Minggu. Hari Minggu Prapaskah IV (U)
- 1Sam. 16:1b,6-7,10-13a.
- Mzm. 23:1-3a.3b-4.5.6.
- Ef. 5:8-14.
- Yoh. 9:1-41 atau 9:1.6-9.13-17.34-38
Lectio
1 Waktu Yesus sedang lewat, Ia melihat seorang yang buta sejak lahirnya. 6 Setelah Ia mengatakan semuanya itu, Ia meludah ke tanah, dan mengaduk ludah-Nya itu dengan tanah, lalu mengoleskannya pada mata orang buta tadi 7 dan berkata kepadanya: “Pergilah, basuhlah dirimu dalam kolam Siloam.” Siloam artinya: “Yang diutus.” Maka pergilah orang itu, ia membasuh dirinya lalu kembali dengan matanya sudah melek.
8 Tetapi tetangga-tetangganya dan mereka, yang dahulu mengenalnya sebagai pengemis, berkata: “Bukankah dia ini, yang selalu mengemis?” 9 Ada yang berkata: “Benar, dialah ini.” Ada pula yang berkata: “Bukan, tetapi ia serupa dengan dia.” Orang itu sendiri berkata: “Benar, akulah itu.”
13 Lalu mereka membawa orang yang tadinya buta itu kepada orang-orang Farisi. 14 Ada pun hari waktu Yesus mengaduk tanah dan memelekkan mata orang itu, adalah hari Sabat. 15 Karena itu orang-orang Farisipun bertanya kepadanya, bagaimana matanya menjadi melek. Jawabnya: “Ia mengoleskan adukan tanah pada mataku, lalu aku membasuh diriku, dan sekarang aku dapat melihat.”
16 aka kata sebagian orang-orang Farisi itu: “Orang ini tidak datang dari Allah, sebab Ia tidak memelihara hari Sabat.” Sebagian pula berkata: “Bagaimanakah seorang berdosa dapat membuat mujizat yang demikian?” Maka timbullah pertentangan di antara mereka.
17 Lalu kata mereka pula kepada orang buta itu: “Dan engkau, apakah katamu tentang Dia, karena Ia telah memelekkan matamu?” Jawabnya: “Ia adalah seorang nabi.” 34 Jawab mereka: “Engkau ini lahir sama sekali dalam dosa dan engkau hendak mengajar kami?” Lalu mereka mengusir dia ke luar.
35 Yesus mendengar bahwa ia telah diusir ke luar oleh mereka. Kemudian Ia bertemu dengan dia dan berkata: “Percayakah engkau kepada Anak Manusia?” 36 Jawabnya: “Siapakah Dia, Tuhan? Supaya aku percaya kepada-Nya.”
37 Kata Yesus kepadanya: “Engkau bukan saja melihat Dia; tetapi Dia yang sedang berkata-kata dengan engkau, Dialah itu!” 38 Katanya: “Aku percaya, Tuhan!” Lalu ia sujud menyembah-Nya.
Meditatio-Exegese
TUHAN melihat hati
Saul, raja pertama bangsa Yahudi, gagal mengenal terang kebenaran dan kebijaksanaan Allah. Ia yang nampaknya hebat, ternyata, hatinya menyimpang dari Allah (1Sam. 13:14). Maka, Ia mengganti Saul dengan Daud, anak bungsu dari delapan anak Isai (1Sam. 16).
Ketika memilih seseorang, manusia lebih cenderung melihat apa yang nampak di permukaan. Maka Ia mengingatkan Samuel, “Janganlah pandang parasnya atau perawakan yang tinggi, sebab Aku telah menolaknya. Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata.” (1Sam. 16:7).
Allah melihat hati manusia. Dalam Perjanjian Lama, hati menjadi kediaman hidup (Ams. 7:23), pusat perasaan-perasaan (Rat. 2:11) dan pusat pikiran (Kej. 49:6).
Dan dalam hati manusia berakar “kejahatan, dan kebebalan ada dalam hati mereka seumur hidup, dan kemudian mereka menuju alam orang mati.” (Pkh. 9:3). Tetapi, di dalam hati manusia, Allah juga menaruh Roh Kudus-Nya (Yes. 63:11).
Tetapi, sering dosa membutakan hati dan menyebabkan manusia tersandung dan jatuh. Manusia tidak lagi dapat bangkit dan berjalan menuju kasih dan kebijaksanaan Allah. Dosa menyelubungi hati dan mengacaukan pertimbangan moral.
Dosa terus tumbuh dan menjerumuskan ke dalam kegelapan, agar manusia tidak lagi mampu melihat cahaya Sang Kebenaran. Hanya Allah yang mampu mengusir kegelapan dosa dan menuntun manusia hidup dalam kesucian dan damai bersamaNya.
Akulah terang dunia
Ketika para murid bertemu dengan seorang yang dilahirkan buta, mereka bertanya pada Yesus dosa apa atau dosa siapa yang menyebabkan kebutaannya. Pada saat itu, orang Yahudi memahami bahwa seluruh kemalangan dalam hidup berasal dari kebodohan dan dosa.
Memang, dosa dapat menyebab kehancuran badan, jiwa dan roh. Tetapi tidak setiap penyakit selalu diakibatkan dosa. Penyakit dapat terjadi karena pelbagai macam alasan.
Yesus menjawab bahwa kemalangan dapat dialami siapa pun. Ditambahkan-nya bahwa melalui upaya mengatasi kemalangan itu, “pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia.” (Yoh. 9:3). Yesus menyingkapkan bahwa kehadiran dan kuasa Allah jauh melampaui kemalangan.
Dan selama Yesus hadir dan menyertai tiap pribadi murid-Nya (bdk. Mat. 28:20), Ia mengajak semua murid-Nya bersama-sama dengan Dia melakukan kehendak Bapa, yang mengutus Yesus. “Kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Aku.” (Yoh 9:4).
Saat memulai karya pelayanan publik, Yesus memilih wilayah Galilea yang dikenal sebagai wilayah bangsa asing yang dinaungi maut (Yes. 8:23–9:3). Ia mengambil peran sebagai Terang. Ia bertindak seperti saat terang yang terbit pertama mengusir kegelapan yang menyelimuti semesta (Kej. 1:1-3).
Hanya Sang Terang mampu mengalahkan penguasa kegelapan dan maut. Maka, Ia bersabda (Yoh. 9:5), “Akulah terang dunia.”, lux sum mundi.
Ia meludah, mengaduk ludah-Nya, lalu mengoleskannya pada mata orang buta
Ketika Yesus mendekati si buta itu, Ia mula-mula menumbuhkan harapan di dalam hatinya. Si buta harus memiliki harapan bahwa Allah selalu merentangan tangan bagi siapa pun yang mencari perlindungan pada-Nya.
Yesus kemudian meludah ke tanah, mengaduk dengan tanah dan mengoleskan adukan tanah itu pada mata si buta. Kemudia Ia berkata padanya, “Pergilah, basuhlah dirimu dalam kolam Siloam.” (Yoh. 9:6-7).
Kolam Siloam yang terletak di samping Bait Allah merupakan tempat untuk menyucikan diri sebelum mengikuti upacara keagamaan di Bait Allah. Air yang ditampung di kolam itu berasal dari mata air Gihon, yang terletak di luar tembok Kota Yerusalem.
Setiap tahun pada Hari Raya Pondok Daun, salah seorang imam mengambil air dari kolam Siloam, membawanya dengan bejana emas dan merecikkan di atas altar sambil mengucapkan doa, “Kamu akan menimba air dari mata air keselamatan.” (Yes. 12:3).
Penyembuhan tidak terjadi saat Yesus mengoleskan adukan tanah pada mata si buta. Mukjizat penyembuhan terjadi ketika si buta, dengan sikap iman yang benar pada Allah, berjalan ke kolam Siloam, membasuh muka dan membersihkan seluruh tanah yang menutupi bola matanya.
Air melambangkan air hidup yang dianugerahkan Yesus dan melambangkan karya Roh Kudus (Yoh 7:38). Roh itulah yang memampukan manusia untuk melihat kehadiran dan karya Allah.
Kalau si buta mampu melihat kehadiran dan karya Allah, kaum Farisi gagal. Mereka bahkan menuduh Yesus sebagai pelanggar hukum Sabat.
Dari wawancara dengan si buta yang telah sembuh, kaum Farisi menyimpulkan dua pelanggaran Yesus: di hari Sabat orang dilarang mengaduk adonan dan menyembuhkan (mengolesi).
Tetapi tuduhan itu segera dipatahkan dengan pertanyaan-pertanyaan kritis.
- Yang bisa menyembuhkan pasti orang yang dekat dengan Allah, bukan?
- Kalau ia dekat dengan Allah, mengapa disebut sebagai pendosa dan pelanggar hukum?
- Bagaimana mungkin pendosa bisa melakukan mukjizat yang hanya dapat dilakukan Allah?
Pertanyaan-pertanyaan itu tidak mampu dijawab oleh mereka yang selalu berprasangka buruk dan mengatas namakan Allah untuk membenarkan tindakan yang keliru. Orang Farisi, akhirnya, gagal paham akan hukum: di hari Sabat manusia harus melakukan kebaikan.
Aku percaya, Tuhan
Ketika ditanyaoleh orang Farisi tentang siapa yang menyembuhkannya, si buta itu mengakui Yesus sebagai nabi (Yoh 9:17). Setelah tahu bahwa si buta itu diusir para pemimpin agama dari Bait Allah, Yesus menjumpai dan melakukan pembicaraan dari hati ke hati.
Ketika Yesus menyingkapkan jati diri-Nya sebagai Anak Manusia, seperti dalam penampakan Nabi Daniel (Dan 7), orang yang telah disembuhkan itu menjawab, “Siapakah Dia, Tuhan? Supaya aku percaya kepada-Nya.” (Yoh. 9:35-36).
Yesus rupanya menyadari bahwa orang itu mempercayai-Nya dengan iman yang sederhana. Ia tidak mempercayai sesuatu yang merumitkan pemahamannya. Dan Yesus menanggapi dengan cara yang sederhana pula.
Sabda-Nya, “Engkau bukan saja melihat Dia; tetapi Dia yang sedang berkata-kata dengan engkau, Dialah itu!” (Yoh. 9:37).
Pengalaman akan penyembuhan menjadi landasan bagi si buta untuk menaruh kepercayaan-Nya pada Yesus, terlepas dari pemahaman akan gelar-gelar ilahi yang sering dirumitkan oleh para ahli agama.
Si buta kemudian sujud menyembah. Ia mengakui bahwa ia telah mengalami kehadiran Allah dan karya penyelamatan-Nya. Maka, ia menjawab dengan pengakuan iman (Yoh. 9:38), “Aku percaya, Tuhan!” Credo, Domine!
Sebaliknya, orang Farisi bertanya pada Yesus, “Apakah itu berarti bahwa kami juga buta?” Jawab Yesus kepada mereka, “Sekiranya kamu buta, kamu tidak berdosa, tetapi karena kamu berkata: Kami melihat, maka tetaplah dosamu.” (Yoh. 9:40-41).
Katekese
Cahaya yang tak pernah pudar. Santo Augustinus, Uskup dari Hippo, 354-430 :
“Aku memasuki kedalaman lubuk hatiku yang terdalam bersama-Mu, Tuhan, sebagai Penuntunku. Dan inilah yang bisa kulakukan, karena Engkau adalah Penolongku. Aku memasuki lubuk hatiku dan melihat, dengan mata jiwaku, Cahaya yang tak pernah pudar, yang sangat berbeda dengan dengan cahaya di dunia.
Kebenaran itu jauh melampaui budiku, tetapi bukan seperti cara minyak di atas air atau langit di atas bumi. Kebenaran itu sangat agung, karena Ia menciptakan diriku, dan aku merasa hina dina, karena aku diciptakan-Nya.
Barang siapa mengenal Kebenaran pasti mengenal Cahaya ini, dan barang siapa mengenal Keabadian, Kasihlah yang mengenal-Nya.” (Confessions 7,10).
Oratio-Missio
Kami mengasihi-Mu, ya Allah kami; dan kami hendak semakin mengasihi-Mu. Bantulah kami, agar kami dapat mengasihi-Mu sebanyak yang kami mampu, dan sebanyak yang seharusnya.
Ya Sahabat yang terkasih, yang telah begitu mengasihi dan menyelamatkan kami, Engkau yang begitu manis dan selalu semakin manis dalam budi kami, datanglah bersama Kristus dan berdiam di dalam hati kami.
Kami sadar bahwa Engkau menjaga bibir, langkah, dan perbuatan kami; maka, tidak perlu jiwa dan tubuh kami cemas dan gelisah. Beri kami kasih-Mu, yang termanis dari semua anugerah, yang tidak mengenal musuh.
Tanamkanlah di dalam hati kami kasih murni, yang lahir dari kasih-Mu kepada kami, agar kami dapat mengasihi sesama seperti Engkau mengasihi kami.
Ya Allah, Bapa Tuhan kami, Yesus Kristus, dari-Nya mengalir seluruh kasih, biarkan hati kami, yang beku karena dosa, dingin pada-Mu dan dingin pada sesama, dihangatkan oleh api ilahi ini. Maka, tolonglah dan berkatilah kami di dalam Anak-Mu. Amin.” (doa Santo Anselmus, abad ke-12)
- Untuk berkata, “Aku percaya, Tuhan.”, apa yang perlu aku lakukan?
At ille ait: “Credo, Domine.” – Ioannem 9:38