Renungan Harian 30 Juli 2020: Ojek

0
479 views
Ilustrasi - Naik ojek by ist


Bacaan I: Yer. 18: 1-6
Injil: Mat. 13: 47-53
 
PAGI itu saya akan mengikuti sebuah acara di suatu institusi di kawasan Senayan, Jakarta. Kemarinnya saya sudah bertanya ke sopir yang akan mengantar, dibutuhkan waktu berapa lama dari Wisma Unio Kramat VII sampai ke Senayan.

Menurut Mas sopir, butuh waktu satu setengah jam biar aman. Maka kami memutuskan berangkat dari Wisma Unio pukul 8 pagi, karena pertemuan akan dilaksanakan pukul 10 pagi.
 
Pukul 8 pagi saya berangkat ke Senayan diantar sopir. Sepanjang perjalanan, arus lalulintas lancar walau agak ramai.

Namun tiba di daerah Menteng, lalulintas menjadi lambat, karena macet. Saya tenang-tenang di mobil karena waktu masih cukup luang.

Namun tak berapa lama perjalan sungguh-sungguh terhenti.

Semua kendaraan tidak bisa bergerak, tanpa kami tahu apa sebabnya.

Saya masih tenang-tenang karena memang inilah Jakarta.
 
Ternyata sesudah menunggu sekian lama, kemacetan tidak terurai dan kendaraan belum bergerak sedikit pun. Ketika melihat jam ternyata sudah jam 9.15. dengan agak panik saya memutuskan untuk turun dan mencari ojek.

Setelah berjalan sebentar, di ujung gang ada pangkalan ojek. Saya minta salah satu abang ojek untuk mengantar ke Senayan.

Abang ojek meminta ongkos Rp. 50.000,- saya tidak pikir panjang menyetujui asal bisa cepat sampai. Abang ojek mengatakan hanya butuh waktu 20 menit.
 
Ojek dikemudikan dengan amat cepat lewat gang-gang sempit dan beberapa kali melawan arus. Wow, perjalanan yang begitu mengerikan.

Sejujurnya saya amat takut, karena abang ojek mengemudikan begitu berbahaya, seolah-olah tidak sedang membawa penumpang. Dalam hati sempat menyesal naik ojek tetapi tidak ada pilihan lain.

Saya berpikir seolah-olah nyawa ini dipertaruhkan. Saat saya minta agar hati-hati, abang ojek mengatakan supaya saya tenang dan percaya saja.

Aduh saya harus mempercayakan hidup saya pada abang ojek yang tidak saya kenal ini. Akan tetapi tidak ada pilihan lain selain pasrah.
 
Dan benar tidak berapa lama saya sudah sampai di depan kantor dimana saya akan mengadakan pertemuan. Hanya membutuhkan waktu kurang dari 20 menit abang ojek mengantar saya.

Saya lega turun dari ojek.

Lega karena saya selamat dan lega karena saya tidak terlambat untuk mengikuti pertemuan di kantor itu.
 
Pengalaman naik ojek membuat aku merenungkan hubunganku dengan Tuhan. Aku berani dengan rela mempercayakan nyawa dan hidup saya kepada abang ojek yang tidak saya kenal bahkan saya dengan rela membayarnya.

Bagaimana aku dengan Tuhan?

Tuhan yang selalu menjamin hidupku dan memberiku dengan cuma-cuma. Kenapa aku sulit untuk mempercayakan hidupku pada-Nya?
 
Hidupku di hadapan Tuhan seperti tanah liat di tangan tukang periuk; Tuhan dengan mudah untuk membentuk atau menghilangkan saya.

Namun kenyataannya Tuhan membentukku dan menjamin kelangsungan hidupku.
 
Apa yang menghalangi aku untuk mempercayakan hidupku padaNya?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here