Natal Desember 2021: Syukur dan Mau ke Hening Semestakah Kita? (1)

0
438 views
Ilustrasi: Anak-anak berdoa di depan Gua Natal. (ist)

DESEMBER tahun 2021 ini dan Natalnya memberi perenungan penuh syukur pada saya.

Pertama, karena makNa Natal yang mempercayai kepedulian Sang Pemberi Hidup untuk menemani batas manusia yaitu kematian sudah diwujudkan.

Dalam diri Immanuel yaitu Allah yang menyertai manusia.

Dengan menjadi bayi di Betlehem, berproses sampai menjadi nabi dari Nazareth lalu dipercayai setelah jalan salib mati di kayu silang saat Paskah menjadi “Christ of faith”: Tuhan yang menebus dengan solidaritas meretas kematian jadi kebangkitan.

Apa artinya?

Jalan peduli dan mau solider dengan yang papa itulah jalan ziarah Natal yang menghormati proses dan bukan jalan pintas.

Bila Allah mau menyatu nasib dengan manusia dalam kelahiran dan kematian-Nya, maka kita mendapat kekuatan spiritualitas untuk menapaki jalan yang sama.

Semangat peduli sesama

Semangat peduli itu yang memberi inspirasi dokter yang mati muda karena mau tuntas melayani yang sakit paru-paru tanpa hitung waktu dan kesehatannya hingga ia sendiri ketularan sampai meninggalnya.

Itu karena dia mau menghayati sebuah pengabdian profesi untuk orang-orang kecil.

Kedua, paradoks gegap gempita pesta Natal, karena pasar komoditisasi mengkontraskan makna bersahaja. Dari sebuah jalan kesabaran kerlip kunang kecil mulai dari Natal Desa Betlehem. Itu merupakan jalan iman sunyi dan sabar:

  • Di tengah jalan-jalan pintas;
  • Di tengah malam gelap pekat kejahatan kekerasan seksual, fitnah dan hoaks yang tega membunuh manusia saudaranya sendiri untuk dilawan dengan jalan persaudaraan.

Sebuah jalan proses hidup sehari-hari sederhana dari bayi sampai menjadi Nabi Isa Almasih; lalu Tuhan Yesus Kristus, yang mengajak bersaudara dalam kasih.

Santa Bunda Teresa dari Calcutta (Ist)

Dari ateis menjadi teis lagi

Itu juga yang memberi inspirasi kepada Ibu Teresa dari Calcutta menyantuni tiga menit saat akhir gelandangan-gelandangan di Calcutta. Minimal pantas dimandikan sebagai manusia dengan harkatnya.

Kerja dan laku kasih ini, setelah Ibu Teresa R.I.P. tetap masih dilanjutkan oleh para suster dan relawan relawati internasional, yang saat sebelum pandemi, kami ke sana.

Nyaris berdecak kagum akan pemandangan rela berkorban, yang muda-muuda internasional untuk kerja sosial dan laku peduli di rumah karya bakti cinta kasih Ibu Teresa di Calcutta.

Rumah sakratul maut santunan ini memancarkan aura misterius tangan yang ilahi di hasil potretan fotografer Malcolm Mudgeridge.

Ia lalu mempercayai lagi bahwa Allah itu memang ada dan ulur kasih tangan-Nya menyapa gelandangan-gelandangan di India.

Hingga kemudian, Malcolm berubah sikap dan pemahaman diri: dari ateis menjadi teis lagi. (Berlanjut)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here