Orangtuaku

0
300 views
Ilustrasi by Toronto Sun.

Renungan Harian
20 Juli 2021
Bacaan I: Kel. 14: 21-15 :1
Injil: Mat. 12: 46-50

SUATU sore, saya kedatangan tamu seorang anak muda. ia bukan warga paroki di mana saya menjalani pengutusan. Ia adalah salah seorang yang sedang berziarah di tempat kami.

Dalam perjumpaan itu ,ia langsung bertanya: “Romo, apakah yang disebut orangtua, bapak dan ibu saya itu karena adanya hubungan darah? Karena darah mereka mengalir dalam tubuh saya sehingga mereka disebut orangtua?”

Mendengar pertanyaan yang seperti itu disertai emosi, saya agak hati-hati menjawab.

“Mas, kalau bisa cerita, sebenarnya ada apa sehingga bertanya seperti itu?” tanya saya.
 
“Romo, saya sekarang ini sedang jengkel dan marah dengan mereka yang menyebut sebagai orangtua saya. Mereka menyebut bapak dan ibu saya. Mereka menyebut diri mereka orangtua saya. Yang mengalirkan darahnya masuk di dalam diri saya hanya untuk merongrong saya.

Setiap kali mereka meminta uang, yang untuk berobatlah, untuk memperbaiki rumahlah, untuk biaya sekolah mereka yang disebut adik-adik saya, pokoknya ada banyak alasan untuk meminta uang.

Awalnya, saya bantu dengan rela, ya untuk amal saja. Tetapi kok ke sini menjadi semakin sering. Dan seolah saya harus bertanggungjawab atas kehidupan mereka dengan alasan mereka orangtua saya dan adik-adik saya,” orang muda itu bicara dengan penuh emosi.

“Mas, sesungguhnya mereka ini siapa?” tanya saya.
 
“Romo, mereka sesungguhnya adalah orangtua kandung saya. Menurut orangtua angkat saya, waktu saya masih kecil, waktu itu saya masih bayi, saya dijual oleh orangtua saya. Benar-benar dijual Romo, dan ‘dibeli oleh orangtua angkat saya.

Dulu, mereka tinggal bersebelahan dengan orangtua angkat saya. Mereka dulu hidup berkecukupan, tetapi karena mereka hobi berjudi, sehingga semua habis termasuk usahanya. Dalam situasi itu, saya dijual untuk menutupi hutang judi mereka.
 
Saya baru tahu setelah saya dewasa, Romo.

Setelah saya dewasa, mereka datang ke rumah dan mengatakan bahwa mereka orangtua kandung saya. Dan atas nama itu lalu menuntut saya bertanggungjawab atas kehidupan mereka.
 
Romo, menurut saya, mereka bukan orangtua saya. Benar mereka yang menjadikan saya ada di dunia ini. Tetapi mereka bukan orang yang pantas saya sebut sebagai orangtua.

Mereka tidak pernah memberikan kasih sayang, tidak pernah mendampingi dan mendidik dalam tumbuh kembang saya.

Bagi saya yang pantas disebut orang tua adalah orangtua angkat saya, karena mereka yang mencintai saya. Mereka yang mendampingi dan mendidik saya sehingga menjadi orang,” anak muda itu menjelaskan.
 
“Romo, kalau mereka meminta bantuan, saya ikhlas. Tetapi jangan menuntut dengan mengatasnamakan orangtua,” imbuhnya.
 
Sebuah pengalaman luka yang amat dalam.

Bagi saya pribadim apa yang dikatakan anak muda itu ada benarnya bahwa mereka yang disebut orangtua. Bukan hanya karena hubungan darah, tetapi lebih dari itu adalah mereka yang mencintai, mendampingi dan mendidik.
 
Sebagaimana sabda Tuhan hari ini sejauh diwartakan dalam Injil Matius, Yesus menekankan hubungan saudara. Bukan pertama-tama karena hubungan darah, tetapi soal melaksanakan sabda Allah.

“Ini ibu-Ku, inilah saudara-saudara-Ku. Sebab siapa pun yang melakukan kehendak Bapa-Ku di surga, dialah saudara-Ku, dialah saudari-Ku, dialah ibu-Ku.”
 
Apakah pantas disebut sebagai saudara Tuhan?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here