Keluarga Miskin Bersyukur karena Masih Bisa Berbagi

0
278 views
Ilustrasi - Berbagi kasih dengan sesama di masa pandemi Covid-19. (Ist)

BAPERAN-BAcaan PErmenungan HariAN.

Jumat, 18 Februari 2022.

Tema: Ketenangan hidup.

Bacaan.

  • Yak. 2: 14 – 24, 26.
  • Mrk. 8: 34 – 9: 1.

DARI penampilan memang sungguh tampak seperti orang biasa. Pakaian yang dikenakannya pun terkesan sudah lama.

Beberapa kali berbicara selama dua tahun ini, tidak pernah memakai baju baru. Kalau ke gereja memakai baju yang itu itu saja.

Penampilan seperti keluarga yang belum cukup.

Namun, keluarga ini rajin ke gereja. Aktif dalam komunitas. Tetap hadir dalam aneka kegiatan. Hadir mendukung dan lebih banyak diam. Tetangga pun mengenalnya sebagai keluarga yang biasa dan baik.

Tidak pernah ngerumpi seperti layaknya hidup dalam sebuah kampung yang padat.

Seandainya pun terlibat dalam pembicaraan santai di gang rumahnya, ia selalu hati-hati bicara dan lebih banyak diam. Tidak rewel. Tidak usil membicarakan kejelekan tetangga.

Suatu saat, saya datang berkunjung  ke rumah.

Rumahnya agak kecil. Berantakan. Mereka tinggal bersama dua anak dan tiga cucu. Suami kerja serabutan.

“Silakan masuk di gubuk kami,” sambut mereka.

Ia mengambil kursi plastik. Tidak ada ruang tamu. Ruang depan dipakai untuk  jualan.

Jualannya juga kecil-kecilan. Aneka snack untuk anak-anak, gula, teh, aneka kopi sasetan, dan mie instan.

Kebetulan semua anggota ada di rumah. Yang menarik semuanya berkumpul dan sebagian duduk di lantai. Kursi plastik pun hanya ada empat biji.

Selama pembicaraan selalu ada anak-anak kecil yang membeli snack. Beberapa anak utang. Dan itu dicatat di dalam sebuah buku.

“Apakah mereka seizin orangtua boleh mengambil snack dan kemudian berhutang?” tanyaku rikuh.

“Iya, Romo. Rata-rata orangtuanya sudah tahu. Biasanya akhir bulan baru akan dibayar,” jawab keluarga itu.

“Apakah pernah ribut? Mereka mengaku tidak membeli, tapi ada dalam catatan?”

“Namanya juga anak, Mo. Dianggap lunas aja.

“Tidak ditegurkah anaknya?”

“Gimana mau ditegur, Mo. Kasihan, mereka  ingin dan hidup ekonomi mereka lebih rendah dari kami. Anggap saja sebagai hadiah bagi mereka. Lagian, sekelas dengan cucu saya. Mereka biasa belajar bersama,” jawab bapak sepuh itu.

“Bagaimana bisa belajar. Mana tempatnya?”

“Ya, di sini. Di sekitar ruang ini atau di depan. Mereka belajar bersama dan minimal cucu saya dibantu untuk belajar. Akur kok mereka,” jelasnya.

“Bagaimana bisa hidup akur di sini?” tanyaku super kepo.

“Awalnya kami menyewa. Bapaknya bekerja kasar, serabutan. Tukang bangunan. Anak kerja, setamat SMA ikut bapaknya. Anak puteri saya kebetulan suka masak. Ia jual masakan dan diedarkan keliling dengan sepeda.

Tuhan itu baik Romo. Masakannya laku. Maka kami membuka warung kecil-kecilan.

Saya mengalami Tuhan baik. Kami bisa membeli rumah ini.

Semua dipermudah. Kami satu-satunya yang Katolik.

“Apa yang keluarga lakukan sehingga Tuhan mempermudah semua kesulitan. Bagaimana iman tetap terpelihara?”

Romo melihat setiap Minggu bapak ibu anak cucu semua ke gereja dan ambil peran dalam pelayanan.

“Romo kami sadar, masih banyak orang ekonominya di bawah kami. Maka ketika dia mengedarkan makanan, selalu ada satu bungkus untuk keluarga yang miskin, yang tidak punya apa-apa.

Semua jenis sayur dan masakan yang kami edarkan, ada satu bungkus kecil bagi yang lain. Cuma-cuma. Hanya itu yang kami perbuat.

Seandainya ada sayur yang tidak laku, kami berikan kepada orang-orang yang membutuhkan.

Hanya itu yang dapat kami buat dan syukuri. Kami tidah pernah kekurangan makanan. Selalu ada lauk pauk, walau sederhana.

Kami pun tidak pernah direcoki.

Mereka sangat baik. Kalau mereka punya hajatan, kami disuruh tutup dan membantu mereka.

Kami tidak punya banyak Romo. Tetapi di ‘bawah’ kami lebih banyak keluarga yang lebih memprihatinkan.

Kami selalu berdoa, mensyukuri setiap malam sambil menghitung untung.

Tiap pukul 03.00.pagi kami ke pasar,” kisahnya mengharu biru sungguh.

“Waduh…. hebat imannya. Inspiratif,” kataku meneguhkan.

“Itulah salib dan kehidupan kami, Romo.”

Saya ingat kata Yakobus, “Iman tanpa perbuatan adalah mati.” ay 26 a.

Dan Tuhan Yesus menguatkan, “Anak manusia pun tidak akan malu, apabila Ia datang kelak dalam kemuliaan Bapa-Nya, diiringi malaikat-malaikat Kudus.” ay 38.

Tuhan, ajari kami mensyukuri apa yang kami terima dari Kemurahan hati-Mu, setiap hari. Amin.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here