KEHIDUPAN manusia berkembang dalam evolusi menuju kesempurnaan. Prosesnya membutuhkan dua syarat, yakni teori dan implementasinya dalam tindakan nyata. Teori tanpa penerapan tudak mengubah apa-apa.
Hidup agama dan kerohanian mengikuti pola yang sama, yakni semangat pertobatan dan langkah nyata menanggapi panggilan Tuhan untuk bertobat. Sejak manusia jatuh ke dalam dosa, tak henti-hentinya Tuhan memanggil mereka untuk bertobat dan kembali kepada-Nya.
Bagaimana tanggapan manusia? Jawabannya bisa ditemukan antara lain dalam injil hari ini (Matius 21: 28-32). Ada yang puas dengan mengerti, tetapi tidak menjalani.
Meski mereka menduduki posisi penting sebagai pemimpin agama, tanpa bertobat mereka tidak selamat. Para imam kepala dan tua-tua bangsa Yahudi, contohnya (Matius 21: 32). Mereka lebih suka berdebat daripada berbuat (Matius 21: 23). Bahkan, akhirnya menolak untuk percaya kepada Yesus (Matius 21: 32).
Sebagian yang lain tidak banyak bicara. Begitu mendengar seruan Yohanes Pembaptis, mereka langsung bertobat secara nyata (Lukas 3: 10-14). Zakeus, pemungut cukai bertobat dan menjadi pengikut Yesus.
Di rumah Zakeus, Tuhan Yesus bersabda, “Keselamatan telah turun atas rumah ini.” (Lukas 19:9).
Perumpamaan di atas bukan hanya tentang para pemimpin agama dan kaum pendosa. Hari ini, Yesus bersabda kepada kita yang bisa masuk ke dalam salah satu dari dua kategori di atas.
Apakah kita termasuk orang yang beriman hanya dengan kata-kata?
Mungkin kita rajin berdoa dan beribadat, tetapi kita belum mewujudkan iman dalam perbuatan. Bukan orang yang berseru ‘Tuhan, Tuhan’ akan masuk ke dalam Kerajaan SUrga, melainkan mereka yang melakukan kehendak Bapa-Ku (Matius 7: 21).
Kita sudah berkata “ya” kepada Tuhan dalam pembaptisan dan menjadi anggota Gereja.
Beranikah kita mengatakan bahwa kita telah mewujudkan yang Tuhan minta kepada kita? Yang Tuhan kehendaki bukan janji, melainkan tindakan nyata pertobatan.
Selasa, 13 Desember 2022
Peringatan Santa Lusia, Perawan dan Martir
