Menikmati

0
203 views
Ilustrasi - Duduk di kursi roda. (Ist)

Renungan Harian
Sabtu, 18 Juni 2022
Bacaan I: 2Taw. 24: 17-25
Injil: Mat. 6: 24-34
 
BEBERAPA waktu yang lalu di sebuah tempat rekreasi, saya disapa seorang bapak. Bapak itu duduk di kursi roda, yang didorong oleh puteranya.

Saya tidak kenal bapak itu, tetapi karena bapak itu menyapa lebih dulu maka saya menghampiri bapak itu dan memberi salam. “Wah, bapak hebat, meski sudah sepuh masih mau menemani anak-anak dan cucu-cucu berjalan-jalan,” sapaku.

“Bukan saya menemani mereka Pastor, tetapi mereka menemani saya,” jawab bapak itu.
 
Bapak itu mengajak saya untuk duduk dan minum kopi. Saya menerima ajakan itu karena memang saya sebetulnya mau minum kopi di tempat itu.

“Pastor, saya ini beruntung, karena anak-anak masih mau menemani saya jalan-jalan. Saya sekarang ini ingin menikmati hidup, saya ingin rekreasi dan saya senang menikmati alam. Setiap kali saya jalan-jalan seperti ini saya merasa amat bersyukur. Bersyukur karena masih diberi kesempatan menikmati anugerah ciptaan yang luar biasa.
 
Pastor, sejak saya masih bujangan, apa yang saya pikirkan adalah bagaimana saya bisa menjadi orang yang kaya. Setiap kali ada orang bertanya apa cita-cita saya, maka saya selalu menjadi menjadi orang kaya.

Semua orang menertawakan saya. Namun semakin saya ditertawakan, semakin saya tertantang.
 
Saya selalu bekerja keras, hidup saya untuk bekerja dan bekerja. Setiap kali isteri saya mengingatkan agar saya tidak terlalu ngoyo, tetapi saya selalu menjawab kalau tidak ngoyo tidak akan mendapatkan apa-apa.

Saya selalu berpikir bagaimana saya bisa membiayai hidup kami, memberikan pendidikan dan segala yang layak untuk keluarga.

Sering saya tidak bisa tidur karena memikirkan hal itu. Maka jawabannya adalah kerja keras dan kerja keras.

Sering anak-anak minta jalan-jalan, tetapi saya selalu menjawab tidak ada waktu. Waktu adalah kesempatan untuk bekerja dan mendapatkan uang.
 
Pastor, ternyata pandangan saya itu salah. Kenyataannya setelah mendapatkan semua saya justru jatuh sakit, karena stroke. Dokter mengatakan bahwa saya terlalu tegang sehingga ada pembuluh darah yang pecah.

Saya sempat stres dan sering marah-marah.

Selama ini saya bekerja keras, agar saya bisa menikmati hidup di suatu saat nanti. Saat saya sudah sampai pada titik di mana saya merasa aman, justru saya sakit sehingga tidak bisa menikmati apa yang saya usahakan.

Dokter menyarankan agar saya lebih rileks dan menikmati hidup. Mendengar hal itu awalnya saya marah, bagaimana saya bisa menikmati hidup dengan kenyataan bahwa saya tidak mampu untuk berjalan; jangankan berjalan untuk berdiri pun saya tidak mampu.
 
Untunglah anak-anak saya awalnya memaksa saya untuk jalan-jalan menikmati alam dan ternyata saya merasakan betapa menyenangkan dan membuat saya bersyukur.

Maka sejak saat itu saya sering mengajak atau lebih tepatnya meminta anak-anak untuk menemani saya jalan-jalan.
 
Pastor, hidup ngoyo yang didorong oleh kekhawatiran ternyata bukan hal yang baik. Kerja kerasnya baik tetapi harus tahu diri bahwa harta bukan segalanya.

Saat berpikir bahwa harta yang utama seperti yang saya alami, kita akan tersesat dan ujungnya seperti saya. Untunglah saya masih bisa menikmati hidup dengan segala keterbatasan saya.

Hal yang sekarang saya rasakan adalah cinta; cinta Tuhan dan cinta keluarga. Dan itu yang paling penting dalam hidup saya.

Saya bersyukur bahwa saya belum terlambat untuk sadar,” bapak itu berkisah.
 
Sebagaimana sabda Tuhan hari ini sejauh diwartakan dalam Injil Matius:

“Karena itu Aku berkata kepadamu: Janganlah kuatir akan hidupmu, apa yang hendak kalian maka atau minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, apa yang hendak kalian pakai.”
 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here