Mereguk Keheningan di Biara Klaris Kapusines St. Klara Kefamenanu, Timor, NTT (1)

0
3,505 views
Berdoa bersama Sr. Yulita Michaela Gumulia OSCap, rahib pemimpin biara kontemplatif Klaris Kapusines St. Klara di Kefamenanu, Kab. TTU, Timor, NTT. (Farida/KBKK)

BAGI mereka yang selalu hidup dalam keseharian penuh hiruk-pikuk di Jakarta, maka Biara Klaris Kapusines St. Klara di Kefamenanu, Timor, NTT ini bisa jadi semacam oase rohani.  Di tepian jalur utama rute Atambua – Kefamenanu – Kupang namun dengan posisi agak menjorok ke dalam sekitar 700 meter dari jalan raya ini berdirilah kompleks biara untuk para rahib perempuan yang sehari-hari melakoni hidup kontemplatif. Kegiatan para suster rahib biarawati ini hanya dua: berdoa dan bekerja sehari-hari sekedar untuk menghidupi keseharian mereka sendiri.

Baca juga:  Kamar Tamu dan Aula untuk Biara Klaris Kapusines St. Klara di Kefamenanu, Timor, NTT (2)

Para suster Klaris Kapusines ini tidak ‘berkarya’ di luar, melainkan hanya bekerja di kebun, kandang hewan atau di ruang-ruang khusus untuk membuat kasula, lilin, hosti, roti untuk dijual. Dari penghasilan berjualan produk ‘home industry” inilah, mereka mendapatkan uang untuk melakoni keseharian mereka yang terfokus pada doa dan karya internal.

Kapel kecil dan pintu gerbang masuk Biara Klaris Kapusines St.Klara di Paroki Sasi, tepatnya di tepi jalan utama rute Atambua – Kupang di Km 9, Kefamenanu, Kab. TTU, Timor, NTT. (Mathias Hariyadi/Sesawi.Net)

Keheningan total

Para suster rahib Klaris Kapusines penghuni Biara St. Klara di Kefamenanu ini melakoni  hidup dan karya internal mereka dalam keheningan total. Selain berlokasi berjauhan dari tepi jalan, kompleks Biara St. Klara ini pun juga tidak bersinggungan dengan satu pun hunian di sekitar kawasan lembah di Km 9 Kefamenanu ini. Mereka sama sekali  tidak ‘menyentuh’ berbagai pelayanan layaknya para suster biarawati lain yang mengelola karya pendidikan, kesehatan, atau layanan pastoral lainnya.

Hidup melakoni keheningan dalam pekerjaan dan aktif mendaraskan doa-doa sepanjang hari tidak membuat Biara St. Klara ini lalu menutup diri dari khalayak ramai.  Suster Yulita Michaela Gumulia OSC Cap, pemimpin biara sekaligus petugas penerima tamu, selalu menyuguhkan senyum mengembang setiap kali ada tetamu dari luar datang berkunjung melihat biara ini.

Kami berempat, rombongan Kelompok Bakti Kasih Kemanusiaan (KBKK), dari Jakarta ditemani Pastor Benjamin Seran Pr (Direktur SMA Surya Atambua), Eustachius Mali (guru) dan dua pengantar lainnya dari Atambua juga menerima sambutan hangat Sr. Michaela OSC Cap, sang pemimpin biara ini. Kami datang mengunjungi Biara Klaris Kapusines St. Klara ini, ketika matahari sudah lama terbenam jauh di Barat. Malam sudah semakin larut, karena kami tiba di Biara St. Klara ini  pada pukul 20.00  WITA. Namun, pada malam larut itu pun, kami tetap masih bisa makan minum enak dan sangat kenyang – hasil masakan para suster Klaris Kapusines ini.

Keramahan dan kehangatan para suster rahih kontemplatif ini tercermin melalui pemimpin biara sekaligus petugas penerima tamu yakni Sr. Y. Michaela Gumulia OSC Cap. Sr. Michaela lahir dan besar di pulau kecil yakni Pulau Telo di sebelah selatan Pulau Nias, Sumatra Utara.

Boleh menginap

Bertamu dan kemudian tinggal menginap pun juga diperbolehkan di Biara St. Klara Kefamenanu ini. Hanya saja, para tamu hanya boleh ‘menginjak’ kawasan terbatas di kompleks biara ini. Mereka hanya bisa ‘berkeliaran’ di kamar khusus untuk tetamu, ruang tamu sekaligus ruang makan untuk tetamu dari luar, dan kapel kecil untuk mengikuti pola irama ibadat dan perayaan ekaristi.

Selebihnya, kompleks bagian dalam Biara St. Klara ini tertutup bagi orang luar. Orang dulu menyebutnya klooster (biara untuk para rahib kontemplatif pendoa seperti Ordo Trappist di Rowoseneng atau para rahib suster-suster biarawati Trappistin di Gedono, lereng Gunung Merbabu, Jawa Tengah). Lalu ada istilah klausura untuk menyebut lokasi dimana ‘tertutup’ bagi mereka yang bukan anggota komunitas pertapaan tersebut. Klausura hanya boleh dimasuki oleh para rahib anggota pertapaan.

Biara pertapaan para suster rahib Klaris Kapusines St. Klara di Km 9, Kefamenanu, Kab. TTU, Timor, NTT. Berdiri megah di tengah hamparan lahan kosong sedikit menjorok ke dalam dari tepi jalan utama Kefamenanu menuju Soe. (Mathias Hariyadi/Sesawi.Net)

Laporan Elsa Kristanto dari Majalah Hidup Katolik edisi September 2012 merilis data sebagai berikut:

  • Biara Klaris St. Klara Kefamenanu ini merupakan biara filial (pengembangan) dari Ordo Klaris Kapusines (Ordo Santae Clarae Capuccinarum/OSC Cap) di Sikeben, dekat Brastagi, Sumatera Utara.
  • Terlahir sebagai anggota rumpun Ordo Santa Klara dan melakoni hidup kontemplatif sesuai spiritualitas St. Fransiskus Assisi.
  • Selain di Kefamenanu, Timor, NTT, beberapa biara Klaris Kapusines ini juga terdapat di Gunung Sitoli (Pulau Nias), di Sekincau Keuskupan Sibolga, di Sikeben, Brastagi,  Keuskupan Agung Medan, di Keuskupan Tanjungkarang, dan Singkawang Keuskupan Agung Pontianak.

Biara Klaris Kapusines (OSC Cap) di Kefamenanu dirintis pada tanggal 14 Maret 2006, ketika empat suster rahib Klaris Kapusines dari Sikeben datang menginjakkan kakinya di Keuskupan Atambua. Empat suster rahib pionir itu adalah Sr. Yulita Michaela Gumulia OSC Cap, Sr. Koleta Sinulingga OSC Cap, Sr. Monika Ari OSC Cap, dan Sr. Beatrix Sihotang OSC Cap.

Seiring dengan proses pembangunan Biara St. Klara yang tengah digarap, keempat suster itu kemudian mondok di rumah penduduk. Namun, belakangan mereka pindah ke bangunan biara yang baru, sekalipun belum selesai proses pembangunannya. Di bulan Juli 2008, Uskup Keuskupan Atambua Mgr. Dominikus Saku berkenan meresmikan bangunan pertapaan St. Klara milik para suster rahib Klaris Kapusines ini.

biara st klara kefamenanu kolase 8
Di bawah hujan terik matahari yang panas menyengat, para suster rahib Klaris Kapusines di Biara St. Klara Kefamenanu ini bekerja di kebun menyiangi tanaman dan sayuran. Sebagian lainnya bekerja di ruang-ruang khusus dimana hosti, lilin, dan kasula pastor dikerjakan dan dibuat. (Mathias Hariyadi/Sesawi.Net)

Ritme keseharian mereka hanya diwarnai dua hal: berdoa dan bekerja internal.

  • Bangun pagi pukul 04.00 WITA dan berlanjut dengan meditasi, doa pribadi.
  • Ibadat pagi dimulai pukul 05.30 WITA dan kemudian berlanjut dengan perayaan ekaristi. Syukurlah, lokasi Biara St. Klara ini tidak jauh dari Pastoran St. Antonius Padua di Sasi dimana para romo Fransiskan Konventual hidup dan berkarya mengelola TK, SD, SMP, dan SMA berasrama.
  • Setelah sarapan, acara berlanjut dengan bekerja internal atau mengurus kebun dan peternakan ayam darimana kebutuhan mereka akan sayuran dan telor dihasilkan
  • Sepekan sekali, pintu gerbang Biara St. Klara terbuka bagi umat katolik sekitar yang ingin mengikuti perayaan ekaristi mingguan.

Bukan Crossier, melainkan OSS Cap

Pertama-tama tentang singkatan ordo religius ini. Resminya adalah OSCCap yang merupakan singkatan dari nama resmi bahasa Latinnya yakni Ordo Sanctae Clarae Capuccinarum. Banyak orang sering mengartikan salah sebagai Crossier atau Ordo Salib Suci, mengingat biara OSS Cap juga terdapat di Pulau Nias, Keuskupan Sibolga di Provinsi Sumatera Utara dimana para Crossier juga berkarya.

OSC ini lebih tepat dipahami sebagai Ordo Sanctae Clarae (OSC) yang secara harafiah dimakna sebagai ‘ordo miliknya Santa Clara’. Maka dengan ditambah kata “Capuccines”, jadilah singkatannya sebagai OSC Cap.

Salaman dua jari

Berbeda dengan biara-biara sejenis baik di Jerman maupun Italia yang konon lebih ‘keras’, Biara St. Klara di Kefamenanu mengadopsi hidup lebih ‘longgar’ dalam artian bersedia bergaul menerima kunjungan tamu dari luar biara: apakah itu keluarga suster rahib atau tamu luar yang memang berkeinginan berkunjung, bertamu dan menginap. “Kami terbuka untuk keperluan itu, misalnya, retret, rekoleksi pribadi sembari mengikuti irama keseharian kami dalam doa. Hanya saja, para tamu harus tetap berada di luar jangkauan lingkaran dalam (klasura) kompleks biara,” kata Sr. Y. Michaela OSC Cap.

Perlakuan ramah oleh para suster di Biara St. Klara Kefamenanu ini jauh lebih hangat dibanding misalnya sebuah biara Klaris Kapusines di Italia. Ketika dirinya sempat berkunjung ke sebuah biara Klaris Kapusines di Negeri Pizza ini, kata Sr. Michaela, “Kami hanya bisa bertemu dua jari manis saja. Mereka buka lobang kecil di pintu dan kemudian menjulurkan jarinya untuk menyalami kami. Jadi, salaman hanya dengan dua jari saja,” terang Suster kelahiran pulau kecil bernama Telo di seberang selatan Pulau Nias, Keuskupan Sibolga, Sumatera Utara ini.

Kalau di Jerman dan di Italia, kamar-kamar pribadi para suster Klaris Kapusines ini sungguh dirancang amat-amat sederhana. Di kamar tidur pribadi mereka, kata Sr. Michaela, hanya ada satu dipan kecil, tempat duduk dan meja sederhana untuk berdoa.  “Tidak ada lemari pakaian di kamar itu,” terangnya.

Pakaian-pakaian para suster ada di “tempat umum”. Mereka hanya memiliki dua busana saja: jubah biasa dan pakaian kerja. Selebihnya tidak ada. “Sementara kami di Indonesia, koleksi pakaian pribadi lebih banyak karena di sini semua orang mudah berkeringat. Karena itu, di dalam kamar pribadi ada beberapa lembar baju,” kata Sr. Michaela.

Di bawah terik matahari

Suster Yulita Michaela Gumulia OSC Cap  lahir pada tahun 1955 di Pulau Telo yang saking kecil pulaunya hingga tak satu noktah kecil pun terlihat di peta geografis Indonesia. Meski umur semakin merambat naik, namun demikian sosoknya masih mencerminkan sikap trengginas seakan tak mengenal lelah. Sehari-hari, suster rabih paling senior baik umur maupun pengalaman ini masih rela meninggalkan biara untuk belanja barang-barang kebutuhan sehari-hari di pasar.

Jam-jam lainnya diisi dengan bekerja di kebun menyiangi tanaman atau di kandang ayam. Ketika sebagian suster bekerja di bawah terik matahari yang panas menyengat khas NTT, beberapa lainnya ada di ruang-ruang khusus untuk membuat hosti, lilin, menjahit kasula atau menyulam.

Siang hari dan seperti lazimnya di kawasan NTT, kawasan lembah dimana Biara St. Klara ini berdiri selalu mandi matahari dan panas. Namun ketika malam hari, hawa sejuk mengalir di setiap sudut kompleks biara ini. Manakala Australia tengah menikmati winter pada bulan Juni-Juli-Agustus, maka hembusan angin super dingin juga melanda Atambua dan Kefamenanu. Pada bulan-bulan ini, sudah pastilah Anda jangan sampai ketinggalan membawa baju hangat ketika datang dan menginap di Biara St. Klara Kefamenanu.

Selamat datang di Biara Klaris Kapusines St. Klara Kefamenanu untuk menikmati keheningan dan mendaras doa sembari menarik diri dari keramaian sehari-hari.

Para pembaca yang sekali waktu datang ke Kefamenanu dan berkeinginan menginap di Biara St. Klara ini bisa menghubungi Redaksi Sesawi.Net untuk kemudian bisa kami sampaikan keinginan Anda kepada Suster.

Harap maklum, karena Biara St. Klara ini tidak mengenal sambungan telepon dari telkom. Di situ juga tidak ada koneksi internet, kiriman pos juga jarang datang.

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here