Kucing Kurap dan Efek Pygmalion

0
461 views
Ilustrasi - Pygmalion Effect (Shutterstock)

NAMANYA Jumirin. Pria paruh baya asal Wonogiri yang baru pensiun dari sebuah bank swasta nasional adalah tetangga dekat kami.

Yang menarik, pria berwajah dingin itu adalah penyayang kucing. Lebih jauh lagi, ia menyantuni banyak kucing kurap yang terlihat di sekitar rumahnya.

Kucing kurap?

Ya, kucing kurus yang penuh luka di sekujur tubuhnya. Penyakit yang disebabkan jamur microsporum canis dan sangat menular.

Ini menyebabkan kucing menderita. Bulunya rontok, suaranya nyaris tak terdengar. Dan yang paling menyedihkan, ia dijauhi teman-temannya. Karena kurap sangat menular.

Sederhana saja

Yang dilakukan Jumirin sederhana. Kucing kurap diberinya makan dan minum sekenyangnya.  Kadang disuguhkan pula susu cair yang dibelinya di warung sebelah. Perut mereka kenyang di tangan Jumirin.

Tak hanya itu. Pasien kucing kadang dibelainya.  Diajak bercakap-cakap laiknya manusia yang disayangnya.

Heran, seolah kucing-kucing itu memahami apa yang disampaikan tuan sekaligus dokternya itu.

Dua-tiga kali sehari kucing kurap menyambangi Jumirin. Kemudian, terapi standar diberikan ke mereka.

Ajaib, dalam waktu 2-3 pekan, kurap di tubuh kucing mulai menipis. Berangsur-angsur sembuh dan kucing sehat kembali. Badannya mulai berisi. Bulunya kembali mengkilap dan suara nyaring terdengar kembali. 

Jumirin berhasil menyembuhkan kucing kurap bukan dengan obat atau vitamin. Ia tak mengoleskan salep atau melumuri bedak di borok si kucing.

Yang dilakukannya adalah memberi kasih-sayang kepada sesama makhluk ciptaan Tuhan yang sedang menderita. Dan, kemudian, sang kucing mampu menyembuhkan dirinya sendiri.

Terapi seperti ini banyak terbukti kemanjurannya. Tak hanya bagi kucing kurap, tapi juga untuk makhluk Tuhan yang lain.

Mengajak bicara

Almarhum Eyang Harini Bambang Wahono, yang dikenal sebagai pejuang lingkungan tangguh dari Kampung Banjarsari, Cilandak Barat, Jakarta Selatan, semasa hidupnya sering mengobrol dengan tanaman anggrek di halaman rumahnya.

Perempuan perkasa yang di antaranya pernah menyabet Kalpataru (2001) dan Women of the Year (2003) pingin agar anggreknya rajin berbunga.

Anggrek yang “bandel”, sering “ditegur” keras, bahkan diancam. Sementara yang rajin, diberinya pujian dan elusan kasih sayang.

Herannya, seolah mereka patuh dan nurut terhadap ungkapan kasih-sayang pemiliknya. 

Mereka membalasnya dengan rajin berbunga.

Efek Pygmalion

Dalam dunia psikologi, apa yang dilakukan oleh Jumirin dan Eyang Harini disebut sebagai Efek Pygmalion.

Berawal dari sebuah legenda yang konon berasal dari Negeri Yunani, tentang seorang pematung jempolan. Namanya Pygmalion.

Suatu saat, ia kepingin membuat patung perempuan ayu buat dimilikinya sendiri.

Seluruh jiwa dan gairah tumpah seluruhnya dalam pembuatan patung yang digadang-gadangnya.

Mimpi Pygmalion menjadi kenyataan. Patung perempuan hasil karyanya sudah berdiri di kamar tidurnya. Wajahnya rupawan, badannya elok dan rambutnya mengurai sampai ke punggung. 

Singkat kata, patung itu persis plek seperti angan-angannya. Bisa dimaklumi, seluruh jiwa-raganya tumpah bersama si cantik-jelita.

Seluruh negeri mengagumi kecantikan patung hasil pahatan Pygmalion. Bahkan lama-kelamaan, sang pematung pun terkesima dengan karyanya.

Karena rasa kagum yang luar biasa, Pygmalion jatuh hati pada si molek.

Tak hanya itu, ia perlakukan si patung dengan sepenuh hati, seolah kekasih hatinya.

Diberikannya pakaian termahal, perhiasan berlian yang berkilau bahkan diajak berasyik-masyuk. Diajaknya sang patung bercengkerama berdua, layaknya seorang laki-laki terhadap kekasihnya.

Karena kasihnya yang besar, pengharapan yang tinggi, dan kepercayaan yang dalam, akhirnya Dewa Aphrodite berkenan mengabulkan permintaan Pygmalion.

Patungnya hidup dan menjadi manusia sebenarnya.

Cerita tentang Pygmalion, tentu bukan kisah nyata.

Itu khayalan belaka. Hanya untuk mengantar pesan bahwa apa saja yang dilakukan dengan kerja keras yang sungguh-sungguh, penuh kasih dan dukungan doa, maka yang tak mungkin menjadi mungkin, yang mustahil menjadi nyata, yang angan-angan menjadi kenyataan.

Untuk diri dan sesama

Pesan kedua dari kisah-kisah di atas adalah adanya peran lain dari manusia selain untuk dirinya.

Manusia juga berfungsi untuk kemaslahatan sesama dan ciptaan-Nya yang lain. Bisa binatang, tumbuh-tumbuhan dan seluruh alam beserta isinya.  

Sebagai epilog dari tulisan ini, izinkan saya menutupnya dengan cerita nyata tentang seorang tokoh sufi dari Persia, pada abad ke 13. Namanya Jalāl ad-Dīn Muhammad Rūmī.

Suatu saat, beliau berjumpa dengan seorang pengemis miskin, yang cacat. Susah berjalan, hanya mampu duduk di pinggir jalan, sambil menghiba mereka yang lalu-lalang di depannya.

Tergerak hati Rumi akan belas kasihan dan mengadu kepada Tuhan.

“Ya Tuhan sembahanku, bukankah Engkau Yang Maha Kuasa?

Bukankah Engkau Yang Maha Kasih?

Bukankah Engkau Yang Maha Adil?

Mengapa Engkau diamkan saja hamba-Mu hidup menderita seperti itu?

Lakukan sesuatu agar dia terbebas dari penderitaannya”. 

Dengan suara yang hampir tak terdengar, Tuhan berbisik langsung ke hati sang sufi.

“Aku telah berbuat sesuatu. Kuciptakan dirimu untuk mereka yang seperti itu”.

Rumi terdiam, tak tahu apa yang harus dilakukan.

Manusia sering tak menyadari bahwa dia diciptakan oleh-Nya bukan hanya untuk dirinya saja. Melainkan juga untuk saling memberi dan mengasihi. Kepada sesamanya, dan alam beserta seluruh isi ciptaan-Nya.

@pmsusbandono

27 Juni 2022

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here