Jumat. Pekan Biasa XXI (H)
- 1 Thes 4: 1-8
- Mzm. 97:1.2b.5-6.10.11-12
- Mat. 25:1-13
Lectio
1 “Pada waktu itu hal Kerajaan Surga seumpama sepuluh gadis, yang mengambil pelitanya dan pergi menyongsong mempelai laki-laki. 2 Lima di antaranya bodoh dan lima bijaksana. 3 Gadis-gadis yang bodoh itu membawa pelitanya, tetapi tidak membawa minyak, 4 sedangkan gadis-gadis yang bijaksana itu membawa pelitanya dan juga minyak dalam buli-buli mereka.
5 Tetapi karena mempelai itu lama tidak datang-datang juga, mengantuklah mereka semua lalu tertidur. 6 Waktu tengah malam terdengarlah suara orang berseru: Mempelai datang! Songsonglah dia! 7 Gadis-gadis itu pun bangun semuanya lalu membereskan pelita mereka.
8 Gadis-gadis yang bodoh berkata kepada gadis-gadis yang bijaksana: Berikanlah kami sedikit dari minyakmu itu, sebab pelita kami hampir padam. 9 Tetapi jawab gadis-gadis yang bijaksana itu: Tidak, nanti tidak cukup untuk kami dan untuk kamu. Lebih baik kamu pergi kepada penjual minyak dan beli di situ.
10 Akan tetapi, waktu mereka sedang pergi untuk membelinya, datanglah mempelai itu dan mereka yang telah siap sedia masuk bersama-sama dengan dia ke ruang perjamuan kawin, lalu pintu ditutup. 11 Kemudian datang juga gadis-gadis yang lain itu dan berkata: Tuan, tuan, bukakanlah kami pintu!
12 Tetapi ia menjawab: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya aku tidak mengenal kamu. 13 Karena itu, berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu akan hari maupun akan saatnya.”
Meditatio-Exegese
Pada waktu itu hal Kerajaan Surga seumpama sepuluh gadis
Menggunakan adat istiadat lokal, Yesus mengingatkan tiap pribadi untuk bersiap menyambut kedatangan-Nya dalam bentuk seruan bernada positif: sepuluh orang gadis dan talenta. Ungkapan pada waktu itu mengacu pada kedatangan-Nya yang kedua dan pengadilan yang mengikutinya.
Angka sepuluh yang digunakan dalam perumpamaan ini bermakna pada jumlah yang sangat banyak, misalnya: penipuan Laban terhadap Yakub (Kej. 31:7); jumlah pembangkangan atau pencobaan umat pada Allah (Bil. 14:22); jumlah hamba dan uang mina (Luk. 19:13).
Rangkaian tata cara perkawinan lokal di Palestina saat itu mengatur jadwal berjaga-jaga dan persiapan agar tiap orang dapat ambil bagian dalam sukacita bersama mempelai. Mempelai laki-laki dan perempuan tidak pergi berbulan madu.
Mereka bersukacita bersama sanak saudara dan tetangga selama sepekan, seperti di Kana (Yoh. 2:1-11). Mempelai laki-laki yang diiringi para sahabatnya datang ke rumah mempelai perempuan sesuka hatinya. Ia datang untuk menjemput mempelai perempuan dan dibawa ke rumah baru.
Biasanya rombongan mempelai laki-laki mengambil jalan yang lebih panjang agar lebih banyak tetangga, kenalan dan siapa pun dapat ikut serta dalam perarakan itu. Ketika sampai di rumah mempelai perempuan, pintu ditutup dan yang datang terlambat tak diijinkan masuk.
Jika mempelai laki-laki menghendaki penjemputan di malam hari, lampu minyak diperlukan untuk menerangi jalan yang sempit, sukar dan gelap. Tak seorang pun diizinkan berjalan di jalan-jalan desa tanpa membawa pelita.
Santo Matius menggunakan kata παρθενος, parthenos, gadis, sama dengan kata yang digunakan untuk Ibu Maria dalam Mat. 1:23 dan Yes. 7:14 (Septuaginta).
Para gadis itu menunggu mempelai laki-laki untuk mengikuti perarakan ke rumah baru mempelai itu dan ambil bagian dalam pesta perkawinan.
Kata γαμους, gamous digunakan untuk pesta perkawinan dan Pesta Perkawinan Anak Domba di akhir jaman (Mat. 22:2-10; Why. 19:7-9).
Dalam tradisi para rasul, Kristus adalah Sang Mempelai laki-laki yang dinanti-nantikan kedatangan-Nya oleh Gereja, Mempelai perempuan yang setia (bdk. Mat. 9:15; Yoh. 3:29; 2Kor. 11:2; Ef. 5:21-33; Why. 21:2.9; 22:17).
Sesungguhnya aku tidak mengenal kamu
Kedatangan mempelai laki-laki tidak sesuai harapan. Ia datang terlambat atau terlalu larut malam, tidak seperti apa yang diharapkan orang-orang yang menantikannya.
Padahal, sang mempelai itu sendirilah yang menentukan kapan saat yang tepat. Maka, sementara menunggu, pelita-pelita itu makin meredup, karena minyak bakar makin habis, bahkan habis sama sekali.
Tiba-tiba, seorang penjaga berseru (Mat. 25:6), “Mempelai datang! Songsonglah dia.”, Ecce sponsus. Exite obviam ei.
Seluruh rombongan yang menunggunya bangun dari tidur. Masing-masing membereskan pelita. Lima orang gadis menambahkan minyak pada pelita yang hampir padam.
Lima orang gadis melambangkan komunitas dan masing-masing anggota jemaat Kristiani yang bijaksana dan tekun berjaga-jaga. Mereka menantikan dan mempersiapkan diri menyambut kedatangan Kristus, parousia.
Sedangkan separoh yang lain tidak mempersiapkan dengan baik. Maka, mereka yang mempersiapkan dengan serampangan, pasti, ditolak masuk ke dalam perjamuan bersama Sang Mempelai Laki-laki.
Pintu ditutup dan dikunci. Rupanya Yesus mengulangi perumpamaan tentang tamu yang tidak mempersiapkan pakaian pesta (Mat. 22:11-14). Pintu yang ditutup dan tidak dibuka mengingatkan akan pintu bahtera Nuh (Kej. 7:16).
Pintu itu melambangkan pintu Kerajaan Surga. Pintu pasti ditutup untuk mereka yang tidak mempersiapkan diri untuk hadir dalam perjamuan Anak Domba dan Mempelai Perempuan, Gereja-Nya yang satu, kudus, katolik, dan apostolik.
Pintu ditutup ketika kelima gadis yang tidak bijaksana pergi mencari minyak. Saat kembali, mereka berseru-seru, “Tuan, tuan, bukakanlah kami pintu.”
Yesus mengingatkan akan sabdaNya, “Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu, dan mengadakan banyak mujizat demi nama-Mu juga?
Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan.” (Mat. 7:21-23).
Yesus menolak masuk siapa pun yang tidak mempunyai niat, komitmen, dan kasih setia untuk mengenal-Nya. Dalam tradisi Kitab Suci kata ‘mengenal’ selalu mengacu pada makna relasi yang intim, seperti relasi suami-istri atau kesetiaan pada perjanjian dengan Tuhan.
Untuk selalu dikenal Yesus Kristus, Sang Mempelai Laki-laki, setiap orang Kristen harus “berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu akan hari maupun akan saatnya”.
Santo Paulus memaknai berjaga-jaga dalam pesannya kepada jemaat Tesalonika (2Tes. 3:13): “Dan kamu, saudara-saudara, janganlah jemu-jemu berbuat apa yang baik.”, vos autem fratres nolite deficere benefacientes.
Dengan cara ini setiap orang menjadi bijaksana dan siap menyongsong kedatangan Sang Mempelai, Kristus Yesus.
Katekese
Kerajaan Allah seumpama sepuluh orang gadis. Santo Hilarius dari Poitiers, 315-367:
“Seluluruh cerita mengisahkan tentang hari besar Tuhan, ketika seluruh hal yang tersembunyi dari pikiran manusia akan disingkapkan melalui pemahaman kita tentang pengadilan terakhir. Kemudian iman yang benar pada kedatangan Tuhan akan memperoleh ganjaran yang adil, karena harapan yang tak tergoncangkan.
Dalam diri lima gadis bijaksana dan lima gadis bodoh (Mat. 25:2) terjadi pemisahan mutlak antara kaum beriman dan tidak beriman…
Gadis yang bijaksana adalah mereka yang, memanfaatkan waktu yang tersedia bagi mereka, mempersiapkan diri sejak penetapan kedatangan Tuhan.
Tetapi yang bodoh adalah mereka yang abai dan lalai. Mereka menyusahkan diri sendiri hanya dengan benda-benda yang bersifat sementara; melupakan Sabda Allah; dan tidak mengarahkan seluruh daya upaya untuk harapan akan kebangkitan badan.” (Commentary on Matthew 27.3,5)
Oratio-Missio
Tuhan, buatlah aku selalu berjaga-jaga dan siap sedia mendengarkan seruan-Mu, sehingga aku selalu bergegas menyongsong panggilanMu.
Semoga Engkau mendapatiku selalu hadir di hadiratMu dan bersuka cita melakukan kehendakMu. Amin.
- Apa yang harus aku lakukan untuk menyongsong Sang Mempelai?
Vigilate itaque, quia nescitis diem neque horam – Matthaeum 25:13