Menang-menangan

0
274 views
Ilustrasi - Area bebas perundungan. (Ist)

Renungan Harian
Kamis, 06 Mei 2021
Bacaan I: Kis. 15: 7-21
Injil: Yoh. 15: 9-11
 
BEBERAPA tahun yang lalu, suatu siang saya didatangi lima orang yang marah-marah. Mereka saya persilahkan duduk di pastoran tidak mau, mereka tetap berdiri dengan marah-marah menuntut tanggungjawab saya dan ganti rugi.

Saya terkejut, karena saya merasa tidak ada persoalan apa-apa. Setelah saya bertanya, barulah saya tahu bahwa salah seorang bapak itu adalah orangtua murid kelas 4 Sekolah Dasar di sekolah katolik.

Bapak itu tidak rela bahwa anaknya di-bully yang berakibat luka-luka di beberapa bagian tubuhnya. Bapak itu datang ditemani kerabatnya yang berprofesi sebagai polisi dan pengacara.
 
Mereka menuntut agar saya sebagai pastor bertanggungjawab untuk memberi ganti rugi sejumlah uang yang cukup banyak. Kalau tidak, maka sekolah akan ditutup.

Saya akan dituntut atas kelalaian saya yang menyebabkan korban mengalami tekanan psikis, karena takut ke sekolah dan luka-luka.
 
Karena saya tidak tahu kejadian yang sesungguhnya, maka saya minta mereka untuk menunggu sebentar agar bisa saya memanggil wali kelas dan kepala sekolah.

Setelah wali kelas dan kepala sekolah datang, saya meminta penjelasan atas peristiwa yang dialami oleh putera bapak tersebut.

Wali kelas dan kepala sekolah bercerita bahwa kejadian yang sebenarnya, anak bapak itu jatuh ketika berlari-lari mengejar temannya.

Sesungguhnya anak bapak itu yang sering kali mem-bully dan memukul teman-temannya.

Peristiwa terjadi, karena anak itu sedang mengejar temannya yang punya mainan kartu. Kartu itu diminta oleh anak itu, temannya tidak membolehkan. Karena dipaksa lari ke  kantor guru dan anak itu lari mengejar dan jatuh.
 
Mendengar penjelasan wali kelas dan kepala sekolah, bapak orangtua murid dan kerabatnya justru tidak terima dan menuduh bahwa kami telah bersekongkol untuk berbohong.

Mereka terus marah-marah dengan kata-kata kasar dan menuntut kami.

Kemudian saya memanggil anak dan orangtua yang pada saat kejadian dikejar-kejar anak bapak itu dan meminta bapak itu juga menjemput anaknya.
 
Ketika dipertemukan, ternyata anak bapak itu mengaku bahwa dirinya bohong, karena takut dimarahi oleh orangtuanya. Dia takut, karena baju seragamnya sobek.

Setelah mendengarkan semua, saya meminta maaf bahwa kami dalam mengawasi kurang baik dan berjanji akan lebih memperhatikan anak-anak didik.

Saya juga minta agar bapak itu tidak memarahi anaknya.
 
Saya juga minta kepada bapak itu kalau ada masalah dengan sekolah, hendaknya dibicarakan dengan baik.

Kami terbuka untuk menerima bapak atau ibu orangtua wali.

Saya berharap kejadian seperti ini, sampai harus bawa pengacara tidak perlu terjadi lagi. Mereka meminta maaf, dan menyatakan penyesalan serta merasa malu.
 
Sering terjadi peristiwa seperti itu dengan kasus yang berbeda. Banyak orang bersikap menang-menangan mengandalkan kekuatan, sulit untuk diajak berbicara untuk mencari penyelesaian yang terbaik.
 
Sebagaimana sabda Tuhan hari ini sejauh diwartakan dalam Kisah Para Rasul, andai Paulus, Barnabas, para rasul serta para penatua bersikap menang-menangan, maka tidak akan menemukan pemecahan yang terbaik berkaitan dengan sunat.

Kehendak Allah tertutupi oleh emosi dan keinginan untuk menang.

“Sesudah beberapa waktu lamanya berlangsung tukar pikiran, berdirilah Petrus dan berkata kepada para rasul serta penatua-penatua…”

Bagaimana dengan aku?

Pada situasi semacam itu adakah aku mampu mencari pemecahan yang terbaik sesuai dengan kehendak Tuhan?
 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here