Surat Buta dari Azkaban

0
188 views
Ilustrasi tentang pertobatan karya Salvador Dali (ist)

EMPAT sekawan keponakan Reva menemukan koleksi novel Harry Potter di perpustakaan “Bait Damai Wanodya”. LSM yang didirikan Reva bersama Rosmania Dewinta, S.H.M.H. (praktisi hukum), Widiandini Endah, M.Si. Psi. (Psikolog), Aiptu Renita  Lukitasari (Polwan) yang didedikasikan sebagai rumah aman bagi para perempuan korban kekerasan.

Liburan kali ini mereka menjadi relawan di sana, walaupun mereka lebih banyak mendekam di perpustakaan. Itu cara Reva mendidik para keponakannya menumbuhkan sikap peduli dan berbagi, serta memiliki wawasan yang luas tentang hidup dan kehidupan.

Reva tidak terlalu menggilai serial Harry Potter, tetapi sangat mengagumi perempuan pengarangnya, yaitu Joanne Kathleen Rowling atau lebih dikenal dengan J.K. Lowling. Perempuan produktif tersebut boleh dikatakan seorang penyintas.

Perempuan yang bisa bangkit dari keterpurukan sebagai korban perceraian orangtuanya yang berdampak pada pernikahannya.

Sebagai seorang ibu dengan putrinya, sebagai single parent, ia mengembangkan imajinasinya dengan tokoh utama seorang  penyihir cilik. Bertahan hidup dengan mengembangkan kreativitas sesuai dengan passion itu mengantarkannya menjadi salah satu perempuan terkaya di Inggris.

Lewat kisah Harry Potter itu, Reva mengenal Azkaban. Sebuah penjara yang sangat mengerikan. Gambaran kesangaran Azkabar bisa disetarakan dengan Penjara Alcatraz, penjara di Pulau Alcatraz di Teluk Fransisco California Amerika Serikat atau Nusa Kambangan yang berisi gembong narkoba, pentolah teroris, dan napi menunggu hukuman mati.

Siang ini Reva menerima surat tanpa nama pengirin dari Nusa Kambangan.

***

Mbak Reva.

Sebelum ajal menjemputku. Izinkan aku mengaku kepadamu. Sebelumnya aku minta maaf atas perlakukanku kepadamu pada masa lalu.

Walaupun maaf Mbak tak bisa menghapus dosa-dosaku, tetapi paling tidak mengurangi bebanku. Aku adalah orang yang terjebak di dunia yang salah, lahir dalam keluarga yang salah, bertemu dengan orang yang salah, di tempat yang salah, pada waktu yang salah, sehingga hidupku bubrah tanpa arah.

Puncak kehancuranku adalah ketika bertemu dengan Hera, adikmu. Ia adalah orang gila yang menjadikan aku budak nafsunya. Seorang anak belia bisa berbuat liar dalam mengejar lelaki dan menjadikanku terjerat dalam kungkungannya.

Luluh lantak hidupku dengan tanpa bekerja namun harus tetap bertahan hidup, membuatku harus berkenalan dengan narkoba, dan menjadikan aku semakin tenggelam dalam dunia gelap itu.

Bukan maksudku menjelekkan adikmu, tetapi Hera memang menderita hiperseks yang sangat kronis yang harus dilayani di mana pun dan kapan pun.

Aku tidak kuat.

Aku merasa hidup dan melihat surga ketika bertemu denganmu. Kau yang keibuan, penuh kesabaran, sekaligus keluguan dalam menanggapi tingkah Hera.

Kau pasti tidak tahu bahwa adikmu itu pengidap hiperseks. Semoga sekarang Engkau sudah tahu dan dapat mengobatinya, sehingga sembuh. Karena berhubungan dengan banyak orang yang salah dalam sindikat narkoba dan fasilitas pornografi yang selalu diiming-imingkan kepada Hera, membuat ia mau melakukan apa saja asal terpuaskan syahwatnya.

Ketika aku marah melihat Hera sedang pesta seks dengan banyak orang, membuat aku beringas saat bertemu denganmu. Kemarahanku kulampiaskan kepadamu, bahkan hampir membunuhmu.

Aku ingin merebut sinar surga dari matamu sekaligus membencimu, karena kamu terlalu jauh tak terengkuh. Dan sejak saat itu aku menjadi impoten. Aku tak bisa lagi berhubungan seks dengan siapa pun.

Itulah penderitaan dan hukumanku atas perbuatan terkutuk yang kulakukan kepadamu.

Bersama ini aku kirimkan rekening atas namamu dan Hera. Aku juga berusaha bertanggungjawab sebagai suami. Uang dalam rekening itu mungkin bagimu uang kotor, tetapi saya berharap dapat kau gunakan demi kebaikan.

Aku titipkan Hera kepadamu.

Bersama ini kusertakan surat pernyataan talak yang bisa digunakan Hera untuk mengurus pengesahan perceraian di Pengadilan Agama.

Engkau tahu kami dulu menikah di KUA atas paksaan Hera.

Hera bebas, tetapi aku yakin ia bisa sembuh dan menjadi perempuan yang baik dalam perlindunganmu.

Reva tak bisa melanjutkan membaca surat dari Birawa.

Pengakuan dari seorang lelaki malang yang hidup dalam kemalangannya dan tak sanggup mentas, justru semakin terpuruk hingga terusir dan tersingkir sampai ke Nusa Kambangan, membuat matanya penuh air mata dan mengaburkan tulisan di hadapannya.

Ada rasa iba dan kasihan tumbuh dalam diri Reva. Hal ini meluruhkan secara perlahan dendam Reva terhadap lelaki suami adiknya itu. Bukan karena tersanjung dianggap bermata surga, melainkan ketersesatannya dalam hidup membuatnya tak mengenal kasih Allah, karena tidak mendapatkan bimbingan dan didikan dari orangtua.

Paginya Reva mengajak Hera untuk mengurus tabungan mereka ke bank dengan sebelumnya membahasnya dengan Renita, polwan cantik tapi kekar itu. Jangan sampai mereka dianggap sebagai penadah uang hasil menjarah dan dianggap pelaku kejahatan pencucian uang hasil bisnis narkoba.

HP Hera yang dibawa saat pertama bertemu Reva sekarang ini ada di tangan Renita. Nomer itu masih hidup.

HP itu sangat berjasa, karena lewat pesan dan kontak yang ada di dalamnya, polisi dapat menggulung sindikat narkoba besar di Indonesia dan mengirim para pelakunya ke Nusa Kambangan.

Karena itulah Hera selalu dalam perlindungan polisi.  Untung ada UU Nomer 31 tahun 2014 tentang perubahan atas UU nomer 13 tahun 2006 mengenai Perlindungan Saksi dan Korban, yang menempatkan Hera sebagai korban dan saksi, bukan sebagai pelaku. Walaupun beberapa kali dia sebagai kurir pengantar narkoba, dia dalam kondisi diancam dan dipaksa, bahkan kemudian mau menjadi kolaborator untuk mengungkap kasus narkoba, sehingga Hera tidak pernah ditahan.

Awal menjadi kolaborator memang menakutkan. Hal itu terjadi saat mereka harus pulang cepat saat berlibur ke Bali. Hera dijemput polisi untuk bersaksi di pengadilan.

Ketakutan Reva saat itu ternyata tidak beralasan. Hal itulah yang mendorongnya untuk mendirikan ”Bait Damai Wanodya”.

Ketakutan perempuan berhubungan dengan kasus hukum dan menjadi saksi harus dikikis. Perempuan harus diajari untuk berani melapor atau menjadi saksi, agar kejahatan terhadap perempuan, khususnya kekerasan seksual bisa dikikis kalau dihapuskan terasa tidak mungkin.

Edukasi dan sosialisasi Undang-undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT), Undang-undang Pelindungan Anak, Undang-undang Sistem Peradilan Pidana Anak perlu terus digalakkan. Yang sangat disayangkan adalah ditolaknya RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dalam Prolegnas 2020.

Agar tidak menimbulkan kesalahpahaman, Renita mendampingi mereka.

Setelah menunggu cukup lama, akhinya tercetak buku tabungan antas nama Reva berjumlah 400.756.778 dan Hera 412.879.992.

Mereka akhirnya memutuskan mendepositokan masing-masing 400 juta. Bunga yang diterima dari dua deposito itu bisa dipakai untuk cabang ”Bait Damai Wanodya” baru di kota lain.

Bunga sekitar lima juta sebulan rasanya cukup untuk operasional awal. “Benar juga harapan Birawa agar uangnya bermanfaat.”

Reva membatin. “Terima kasih. Tuhan melindungimu.” Reva mendoakan Birawa.

***

Malam itu Reva terjaga dari tidurnya. Jam di pergelangan tangannya menunjukkan pukul 23.56. Reva bergerak turun dari tempat tidur, mencuci muka, dan mengambil gelas meminum segelas air putih. Matanya terasa terang dan kantuknya hilang.

Diambilnya surat dari Birawa yang belum selesai dibacanya.

Kelihatannya waktuku di dunia sudah tidak akan lama. Beberapa kali aku mengalami sakau tak tertangani. Tanganku sudah hancur akibat sayatan yang tak diobati. Kakiku juga semakin parah dan membusuk. Beberapa kali aku berusaha bunuh diri, tetapi bayangan mata santamu selalu hadir dan melarangku mengakhiri hidup dengan cara yang dikutuk Tuhan.

Beberapa waktu lalu ada Romo yang datang. Aku punya kesempatan untuk mengaku dosa. Bebanku terasa ringan.

Nasihat Romo yang membuat aku memberinikan diri menyuratimu. Semoga kau berkenan mengampuniku dan langkahku kembali kepada Tuhan menjadi lancar.

Seterima surat ini kemungkinan aku sudah tidak ada.

Kalau pun belum, kiranya kau dan Hera bisa menjengukku. Itu pintaku yang terakhir, supaya aku bisa meminta maaf kepadamu. Untuk izin berkunjung Kau bisa menghubungi Romo Leonardo dengan nomer ini.

Tetaplah menjadi Santa dan pembawa damai kepada sesama.

Salam,

Birawa.

Begitu selesai membaca surat itu, ada pesan dari Suster Ignas.

“Reva jangan kaget, barusan ada telepon dari seorang Romo dari Cilacap yang memberitahukan bahwa Birawa meninggal. Bordoalah untuk keselamatannya.”

Reva termenung, akankah jenazahnya dimakamkan di sini? Bagaimanana Hera menanggapi kematian suaminya?

“Tuhan ampunilah Birawa dari segala dosanya. Perlakukanlah dia sebagai penjahat yang disalibkan bersama Putera-Mu dan bertobat, dan sediakanlah firdaus baginya.”

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here