Mengampuni dan Mengasihi Musuh

0
483 views
Tidak menyesatkan, tetapi mengampuni, by fr. alfonse

Minggu, 19 Februari 2023

  • Im. 19:1-2,17-18.
  • Mzm. 103:1-2,3-4,8,10,12-13.
  • 1Kor. 3:16-23.
  • Mat. 5:38-48.

SUNGGUH sebuah perjuangan yang tidak mudah untuk mengampuni orang yang bersalah kepada kita.

Rasanya sulit membayangkan manfaat pengampunan, ketika kita merasa sakit hati dan marah karena perbuatan orang lain terhadap kita.

Kesediaan untuk mengampuni orang lain akan menjadi lebih sulit, jika tidak ada permintaan maaf atau bahkan pengakuan bersalah dari pihak yang telah menyakiti kita.

Kesulitan dalam memaaafkan seringkali disebabkan anggapan bahwa pengampunan itu merupakan hadiah bagi orang yang telah menyakiti kita.

Orang berpikir, bagaimana mungkin orang sudah bersalah kepada kita, lalu seenaknya mau diampuni.

Padahal sebenarnya mengampuni adalah hadiah untuk diri kita sendiri.

Seorang ibu mensyeringkan bahwa hanya dengan ketulusan dan pengampunan, dia bisa menyatukan anaknya dengan dirinya

“Saat itu, saya hanya berpikir bahwa dia anak yang keluar dari rahimku, meski sejelek apa pun perbuatannya, aku tidak akan pernah membencinya,” ujarnya.

“Maka waktu dia memutuskan hubungan denganku, menolak kehadiranku bahkan di pesta pernikahannya, saya sepenuhnya menyerahkan anakku pada Tuhan, aku berkati dengan doa dan restuku,” lanjutnya

“Sakit memang sakit tetapi tidak membuatku lupa diri dan membencinya,” sambungnya.

“Saya tahu ketika dari depan altar dia melihat wajahku, dia menunduk, saat itu hatiku menjerit, Tuhan ampunilah anakku dan jaga serta berkatilah dia,” doaku.

“Dan setelah itu aku pulang, aku tidak mau merusak pesta anakku, biarlah aku berkorban untuk anak yang aku sayangi,” ujarnya.

“Setelah lima tahun, dia datang dan menemuiku, itu adalah buah kasih dan cintaku yang tak berubah meski telah pernah dilukai,” lanjutnya.

“Kedatanganku ke pesta pernikahannya meski tidak dia undang, adalah sebuah ikatan hati yang aku titipkan padanya, hingga ketika dia telah menyadari apa yang terjadi, dia datang mencariku,” sambungnya.

“Saya tidak pernah membicarakan masalah yang lalu, bagiku mengampuni berarti juga berani memutuskan untuk melangkah dari kisah luka di masa lalu dan berjalan bersama dalam terang rahmat,” tegasnya.

“Pengampunan itu membebaskan bukan membelenggu orang dalam rasa bersalah yang tak terselesaikan,” paparnya.

Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian,

“Kamu telah mendengar firman: Mata ganti mata dan gigi ganti gigi. Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapapun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu.”

Saat kita mengasihi dan mengampuni musuh, sebenarnya kita juga lebih jauh mengasihi diri kita sendiri.

Kita membuat diri kita sendiri semakin damai, sehingga akhirnya bukan lagi tentang “aku” yang kita pikirkan, melainkan prioritas dari tujuan hidup kita sebagai murid-Nya, yaitu bersatu dan berada di dalam ikatan kasih abadi bersama-Nya.

Bagaimana dengan diriku Apakah aku memiliki musuh? Apakah aku sudah berdamai, memaafkan dan mengasihinya?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here