Puasa adalah Laku Batin Menuju Kesucian

0
334 views
Ilustrasi - Kontrol diri (Ist)

Puncta 24.02.23
Jumat Setelah Rabu Abu
Matius 9: 14-15

BERPUASA itu dilakukan pertama-tama bukan karena ikut-ikutan. Orang banyak berpuasa, kelompok sana berpuasa lalu kita ikut-ikutan berpuasa.

Tindakan puasa atau pantang dilakukan juga bukan hanya karena kewajiban. Aturan agama mewajibkan orang puasa, maka kita pun ikut melakukannya.

Puasa adalah laku batin yang dilakukan dengan sukarela.

Puasa atau “pasa” dalam tradisi Jawa sudah dilakukan sejak zaman dahulu kala, sebelum agama-agama masuk ke Nusantara. Pada Kitab Kakawin Arjunawiwaha karya Mpu Kanwa, pada zaman Airlangga berkuasa di Kahuripan dituliskan laku tapa sebagai bentuk puasa.

Konsep puasa adalah mengendalikan hawa nafsu.

Dalam Kakawin itu dikisahkan Arjuna bertapa, mengendalikan diri dari segala hawa nafsu. Ia digoda oleh bidadari-bidadari cantik. Ia disuguhi makanan dan minuman yang lezat. Ia menolak semua itu demi mendapat kesaktian.

Puasa berarti bukan hanya tidak makan atau minum, tetapi segala usaha untuk mengekang diri dari godaan hawa nafsu, amarah, serakah, dendam dan kekerasan demi mencapai cita-cita yang mulia.

Laku tapa atau puasa itu telah berkembang sejak lama. Tiap individu yang mempunyai cita-cita luhur mengawalinya dengan puasa.

Gajah Mada mengucapkan sumpah Amukti Palapa untuk menyatukan Nusantara ditafsirkan juga sebagai bentuk laku tapa. “Pasa Ngalapa” itu sama dengan “pasa mutih”, artinya hanya makan nasi saja, tanpa perasa santan atau garam.

Di Jawa ada macam-macam laku puasa; puasa mutih, puasa ngrowot, puasa pati geni (di Bali, “Nyepi”), puasa ngebleng.

Jadi puasa itu bukan karena ikut-ikutan atau hanya demi memenuhi kewajiban, tetapi pilihan pribadi melakukan laku tapa untuk mencapai tujuan tertentu.

Murid-murid Yohanes datang pada Yesus dan berkata, “Mengapa kami dan orang Farisi berpuasa, tetapi murid-murid-Mu tidak?”

Mereka seolah menilai bahwa murid-murid Yesus tidak mengikuti arus dan kebiasaan yang dijalani sebuah komunitas. Mereka seakan mau memaksa orang lain untuk mengikuti ajaran atau tradisi mereka.

Yesus menjelaskan bahwa puasa itu ada waktunya. Dia berkata, “Waktunya akan datang mempelai diambil dari mereka, dan pada waktu itulah mereka akan berpuasa.”

Ketika Yesus Sang Mempelai masih bersama-sama kita, kita sedang bersukacita. Kalau dalam sebuah perjamuan pesta, kita malah berpuasa, tentunya tidak sesuai waktunya.

Kita berpuasa ketika sang mempelai diambil, dipisahkan dari kita. Ketika kita jauh dari Tuhan, ketika hidup terasa hambar dan berat, kita bisa berpuasa untuk mendekatkan diri kembali dengan Tuhan.

Agar hidup kita berada di rel yang benar bersama Tuhan, kita mengendalikan diri dengan laku tapa atau puasa.

Mari kita jalani puasa agar kita tidak dikuasai hawa nafsu yang menghambat relasi kita dengan Tuhan.

Kita mengendalikan diri agar hidup batin kita semakin kuat menghadapi godaan-godaan duniawi.

Sayur asam ikan patin,
Dimasak pedas pakai lada
Perkuatlah sikap batin,
Dengan pantang dan puasa.

Cawas, makan bakwan campur es krim…

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here