Lectio Divina 16.11.2021 – Menjumpai Pendosa dan Terbuang

0
267 views
Ilustrasi: Hari ini Aku akan singgah ke rumahmu by Vatican News.

Selasa. Pekan Biasa XXXIII (H)

  • 2Mak. 6:18-31
  • Mzm. 3:2-7
  • Luk. 19:1-10

Lectio

1 Yesus masuk ke kota Yerikho dan berjalan terus melintasi kota itu. 2 Di situ ada seorang bernama Zakheus, kepala pemungut cukai, dan ia seorang yang kaya. 3 Ia berusaha untuk melihat orang apakah Yesus itu, tetapi ia tidak berhasil karena orang banyak, sebab badannya pendek.

4 Maka berlarilah ia mendahului orang banyak, lalu memanjat pohon ara untuk melihat Yesus, yang akan lewat di situ. 5 Ketika Yesus sampai ke tempat itu, Ia melihat ke atas dan berkata: “Zakheus, segeralah turun, sebab hari ini Aku harus menumpang di rumahmu.”

6 Lalu Zakheus segera turun dan menerima Yesus dengan sukacita. 7 Tetapi semua orang yang melihat hal itu bersungut-sungut, katanya: “Ia menumpang di rumah orang berdosa.” 8 Tetapi Zakheus berdiri dan berkata kepada Tuhan: “Tuhan, setengah dari milikku akan kuberikan kepada orang miskin dan sekiranya ada sesuatu yang kuperas dari seseorang akan kukembalikan empat kali lipat.”

9 Kata Yesus kepadanya: “Hari ini telah terjadi keselamatan kepada rumah ini, karena orang inipun anak Abraham. 10 Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang.”

Meditatio-Exegese

Hari ini Aku harus menumpang di rumahmu

Seandainya Yesus menemui anda di jalan dan berkata, “Hari ini Aku harus mampir ke rumahmu.” Perasaan apa yang berkecamuk:  suka cita, sedih, jengkel, terkejut, galau, ragu, tak percaya atau …?

Sering Ia ‘mampir” pada waktu yang tak diduga-duga. Dan, sayang, sering anda dan saya tidak mengenali-Nya.

Sering Ia menjumpai ‘orang yang tidak diharapkan’ seperi: orang buta, lumpuh, sakit, bahkan, pelacur dan pemunungut cukai. Zakheus, kepala pemungut cukai, disingkirkan dan diperlakukan seperti pendosa. Ia diyakini mengumpulkan kekayaan dari jerih payah orang lain dan memeras rakyat, khususnya yang miskin.

Menggambarkan kekayaan yang seolah tak terbatas, Santo Lukas menggunakan ungkapan πλουσιος, plousios, memiliki harta berlebihan dan diperoleh melalui pemaksaan atau perampasan.

Wajar bila Zakheus dibenci banyak orang sebangsanya.

Namun, saat mendengar kabar kedatangan Yesus di Yerikho, Zakeus, yang pendek itu, menanggalkan kebanggaan diri.

Tanpa kenal malu, ia memanjat pohon ara hanya untuk melihat sosok Yesus. Berjumpa dengan-Nya selalu dimulai dengan kerendahan hati dan menanggalkan kesombongan diri.

Mengapa Yesus sudi mengunjungi orang yang dibenci seluruh Israel? Sama seperti Bertimeus, Zakheus lebih membutuhkan belas kasih dan pengampunan. Dalam perjumpaan dengan Yesus, Zakheus memperoleh jauh lebih dari yang ia bayangkan.

Perjumpaan itu mengubah seluruh hidupnya, μετανοια, metanoia. Wujud pertobatannya adalah keputusan dan tindakan nyata, bukan sekedar upacara keagamaan.

Ia membagikan 50% kekayaannya  untuk kaum miskin dan mengganti kerugian empat kali lipat atas pemerasan yang dilakukan (Luk. 19: 8).

Inilah pertobatan sejati yang dirasakan sebagai suka cita, bukan hanya oleh Zakheus, tetapi juga seluruh jemaat.

Zakheus adalah anak Abraham, orang yang mengimani Allah yang berbelas kasih dan penuh kerahiman.

Sabda-Nya (Luk. 19:9), “Hari ini telah terjadi keselamatan kepada rumah ini, karena orang inipun anak Abraham”, Hodie salus domui huic facta est, eo quod et ipse filius sit Abrahae.

Zakheus segera turun dan menerima Yesus dengan sukacita

Santo Augustinus dari Hippo, 354-430, mendesak para murid Tuhan untuk memanjat pohon ara seperti Zakheus agar kita melihat Yesus dan memeluk salib-Nya dalam kehidupan sehari-hari. Anak laki-laki Santa Monika, menulis:  

“Zakheus lari menjauh dari kerumuman dan memanjat pohon. Ia melihat Yesus tanpa terhalangi oleh kerumunan itu. Mereka mentertawakan orang yang dianggap rendah itu, bagi orang yang menghayati jalan kerendahan hati, yang meninggalkan jalan yang salah menderita dalam tangan-Nya dan tidak bergeming di hadapan para musuh.  

Orang banyak mentertawai mereka yang dianggap rendah dan berkata, “Kalian orang malang, tanpa harapan, kalian bahkan tak mampu menolong diri sendiri, enjahlah dengan seluruh kekayaanmu.”

Orang banyak itu menghalang-halangi dan mencegah Yesus agar tak dilihatnya. Mereka membanggakan dan  mengerumuni mana kala mereka dapat memperoleh kembali milik mereka.

Mereka menghalangi penglihatan pada Dia yang berkata saat tergantung di salib, Bapa, ampunilah mereka, karena mereka tidak tahu apa yang mereka lakukan…

Ia mengabaikan kerumunan orang banyak, dan memanjat pohon ara, pohon ‘yang tak bernilai’.

Seperti seorang rasul berkata, “Kami mewartakan Kristus yang disalib, sebuah batu sandungan bagi orang Yahudi, [nah perhatikan pohon ara itu] tetapi menjadi kebodohan bagi bangsa lain.”

Akhirnya, orang bijaksana bagi dunia mentertawai kita atas salib Kristus dan berkata, “Kegilaan macam apa yang ada di benak orang yang menyembah Allah yang disalib?”

Kegilan apa yang kita miliki? 

Kegilaan itu pasti bukan seperti yang ada dalam benak kita. “Kebijaksanaan dari dunia ini adalah kebodohan bagi Allah.”

Tidak, kita tidak memiliki kegilaan. Kalian menyebut pikiran kami bodoh. Katakan apa yang kalian suka.

Tapi bagi kami, marilah kita memanjat pohon ara dan melihat Yesus. Alasan bahwa kalian tidak dapat melihat Yesus adalah bahwa kalian malu untuk memanjat pohon ara itu.   

Biarkan Zakheus memegang pohon ara itu, dan biarkan orang yang rendah hati memanjat salib.

Inilah pekerjaan cukup sederhana, hanya memanjatnya. Kita harus tidak menjadi malu karena salib Kristus. 

Namun, kita harus mengubah cara pikir kita, karena dalam pikiran itulah terletak sumber rasa malu itu.

Karena di dalam diri kita juga menunjukkan peri hidup yang kasar, kita harus dengan tekun dan bertekat kuat memperbaiki seluruh kekasaran.

Karena alasan itulah, saya bersuka cita atas pohon ara, dan walaupun hina, mampu membantu saya melihat Yesus.

Kamu dapat bersuka cita juga atas pohon itu, karena kamu dianggap bodoh, tetapi  “kebodohan bagi Allah adalah lebih bijaksana dari pada manusia yang bijaksana.” (dikutip dari Sermon 174.3.)

Katekese

Menjumpai Kristus. Santo Cyrilus dari Alexandria, 376-444:

“Mari kita tinjau bagaimana cara Zakheus bertobat. Ia berkeinginan untuk berjumpa dengan Yesus. Maka, ia memanjat pohon ara. Dengan cara ini benih keselamatan tumbuh dalam dirinya.

Kristus mengetahui hal ini melalui mata batin ilahi-Nya. Menengadah ke atas pohon, Ia juga memandang Zakheus dengan pandangan mata kemanusiaan.

Dan karena tugas perutusan-Nya adalah agar semua diselamatkan, Ia merentangkan kelembutan hati pada pemungut cukai itu.

Untuk membesarkan hatinya, Ia bersabda, “Segeralah turun”. Zakheus mencari untuk bertemu dengan Kristus; namun orang banyak menghalanginya.

Sebenarnya, bukan itu penghalangnya, tetapi dosa-dosanya. Ia bertubuh pendek, tetapi bukan melulu dipandang dari ukuran tubuhnya, tetapi juga dari hidup rohaninya.

Ia tidak dapat menjumpai Yesus jika ia tidak ada di ketinggian dan memanjat pohon ara di dekat jalan yang akan dilintasi  Kristus.

Kisah ini memuat sebuah teka-teki. Tidak ada cara lain agar seseorang dapat berjumpa dengan Kristus dan percaya kepada-Nya jika ia tidak memanjat pohon ara, menolak segala bentuk percabulan, mengabaikan segala yang tidak suci, dan sebagainya.” (Commentary On Luke, Homily 127)

Oratio-Missio

Tuhan, datanglah dan tinggallah bersamaku. Penuhilah hatiku dengan damai-Mu, rumahku dengan kehadiran-Mu, dan hatiku dengan pujian bagi-Mu.

Jadikanlah aku alat-Mu untuk menyalurkan kebaikan hati-Mu, belas kasih-Mu dan kerahiman-Mu bagi semua orang, terutama mereka yang kurang suka padaku. Amin.

  • Apa yang perlu kita lakukan untuk melihat Yesus?

Hodie salus domui huic facta est, eo quod et ipse filius sit Abrahae – Lucam 19:9

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here