Semar Bangun Kahyangan

0
569 views
Ilustrasi: Semar dan Togog (Ist)

Puncta 13.07.22
Rabu Biasa XV
Matius 11: 25-27

PETRUK disuruh Semar, bapaknya untuk meminjam tiga pusaka Amarta termasuk Jimat Kalimasada, sekaligus mengundang para Pandawa untuk memberi doa restu bagi Semar yang berniat membangun Kahyangan.

Niat ini dihalangi oleh Kresna. Menurutnya, Semar dituding mau memberontak pada dewa di Kahyangan.

Maka Kresna melarang Puntadewa memberikan pusaka apalagi datang ke Karang Kadempel tempat tinggal Semar.

Petruk harus diusir dan dipulangkan. Kresna akan melapor ke Kahyangan bahwa Semar berniat menandingi kewibawaan para dewa dengan membangun Kahyangan.

Padahal yang dibangun Semar bukanlah bangunan fisik material. Tetapi Semar mau memperbaiki akhlak moral kawula Amarta agar terbangun kehidupan yang “tata titi tentrem karta raharja gemah ripah loh jinawi.

Orang pintar waskita seperti Kresna, yang dijuluki “Raja titisan Sanghyang Wisnu sing ngerti sakdurunge winarah,” (mengetahui apa yang akan terjadi), bahkan Batara Guru pimpinan para dewa pun tidak dapat mengerti apa yang dimaksud oleh Semar, “wong cilik, sederhana, rakyat jelata.”

Dalam doa-Nya, Yesus bersyukur kepada Allah, Bapa-Nya karena rahasia kehidupan justru diberikan kepada orang kecil, kaum papa sederhana.

Mereka yang jujur dan rendah hati dapat melihat dan merasakan kemahakuasaan Tuhan.

Yesus berdoa, “Aku bersyukur kepada-Mu, Bapa, Tuhan langit dan bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil.”

Ada nasihat bagus bagi kita yang berbunyi, “Aja sok keminter, mundhak keblinger. Aja sok cidra mundhak cilaka.” (Jangan sok pandai, nanti bisa tersesat. Jangan suka ingkar janji, nanti hidupmu celaka).

Orang kecil sederhana tidak bisa mengandalkan apa-apa. Dia hanya percaya dan menggantungkan hidupnya kepada Yang Mahakuasa.

Kepandaian bisa menggoda orang untuk sombong. Kebijaksanaan bisa menggiring orang merasa paling benar dan kuasa.

Orang kecil dan sederhana berpikir secara lugas dan sederhana saja. Ia menjalani hidup dengan penuh syukur.

Ia merasa dikasihi Allah dengan apa adanya. Hatinya peka dan pikirannya tajam mengikuti kehendak Allah.

Marilah belajar mengasah hati nurani seperti kaum kecil dan sederhana. Kepada merekalah Allah berbelarasa.

Mendekati kaum papa dan lemah berarti juga mendekati dan mencintai Allah.

Jangan merusak sarang milik lebah,
Dia akan mengejar yang pakai baju merah.
Marilah kita mengasihi Tuhan Allah,
Dengan mengasihi yang papa dan lemah.

Cawas, hati yang peka…

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here