
Selasa, 18 Februari 2025
Kej. 6:5-8,7:1-5,10
Mzm. 29:1a,2,3ac-4,3b,9b-10
Mrk. 8:14-21.
KITA ini telah menerima dan melihat begitu banyak perbuatan Allah dalam hidup kita, namun sering kali kita tidak benar-benar menyadarinya.
Seakan ada selaput yang menutupi mata iman kita, sehingga kita gagal melihat kebaikan Allah yang selalu hadir dalam hidup kita ini.
Salah satu penyumbat terbesar dalam mempercayai Tuhan adalah kekhawatiran.
Kita sering sibuk memikirkan masa depan, takut akan kekurangan, gelisah tentang berbagai kemungkinan buruk. Kekhawatiran ini seperti kabut tebal yang menghalangi kita untuk melihat bahwa Allah telah setia menyediakan segala sesuatu yang kita butuhkan.
Yesus sendiri pernah menegur murid-murid-Nya yang kuatir tentang makanan dan pakaian, padahal Bapa di surga selalu memelihara burung di udara dan bunga di ladang.
Penyumbat lainnya adalah aktivisme, rutinitas tanpa penghayatan. Kita bisa begitu sibuk melakukan banyak hal, bahkan dalam pelayanan, tetapi kehilangan makna dan tujuan sejati.
Hati kita tidak lagi terhubung dengan Allah karena kita lebih terfokus pada tugas-tugas daripada hubungan dengan-Nya.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian, “Dan ketika Yesus mengetahui apa yang mereka perbincangkan,
Ia berkata: “Mengapa kamu memperbincangkan soal tidak ada roti? Belum jugakah kamu faham dan mengerti? Telah degilkah hatimu?”
Yesus menegur murid-murid-Nya yang masih khawatir tentang roti, padahal mereka telah melihat sendiri bagaimana Dia memberi makan ribuan orang dengan beberapa roti dan ikan.
Teguran ini bukan hanya untuk para murid saat itu, tetapi juga untuk kita hari ini.
Berapa kali kita mengalami pertolongan Tuhan, namun tetap meragukan-Nya saat menghadapi masalah baru?
Kita sering lupa bagaimana Tuhan telah mencukupi kebutuhan kita, memberikan jalan keluar, dan menuntun langkah kita di masa lalu.
Yesus menyebut hati mereka “degil” keras, sulit percaya, dan tertutup terhadap pekerjaan Allah.
Ini bisa terjadi pada siapa saja, termasuk kita. Mungkin kita terlalu fokus pada kekurangan, kekhawatiran, atau kesulitan, sehingga gagal melihat penyertaan Tuhan.
Bagaimana dengan diriku?
Apakah aku melihat karya Tuhan yang terukir dalam hidupku?