Renungan Harian 9 Januari 2020: Sembunyi

0
372 views
Ilustrasi - Mengintip dan mengritik dengan cara sembunyi-sembunyi. (Ist)


Bacaan I: 1Yoh. 5: 14-21
Injil: Yoh. 3: 22-30
 
DI grup whatsapp pelayan di paroki kami, muncul salah satu pelayan menyampaikan kritik kepada para pelayan. Sebuah kritk yang amat bagus, yaitu mengingatkan agar para pelayan dalam melayani bukan untuk mencari popularitas, tetapi sungguh-sungguh melayani umat Allah.
 
Kritik itu menjadi persoalan, ketika kritik itu bukan untuk semua pelayan tetapi “ad hominem”, ditujukan langsung untuk pribadi tertentu.

Sampai di situ dan bagi saya pribadi tidak menjadi persoalan, meski mungkin menjadi persoalan dalam hubungan antara yang mengkritik dan dikritik.

Bagi saya persoalannya adalah pelayan yang menyampaikan kritik kemudian left group.

Jika bermaksud memberikan kritik yang membangun mengapa mesti melarikan diri?

Jangan-jangan kritik yang isinya amat bagus itu bukan dimaksudkan sebagai kritik yang membangun, tetapi sebagai ujaran kebencian.
 
Fenomena orang memberikan kritik dan bahkan kritik amat keras, dengan bersembunyi nampaknya menjadi marak di era media sosial ini.

Beberapa kali muncul dalam media sosial orang-orang memberikan kritik amat pedas untuk institusi tertentu dengan gagah dan garang, ketika dihadapkan dengan institusi yang dikritiknya menjadi ciut, menangis dan mengatakan dirinya khilaf.
 
Pada masa sekarang ini nampaknya marak orang bertindak “lempar batu sembunyi tangan”. Orang dengan mudah menyampaikan kritik namun tidak berani mempertanggung jawabkan kritik itu.

Orang bersembunyi dengan cara left group, mengganti nomor atau menjadikan anonim dengan kalimat “katanya, dengar-dengar, gosipnya” dan semacamnya.
 
Sikap semacam ini bukan hanya terjadi pada orang dewasa, tetapi pada remaja dan anak-anak juga marak. Bisa jadi bahwa para remaja dan anak-anak meniru dari apa yang dipertontonkan oleh orang dewasa.

Hal itu tentu amat memprihatinkan dan mengenaskan karena remaja bahkan anak-anak terpapar sifat pengecut.
 
Sifat ini menjadi amat berbahaya apabila semakin banyak orang yang terpapar, karena pada gilirannya orang tidak bisa lagi menjadi jujur dan bersikap ksatria.

Ketika semakin banyak orang terpapar maka tanpa sadar orang akan mengamini bahwa sikap itu sebagai hal yang biasa atau lebih parah menjadi sebuah sikap yang benar dan baik.
 
Manakala semakin banyak orang mengamini sikap pengecut sebagai sebuah kebenaran maka sikap itu menjadi berhala bagi banyak orang. Orang akan menggunakan itu sebagai cara bertindak, bertutur dan berperilaku.

Bila itu terjadi, ancaman besar bagi martabat manusia.
 
Sebagaimana sabda Tuhan hari ini sejauh diwartakan dalam Surat Yohanes: “Anak-anakku, waspadalah terhadap segala berhala.”
 
Bagaimana dengan aku?

Adakah aku sudah terpapar sikap pengecut itu?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here