Lectio Divina 05.09.2020 – Tuhan Atas Hari Sabat

0
485 views
Ilustrasi - Tuhan berkuasa atas Hari Sabat (Ist)

Sabtu (H/P)  

  • 1Kor. 4:6b-15
  • Mzm. 145:17-18,19-20,21
  • Luk. 6:1-5

Lectio

1 Pada suatu hari Sabat, ketika Yesus berjalan di ladang gandum, murid-murid-Nya memetik bulir gandum dan memakannya, sementara mereka menggisarnya dengan tangannya. 2 Tetapi beberapa orang Farisi berkata: “Mengapa kamu berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan pada hari Sabat?”

3  Lalu Yesus menjawab mereka: “Tidakkah kamu baca apa yang dilakukan oleh Daud, ketika ia dan mereka yang mengikutinya lapar, 4 bagaimana ia masuk ke dalam Rumah Allah dan mengambil roti sajian, lalu memakannya dan memberikannya kepada pengikut-pengikutnya, padahal roti itu tidak boleh dimakan kecuali oleh imam-imam?” 5 Kata Yesus lagi kepada mereka: “Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat.”

Luk. 6:1-5

Tidakkah kamu baca

Daftar kecaman kaum Farisi:

  • “Siapakah orang yang menghujat Allah ini? Siapa yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah sendiri?” (Luk. 5:21);
  • Mengapa Ia makan bersama pemungut cukai dan para pendosa (Luk. 5:30);
  • Mengapa para murid Yesus tidak berpuasa? (Luk. 5:33) dan;
  • Mengapa Engkau melakukan apa yang dilarang pada hari Sabbat (Luk. 6:1).

Tuduhan para Farisi sangat berat dan beralasan kuat. Paling tidak terdapat dua pelanggaran berat yang dituduhkan.

Pertama, mereka memetik gandum di ladang orang, karena itu mereka bisa dituduh dengan tindakan pencurian (Ul. 23:26). Selanjutnya, tindakan mereka dilakukan pada hari Sabat (Kel. 20:9-11; 23:12; 31:12-17; 34:21; 35:1-3; Im. 19:3; 23:3; Ul 5:12-17).

Memetik gandum dengan sabit memang dilarang dilakukan di hari Sabat bersamaan dengan 38 jenis pekerjaan, seperti diatur dalam Mishnah Tractate Shabbat 7:2.

Hari Sabat memang disisihkan dari hari-hari lain dalam satu minggu untuk beristirahat dan, terutama, untuk memuliakan Allah. Selama hari ini seluruh anggota keluarga, hewan dan orang asing yang tinggal dalam keluarga dilarang melakukan pekerjaan apapun, termasuk panen (Kel. 34:12).

Para Farisi menganggap memetik bulir gandum sama dengan memanen dengan sabit.

Para murid diijinkan memetik gandum pada hari Sabat dengan tangan bila mereka lapar (Ul. 23:25a). Tangan tidak digunakan untuk melakukan kegiatan yang dilarang, karena kedua tangan hanya digunakan untuk memetik dan memisahkan gandum dari sekam. Yang dilarang adalah memegang sabit dan mengayunkan tangan bersabit ke arah tanaman gandum atau memanen milik orang lain yang disetarakan dengan pencurian (Ul. 23:25b).

Jadi, para murid tidak melakukan pelanggaran hukum kerja di hari yang disucikan bagi Allah.

Di samping melihat fakta bahwa para murid tidak melanggar hukum agama, Yesus menanggapi dengan cara mengingatkan mereka akan Daud, raja yang mereka puja dan pelanggar hukum Sabat yang mereka hormati, ketika ia mengambil roti persembahan dari Bait Allah dan memberikannya kepada para prajuritnya karena kelaparan (1 Sam. 21:2-7).

Sabda-Nya, “Tidakkah kamu baca apa yang dilakukan oleh Daud, ketika ia dan mereka yang mengikutinya lapar, bagaimana ia masuk ke dalam Rumah Allah dan mengambil roti sajian, lalu memakannya dan memberikannya kepada pengikut-pengikutnya, padahal roti itu tidak boleh dimakan kecuali oleh imam-imam?” (Luk 6:3-4). Saat Ia bersabda, “Tidakkah kamu baca”, Nec hoc legistis, Ia bertanya akan pemahaman mereka tentang Kitab Suci.

Kitab Keluaran 25:23-30 dan Imamat 24:5-9 mengatur di dalam Kemah Pertemuan harus diletakkan meja kayu penaga yang disalut dengan emas murni dengan dua belas piring emas untuk meletakkan dua belas roti bundar, yang disebut ‘Roti Persembahan’. Setiap hari Sabat roti itu diganti dan diletakkan di piring yang tersedia sebagai persembahan bagi Allah.

Hanya para imam diijinkan makan roti seminggu setelah dipersembah dan diganti dengan roti baru (Im. 24:8). Di meja harus tersedia tempat menaruh kemenyan murni yang ditaburkan pada roti yang disajikan. Anggur harus dituangkan dari kendi ke piala yang harus diletakkan di meja. Hanya Harun dan keturunannya diijinkan memasuki bagian yang mahakudus.  

Setelah Kemah Suci di Silo hancur (1Sam. 1:9; Yer. 7:12.14; 26:6.9), Kemah Suci lain didirikan di Nob, sebelah utara Yerusalem. Nabi Yesaya menyebutkan bahwa Nob merupakan tempat terdekat dan dengan mata telanjang terlihat dari Yerusalem (Yes. 10:32).

Dari kisah sejarah, Ahimelekh, cicit Imam Besar Eli dan anak Imam Besar Ahia (1Sam. 14:3; 1Sam. 22:8, 11-12, 20) menggantikan kedudukan ayahnya sebagai Imam Besar. Saat diminta Daud, imam itu memberikan roti persembaan yang sudah masanya diganti dengan yang baru di hari Sabat (1Sam. 21:2-7).

Namun, sang imam mengingatkan agar Daud dan seluruh prajurit yang kelaparan harus mentahirkan diri dan menjaga diri dari perempuan (bdk. Im. 15:8; Ul. 23:10).

Cara Yesus menanggapi dengan mengisahkan ulang kisah Daud memporak-porandakan bangunan argumentasi kaum Farisi. Yesus memberikan landasan alkitabiah yang tak terbantahkan.

Sedangkan dalam narasi Matius, Ia menambahkan landasan yang memberikan kewenangan bagi para imam untuk bekerja di hari Sabat dan mengutip sabda Allah melalui Nabi Hosea (Hos. 6:6; bdk. Mat. 12:1-8), “Yang Kukehendaki ialah belas kasihan, dan bukan persembahan.”, quia caritatem volo et non sacrificium.

Yesus menyimpulkan bahwa Ia adalah Tuhan atas hari Sabat. Ia mengajak orang Farisi untuk kembali merenungkan fungsi-fungsi hakiki ditetapkannya peraturan Sabat – mengenang kisah penciptaan dan pembebasan, beristirahat, menjalin relasi dengan keluarga dan tetangga. Itulah yang tidak mereka baca.

Jemaat Perjanjian Baru sudah tidak lagi merayakan Sabat. Yang dirayakan adalah hari pertama minggu itu, yakni merayakan penciptaan baru, ketika mengenangkan sengsara, wafat dan kebangkitan Kristus di hari Minggu.

Maka, Gereja mengajarkan, “Orang-orang Kristen menjaga kekudusan hari Minggu dan hari-hari wajib dengan berpartisipasi pada Ekaristi, serta menghindari kegiatan-kegiatan yang menghalangi ibadah kepada Allah dan mengganggu sukacita hari Allah itu atau relaksasi yang dibutuhkan oleh badan dan jiwa.

Kegiatan-kegiatan yang  diperbolehkan pada hari Sabat adalah kegiatan yang berhubungan dengan kebutuhan keluarga atau pelayanan sosial yang penting, asalkan tidak  mengarah kepada kebiasaan yang merugikan kekudusan hari Minggu, hidup keluarga, dan kesehatan”  (dikutip dari Kompendium Katekismus Gereja Katolik, 453; Katekismus Gereja Katolik, 2177-2185; 2192-2193)

Pada saat Yesus hidup di Palestina, Kitab Suci yang ditulis tangan hanya tersedia di sinagoga. Kalau pun ada, sangatlah sedikit keluarga yang memiliki gulungan Kitab Suci di rumah. Dan dalam perikop ini Santo Lukas memnyingkapkan pemahaman mendalam Yesus akan sabda Allah dalam Kitab Suci.

Ini berarti bahwa di sinagoga Nazaret, selama kurun waktu 30 tahun Yesus secara intensif ambil bagian dalam hidup  keseharian bersama kerabat dan tetangga, seperti: ibadat, belajar dan membaca Kitab Suci pada hari Sabat.   

Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat

Yesus menyingkapkan kuasa ilahiNya untuk menentukan apakah ada pelanggaran terhadap Hukum Taurat atau tidak. 

Santo Matius menyingkapkan dengan cara berbeda dengan ungkapan (Mat 12:6), “Di sini ada yang melebihi Bait Allah.”, templo maior est hic, dengan mengacu pada diri-Nya sendiri dan tugas pengutusan-Nya.

Dengan kata lain, Allah menetapkan bahwa para imam tidak melakukan pelanggaran atas hukum Sabat, sama seperti Yesus menentukan bahwa para murid tidak melanggar hukum itu atas perbuatan memetik bulir gandum karena lapar pada hari Sabat.

Hukum Sabat melarang penyembelihan binatang (bdk. Mishnah Tractate Shabbat 7:2); dan ternyata para imam dikecualikan saat mereka menyembelih hewan korban di Bait Allah.

Pada Perjanjian Lama para imam diijinkan makan ‘Roti Persembahan’. Daud pun dengan syarat tertentu diijinkan oleh imam makan roti itu.

Dalam  Perjanjian Baru, dalam Kerajaan-Nya,  Yesus mendirikan jemaat yang terdiri dari pria dan wanita dalam keadaan kudus seperti Daud dan para prajuritnya.

Ia serta para murid-Nya diijinkan untuk makan ‘Roti Ekaristi’, tubuh dan darah Tuhan sendiri. Maka, kisah Daud dan para prajuritnya yang makan roti persembahan menjadi pralambang perjamuan Perjanjian Baru.

Katekese

Tangan yang lumpuh – budi yang lumpuh. Santo Athanasius dari Alexandria, 295-373 :

“Di sinagoga umat Yahudi hadir seorang laki-laki yang menderita kelumpuhan tangan. Jika ia mengalami kelumpuhan di tangan, orang lain yang berdiri di dekatnya menderita kelumpuhan jiwa. Dan mereka tidak memperhatikan orang yang lumpuh atau mengharapkan karya agung yang hendak dilakukan oleh Dia yang sedang bersiap melakukannya. Tetapi sebelum melakukan karya agung itu, Sang Juruselamat mengolah jiwa mereka dengan sabda-Nya.

Karena mengenali kejahatan yang bersembunyi di pikiran mereka dan sanubari mereka, Ia pertama-tama melunakkan hati mereka lebih dahulu dengan sabdaNya agar dapat menjinakkan akal budi mereka yang liar; maka Ia bertanya, ”Manakah yang diperbolehkan pada hari Sabat, berbuat baik atau berbuat jahat, menyelamatkan nyawa orang atau membinasakannya?”

Karena, jika Ia berkata kepada mereka, “Apakah diperbolehkan bekerja?” segera mereka menjawab, “Kamu berbicara melawan hukum.”

Maka Ia mengatakan pada mereka apa yang dikehendaki hukum, sebab Ia bersabda sebagai Dia yang menetapkan hukum termasuk hukum Sabat, dan menambahkan, ‘kecuali ini : apa yang harus dilakukan untuk mempertahankan hidup’.

Sekali lagi, jika seseorang jatuh ke dalam lobang pada hari Sabat, orang Yahudi diijinkan untuk menarik keluar orang itu (Mat. 12:11). Hukum ini tidak hanya diterapkan pada manusia, tetapi juga pada hewan, termasuk lembu atau keledai. 

Dengan cara ini hukum berkesesuaian dengan hal-hal yang terkait dengan usaha yang perlu dilakukan untuk menopang hidup; maka orang Yahudi mempersiapkan makanan di hari Sabat.

Kemudian Ia bertanya tentangn hal yang hampir tak mungkin mereka tak setuju : “Apakah diperbolehkan untuk berbuat baik” (Mat. 3:4; Luk. 6:9). Tetapi mereka hampir-hampir tidak menjawab tegas, ‘Ya’, karena jika demikian, mereka tidak bersikap bijaksana” (dikutip dari Homilies 28).

Oratio-Missio

  • Tuhan, Engkau menyegarkan kami dengan kehadiranMu dan Engkau memelihara hidup kami dengan menganugerahkan sabdaMu. Tuntunlah aku untuk melakukan kebaikan bagi sesamaku, meringankan beban mereka, khususnya mereka yang kekurangan kebutuhan dasar. Amin.     
  • Apa yang perlu aku lakukan untuk selalu berbuat baik?

et dicebat illis, “Quia Dominus est Filius hominis, etiam sabbati”  – Lucam 6:5  

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here