyaran rupiah sangat kontras dengan kondisi masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinan.

Di satu pihak para pejabat hidup bermewah-mewah, sementara di tempat lain rakyat kecil hidup sangat menderita.

Dari Detikfinance dicatat bahwa Jakarta masuk urutan ke-20 dari 25 daftar kota termahal dunia pada 2021. Kondisi antara si kaya dan si miskin sangat “jomplang” artinya jurang kesenjangan sosial makin tinggi.

Menurut data Badan Statistik Nasional, ratio gini di Jakarta ada di 0,400 di tahun 2020. Padahal ratio gini nasional adalah 0,385. Artinya kesenjangan sosial di Jakarta jauh lebih besar daripada rata-rata nasional.

Yang mengejutkan justru Yogyakarta berada di puncak dengan angka 0,459.

Untuk kita pahami, ratio gini adalah indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat ketimpangan pendapatan antar masyarakat di suatu negara atau suatu daerah.

Kalau angkanya semakin tinggi atau mendekati nilai 1, itu berarti ketimpangan di suatu daerah semakin tinggi.

Ketimpangan sosial akan berdampak pada kehidupan masyarakat; makin banyak pengangguran, kejahatan meningkat, daya beli masyarakat rendah, tingkat depresi dan stres makin tinggi. Hal ini harus menjadi keprihatinan semua pihak.

Dalam Injil digambarkan tingkat kesenjangan yang tinggi antara si kaya dan miskin dalam diri Lazarus.

Si kaya hidup dalam kemewahan, selalu memakai jubah ungu dan kain halus, setiap hari bersuka ria dalam kemewahan.

Sedang Lazarus si miskin hidup sebagai pengemis, badannya penuh dengan borok. Ia berbaring dekat pintu rumah orang kaya, Ia hanya bisa mengharapkan belas kasih dari orang kaya.

Tetapi malahan anjing-anjing menjilati boroknya.

Keadaan menjadi berbalik ketika mereka mati. Orang miskin itu berada dalam pangkuan Bapa Abraham dalam kemuliaan sedang si miskin mengalami derita yang kekal.

Orang kaya itu meminta bantuan Lasarus agar menyelamatkannya dari tempat penyiksaan itu.

Hal ini menunjukkan apa yang kita buat di dunia nanti juga akan terjadi di akerat. Apa yang tidak kita lakukan di dunia nanti pun tidak akan terjadi di kehidupan nanti.

Orang kaya itu semasa hidupnya tidak mau membantu Lasarus yang miskin. Kekayaannya hanya untuk dirinya sendiri.

Kekayaan bukan sesuatu yang buruk, jelek. Kita boleh menjadi kaya. Tetapi kita harus sadar bahwa kekayaan itu bersifat sosial.

Apa yang kita miliki adalah anugerah Tuhan. Anugerah itu harus dibagi untuk keselamatan orang lain juga.

Orang zaman ini sangat individualis. Mereka berpikir orang lain bukan urusan saya. Orang tidak mau peduli dengan keadaan di sekitarnya.

Kita harus ingat bahwa manusia itu makhluk sosial. Mari kita pupuk kesadaran sosial. Kita ingat sila ke lima dalam Pancasila; Keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia.

Jangan menyesal kalau nanti KPK menelisik harta kekayaan anda yang tidak jelas asal-usulnya dan menjeratnya dengan pasal pencucian uang. Lalu anda akan merengek-rengek minta bantuan Lasarus di surga sana.

Menikmati balet Ramayana di bulan purnama.
Di tribun hawanya dingin harus berselimut kain.
Orang disebut kaya bukan karena banyak harta,
Dia adalah orang yang mau berbagi dengan orang lain.

Cawas, mari kita berbagi…

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here