Ulasan Injil Minggu Biasa XIX, Magnificat (2)

1
1,776 views

BACAAN Injil pada perayaan hari ini (Luk 1:39-56) memuat dua bagian, yakni kisah Maria mengunjungi Elisabet (ay. 39-45) dan Kidung Pujian “Magnifikat” (ay. 46-55) yang berakhir dengan ay. 56 sebagai penutup kisah. Bagian pertama mengisahkan dua orang perempuan yang mendapati diri beruntung. Elisabet yang termasuk kaum yang kena aib karena tidak mengandung sampai usia senja kini akan melahirkan Yohanes Pembaptis.

Dan dia yang masih ada dalam rahim itu melonjak kegirangan mendengar salam yang diucapkan Maria yang datang berkunjung. Maria sendiri harus melewati hari-hari tak enak memikirkan bagaimana menjelaskan keadaan dirinya kepada Yusuf, tunangannya. Ia bertanya kepada malaikat yang datang kepadanya, bagaimana mungkin semuanya terjadi.

Jawab malaikat menunjuk pada peran Roh Kudus. Begitulah kisah yang disampaikan kepada kita oleh Lukas. Dan kelanjutannya kita ketahui. Maria membiarkan Roh Kudus bekerja dalam dirinya. Itu dia Tuhan yang mengubah diri  menjadi suara hati manusia. Dan suara hatinya itu jugalah yang membuatnya berkata “Aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut perkataanmu!”

Roh yang sama itu juga yang membuat Maria mengidungkan pujian yang dibacakan hari ini. Kidung itu mulai pada ay. 46 dengan pujian bagi Tuhan yang turun untuk menyelamatkan. Ia membuat hidup ini berarti. Ia membuat penderitaan bermakna. Kemudian dalam ay. 48 terungkap pengakuan bahwa Tuhan menyayangi orang-orang yang kecil sehingga mereka menjadi besar di mata orang.

Tak perlu kita tafsirkan ini sebagai teologi pembalikan nasib orang miskin jadi kaya dan orang kaya jadi melarat. Ayat itu mewartakan kebesaran Tuhan yang tidak takut berdekatan dengan orang kecil, bukan karena tindakan ini romantik, ideal, melainkan karena orang kecil itu dapat memberinya naungan dan mengurangi kesepiannya! Orang sederhana biasanya ingat Tuhan dan itu cukup membuat-Nya menemukan kembali secercah kegembiraan yang telah hilang dari surga dulu. Ini teologi sehari-hari.

Ayat-ayat selanjutnya, yakni 49-55, berupa pembacaan kembali sejarah terjadinya umat Israel. Ditekankan tindakan-tindakan hebat Tuhan yang membela orang-orang yang dikasihi-Nya di hadapan pihak-pihak yang mau menindas mereka. Puji-pujian yang terungkap dalam Magnifikat ini senada dengan ungkapan kegembiraan dan kepercayaan akan perlindungan ilahi seperti terdapat dalam Kidung Hana dalam 1Sam 2:1-10.

Sering ada anggapan bahwa penderitaan, kemelaratan, ketidakberuntungan, aib, semuanya ini dikenakan sebagai hukuman bagi suatu kesalahan. Juga dianggap bahwa hukuman bisa juga diturunkan kepada keturunan orang yang bersalah. Dosa menurun, hukuman berkelanjutan. Dalam Kidung Magnifikat pendapat seperti ini tidak diikuti.

Malah ditegaskan bahwa Tuhan membela orang yang percaya kepadanya yang meminta pertolongan dari-Nya. Bagaimana dengan orang yang hidupnya beruntung, menikmati kelebihan, tidak kurang suatu apa? Apakah mereka itu akan dikenai malapetaka? Kiranya bukan itulah yang dimaksud. Orang-orang yang beruntung dihimbau agar mengambil sikap seperti Tuhan sendiri, yakni memperhatikan mereka yang kurang beruntung.

Sama sekali bertolak belakang bila orang membiarkan kekayaan, kedudukan, kepintaran membuat sesama yang kurang beruntung menjadi terpojok atau kurang mendapat kesempatan untuk maju. Inilah yang kiranya hendak disampaikan dalam ay. 52-53 yang  mengatakan bahwa kaum congkak hati akan diceraiberaikan, orang berkedudukan akan direndahkan, orang kaya akan disuruh pergi dengan tangan hampa.

Kidung Magnifikat mengajak orang-orang yang merasa beruntung diberkati oleh Tuhan dengan kelebihan bukan untuk menikmatinya, melainkan untuk memungkinkan sesama ikut beruntung. Di sini tidak ditawarkan sebuah teologi penjungkirbalikan nasib, melainkan pelurusan hakikat kehidupan sendiri.

Kepercayaan akan kebesaran Tuhan tidak bisa diterapkan begitu saja untuk memerangi ketimpangan sosial yang mengakibatkan adanya ketidakadilan yang melembaga. Namun demikian, kepercayaan ini dapat membuat manusia makin peka dan mencari jalan memperbaiki kemanusiaan sendiri. Keterbukaan kepada dimensi ilahi akan membuat orang makin lurus.

Membesarkan Firmal Allah
Dalam Injil bagi Misa Vigilia (Luk 11:27-28) disebutkan ada seorang perempuan yang menyebut bahagia ibu yang melahirkan Yesus (Luk 11:27). Yesus menambahkan, “Yang berbahagia ialah mereka yang mendengarkan firman Allah dan yang memeliharanya.” Kata Indonesia “memelihara” ini dengan tepat mengutarakan kembali ungkapan aslinya yang memuat pengertian menjaga, menelateni, membesarkan.

Agak disentuh teologi sabda seperti diutarakan dalam pembukaan Injil Yohanes. Yang menarik ialah adanya penekanan pada kegiatan pihak manusia. Dikatakan manusia memelihara sabda Allah. Berarti sabda itu juga bisa berkembang dalam diri manusia dan bahkan menjadi bagian kehidupannya. Maria ialah salah satu yang menjalankannya.

Seperti diutarakan dalam Luk 1:38 “Terjadilah padaku menurut perkataanmu itu”, sabda Allah yang dibawakan malaikat kepadanya menjadi kehidupan karena diterimanya dan dikandungnya. Dan Maria melahirkannya tadi dalam ujud manusia. Kata-kata Yesus yang  diteruskan dalam Luk 11:28 tadi memperjelas apa artinya berbahagia karena bisa melahirkan dan membesarkannya. Maria berbahagia karena ia mendengarkan firman Allah serta memeliharanya. selesai

1 COMMENT

  1. Magnificat Maria adalah Spiritualitas Maria , sama dengan Spiritualitas Yesus dan kalau mengenai Kekuasaan/ Kekayaan/ Kehormatan sama dengan Spiritualitas Universal spt Budhism . Ketiga hal yang selalu kita puja tsb adalah sungguh sumber penderitaan dan malapetaka bagi kita . Repotnya kita meskipun sudah mendengarkan Magnificat Maria atau Yesus akan terus memuja itu Tritunggal Yang Maha Tidak Kudus , Oh Nasib ku.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here