Sr. Ulfrida JMJ: 12 Tahun Menghibur Keluarga Duka di Oasis Lestari (2)

0
550 views
Sr. Ulfrida JMJ selama 12 tahun bertugas di Rumah Duka Oasis Lestari di Jatake, Tangerang. (Dok Oasis Lestari)


TANGGAL 30 April 2019 –persisnya di hari Selasa—terjadi estafet tata kelola pastoral di Rumah Duka Oasis Lestari di kawasan industri Jakate, Tangerang: dari dua tarekat suster biarawati JMJ (Jesus Maria Joseph) kepada suster biarawati St. Augustinessen (OSA) dari  Ketapang, Kalbar.

Bertindak sebagai para “saksi” atas peristiwa penting ini adalah sebagai berikut:

  • Bapak Uskup Keuskupan Ketapang Mgr. Pius Riana Prapdi;
  • Pemimpin Umum Kongregasi Suster St. Augustinus dari Kerahiman Allah (OSA) Sr. Lucia Wahyu OSA;
  • Direksi PT Danita sebagai lembaga usaha berbadan hukum yang menangani manajemen operasional Rumah Duka Oasis Lestari: Dirut Ny. Bernadette Ania Desliana, Manajer SDM Ny. Florentina Bowo Rini Sunarsasi, dan anggota Direksi PT Danita Romo Petrus Yuwono Hendro Prasetyo MSF.
  • Sejumlah perangkat staf DP KWI yakni Sr. Ayda OSU (Sekretaris 1 DP-KWI), Bpk. Heru Riyanto (Sekretaris 2 DP-KWI), dan lainnya.
  • Sejumlah jaringan kolega pertemanan OSA dan DP KWI.

Saksi hidup atas peristiwa kematian

Dari semua “saksi” di atas itu, suara yang paling fenomenal justru datang dari Sr. Ulfrida JMJ yang selama kurang lebih 12 tahun terakhir ini telah menjadi “saksi hidup” atas sejarah pelayanan pastoral dan administratif lainnya di Rumah Duka Oasis Lestari.

Selama hampir 10 tahun, praktis Sr. Ulfrida selalu bekerja sendirian. Benar-benar seorang diri.

Barulah dua tahun terakhir ini, Sr. Elfrida JMJ bisa mendapat “teman sejawat” suster biarawati JMJ lain yang ikut membantu menangani karya pastoral di Rumah Duka Oasis Lestari.

Serba unik dan menantang

Karena itu, kesaksiannya layak didengarkan lantaran pengalaman rohani suster biarawati asal Tanah Toraja, Sulsel, memang “tidak ada duanya”.

Serba unik, menarik, dan juga “menantang”.

Kesaksian hidupnya sebagai suster JMJ yang berkarya di lingkungan Rumah Duka Oasis Lestari ini sangat bermakna tentu saja sebagai bahan “masukan”’ bagi ketiga suster OSA senior-medior yang mulai tanggal 30 April 2019 kemarin resmi mulai berkarya di Rumah Duka Oasis Lestari.

Ketiga suster OSA yang telah menerima tongkat “estafet” merawat RD Oasis Lestari adalah Sr. Ignatia OSA (mantan Pemimpin Umum Kongregasi Suster St. Augustinus “Augustinessen” dari Kerahiman Allah), Sr. Yulia OSA (perawat karir), dan Sr. Maria OSA (sebelumnya Sekretaris Yayasan).

Sering melaut

Kini, marilah kita simak pengalaman iman Sr. Ulfrida JMJ yang di tahun 2019 ini telah genap merangkai usia 76 tahun.

Apakah dia lantas merasa diri telah “tua” dengan rentang jejak usia 76 tahun itu? Terutama merasa diri “lelah” ketika setiap hari praktis harus menangani reksa pastoral melayani para pelayat, merawat jenazah dan abu jenazah, dan juga mendoakan arwah almarhum-almarhuman itu demi bisa mendapatkan kebahagiaan abadi bersama Tuhan?

Ternyata, dalam sebuah pidato singkatnya usai berkat penutup Perayaan Ekaristi, Sr. Ulfrida JMJ dengan lantang menjawab: “Oh… tidak sama sekali.”

“Bahkan sudah umur-umur setua ini pun, saya malah sering diajak keluarga duka untuk ikut melarung abu jenazah ke laut,” papar Sr. Ulfrida JMJ ini dengan mantap.

Padahal Tanah Toraja itu –tempat di mana dia lahir dan besar sebagai remaja—merupakan  sebuah lanskap alam yang berlokasi di kawasan daratan tinggi dan jauh dari laut.

Namun, sebagai biarawati JMJ, tugas pengutusan bekerja di Rumah Duka Oasis Lestari yang dia terima 12 tahun silam dari Kongregasi Jesus Maria Joseph telah selalu dia lakoni dengan penuh kesetiaan dan kerajinan.

Air tentu saja bukan hal baru bagi para suster OSA.

Itu karena banyak lokasi karya pastoral yang diampu oleh Keuskupan Ketapang  dan para suster St. Augustinessen –terutama di bagian hulu–  itu hanya bisa dijangkau dengan “pelayaran” melalui perairan sungai.

Di wilayah reksa pastoral Keuskupan Ketapang itu ada berbagai jenis dan karakter sungai: dari yang super lebar dan dalam seperti Sungai Pawan, Sungai Laur,  Sungai Pesaguan, sampai sungai-sungai lain yang penuh “jebakan Batman” karena banyaknya riam-riam dan batu karang.

Jangan main-main dengan aliran sungai di Ketapang. Itu karena Pastor Raphael Kleyne CP dan Bruder Gaspard Ridder van der Schueren CP (paman kandung almarhum Pastor Fritz van der Schueren SJ)  sampai tewas tenggelam karena tubuuh terseret arus pusaran air deras di aliran Sungai Pesaguhan –dekat Tumbang Titi dari arah Kendawangan- tanggal 27 Februari 1952.

Menghibur keluarga duka

Masih ada plus-nya yakni harus bira merawat diri punya ketabahan dan jiwa besar. Di antaranya kehendak untuk untuk selalu mampu menghibur anggota keluarga yang tengah berduka karena telah kehilangan sanak-saudara dekat yang baru saja meninggal dunia.

Yang datang ke Rumah Duka Oasis Lestari ini, kata Sr. Ulfrida JMJ, bukanlah orang yang mau bersenang-senang atau pesta. “Melainkan mereka ‘terpaksa’ datang ke sini dalam suasana serba duka,” ungkapnya ringkas.

Sr. Ulfrida JMJ (duduk di tenhaj) sudah selama 12 tahun bertugas di Rumah Duka Oasis Lestari di Jatake, Tangerang. Tampak dalam foto ini Uskup Keuskupan Ketapang Mgr. Pius Riana Prapdi, para imam, dan staf Dana Pensiun KWI dan karyawan Rumah Duka Oasis Lestari. (Dok Oasis Lestari)

Karena itu, kata dia lagi, selain harus mengurusi urusan administrasi, Sr. Ulfrida JMJ juga sering memerankan diri sebagai penghibur bagi para pelayat yang datang mengiringi jenazah almarhum-almarhumah anggota kerabatnya yang meninggal dunia dan sebentar kemudian akan dikremasi.

Usai pembakaran jenazah, masih ada tahapan lain yang dia lakukan yakni merawat abu jenazah itu di Ruang Kolumbarium atau kemudian melarung abu jenazah itu ke laut –semua ini terjadi sesuai request keluarga duka.

Jadi, menghibur keluarga yang tengah berdukadi Rumah Duka Oasis Lestari itulah yang menarik sebagai kisah iman Sr. Ulfrida JMJ sebelum tongkat estafet itu diberikan kepada tiga suster OSA melalui mandat yang diberikan oleh PT Danita DP-KWI.

Kesaksian iman Sr. Ulfrida JMJ itu sungguh sangat “bermakna” bagi model pelayanan pastoral di kawasan Rumah Duka Oasis Lestari seluas 3,9 ha.

Dan kiranya semangat besar untuk mampu menjadi tempat curahan hati sekaligus penghibur bagi keluarga berduka itulah yang menjadi harapan Mgr. Pius Riana Prapdi dalam kata penutupnya. (Selesai)

PS: Naskah yang sama dengan penulis sama telah kami rilis di situs resmi KWI di www.dokpenkwi.org





LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here