Mengapa Manusia Ingin Dirinya Berarti? (2)

0
903 views

Tetapi bagaimana yang terjadi jika dalam bertindak, manusia senantiasa dirongrong arti hidupnya? Dalam hidup keluarga sering terjadi orang tua memiliki anak favorit, meskipun itu tidak begitu nampak.

Anak favorit tentu saja senantiasa dipuji, mungkin karena kerajinannya, di muka orang tuanya. Di pihak lain, tentu ada anak yang menurut orang tuanya sebagai anak nakal. Terhadap anaknya yang  nakal itu, orang tua sering menganjurkan agar dirinya bertingkah laku seperti kakaknya yang sikapnya terpuji.

Tentu saja perlakuan orang tua yang suka membanding-bandingkan itu membuat dirinya merasa tidak berarti. Gambaran diri bahwa dirinya tidak berarti bisa membuat dirinya terpuruk yang mengakibatkan dirinya bersikap rendah diri. Sikap rendah diri, penolakan diri, pertahanan diri dan proyeksi yang menurut Erik Erikson (1902 – 1994) disebut sebagai krisis identitas diri inilah yang bisa membuat dirinya (tanpa disadari) merasa tidak berarti.

“Life is beautiful” yang berarti hidup itu indah adalah ungkapan keseharian yang amat akrab dengan hidup kita. Tugas kita selama hidup di dunia ini adalah mengisi hidup yang indah ini dengan hal-hal yang berarti.

Kemarin, saya dapat e-mail japri (jalur pribadi) yang isinya kira-kira demikian, “Tulisan saudara selama ini hanya mengolah kata dan tidak berdasarkan fakta. Tulisan-tulisan saudara bagaikan sampah, sehingga langsung saya delete saja. Sungguh-sungguh tidak berarti!”

Saya merenungkan kata-kata itu dalam hati, “Memang ada benarnya juga. tapi  paling tidak,  tulisan-tulisanku itu berguna bagi diriku sendiri sebagai introspeksi!”

Antony de Melo dalam Burung Berkicau, menulis, “Burung tetap berkicau, entah didengar atau tidak”  atau Andre Wongo dalam Audio Book dengan judul, Bunga Lily memotivasi, “Entah dilihat atau tidak dilihat, bunga Lily itu tetap  berbunga di lereng bukit.” Pembelaan diri nie ye!! selesai

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here