Wajah Anak Adoptif Bisa Mirip Ortu

0
323 views
Ilustrasi - Kehidupan keluarga. (Ist)

BAPERAN – BAcaan PERmenungan hariAN.

Jumat, 1 Oktober 2021.

Tema: Karena aku, kau cinta.

  • Yes. 66: 10-14c.
  • Mat. 18: 1-5.

CINTA. Ya, cinta. Cinta adalah bibit-bibit kemuliaan Allah yang ditanam dalam diri ciptaan-Nya. Pertama-tama untuk dirinya terlebih dahulu. Kedua, bagi sesamanya.

Bagaimana mungkin orang dapat mencintai sesama, tanpa mampu mencintai dirinya sendiri terlebih dahulu?

Mencintai diri sendiri berarti menerima diriku apa adanya. Dengan segala kelebihan dan kekurangan. Bahkan keterbatasan, namun diciptakan baik adanya.

Santa Theresia dari Kanak-kanak Yesus berkata, “Aku tidak mengetahui apa-apa. Aku hanya mengetahui bahwa aku dicintai.”

Hanya cinta yang tertinggal. Kendati semua meninggalkan dan segala sesuatu menghilang. Bahkan sampai tidak adanya jaminan dan rasa aman. Berantakan.

“Cinta itu melampaui segala kebijakan manusia.” bdk 1 Kor 13.

Suatu saat, sebuah keluarga yang saya kenal 20 tahun lalu datang mengunjungi.

Melihat mereka begitu bergembira dengan ketiga buah hati mereka. Dua perempuan dan satu laki-laki.

Ibu dan ketiga anaknya sedang berdoa di depan Maria, sementara suaminya lebih dulu selesai.

“Mo, ingatkan. 20 tahun yang lalu kita pergi ke sebuah panti asuhan dan saya mengadopsi seorang anak bayi,” sang bapak mulai berkata-kata.

“Ingat-ingat lupa e. Saya sengaja tidak mau mengingat, supaya tidak keceplosan kalau ketemu,” kataku.

Saya menjaga rahasia itu.

“Betul Romo. Tapi ini kita berdua aja.”

“Apa yang terjadi?

“Justru saya bersyukur sekali, Mo. Tak terduga, tak membayangkan. Bagi kami keputusan dulu itu sungguh merupakan kasih dan tindakan Tuhan sendiri. Ia menggerakkan hati kami. Kini, kami bertumbuh bersama,” ungkapnya.

“Wow menarik sekali ini.”

“Romo, jangan memalingkan muka. Itu isteri  dan ketiga anak saya. Mirip semua. Baik yang laki-laki maupun kedua yang perempuan,” lanjutnya.

“Di manakah anak hasil adopsi itu? Tidak ikutkah? Atau sedang kuliah di luar kota?” tanyaku.

“Coba Romo perhatikan. Masa nggak ingat?” sergahnya.

Ku melirik dan tak dapat kutebak.

Kami melirik bersama. Mereka telah selesai berdoa. Tiba-tiba si bapak mengatakan singkat. “Itu Romo yang pakai celana jins baju putih,” kata sang bapak.

Saya melirik dan lalu terkesima.

Tuhan mengubah dan menyamakan wajah anak adopsi seperti wajah adik-adiknya. Tak ada yang bisa menduga. Betapa ajaibnya Tuhan. Ia bertindak dan campur tangan. Meng-agung-kan. Tuhan tidak membedakan.

Tiba-tiba isterinya berkata, “Romo udah lama ya tidak jumpa. Apa kabar?” sapa sang ibu.

“Baik. Aduh anak-anak menyenangkan. Sudah pada besar. Romo senang melihat cara kalian berdoa. Tunduk tekun dalam keheningan di hadapan Bunda Maria. Ro melirik agak lama. Sikap doa kalian pasti sebuah sikap yang spontan, otomatis, tidak canggung,” kataku.

“Iya Romo. Kami sepekan sekali berdoa Rosario sekeluarga setiap hari Jumat,” sela ibunya.

“Papa mamamu galak ta?” tanyaku spontan.

Mereka tersenyum, saling memandang.

Yang besar berkata, “Papa Mama baik. Kami semua disayang tanpa dibedakan. Mama kadang tiba-tiba ingin tidur bersama kami semua. Kangen dan rindu masa kecil kami.

Dan kalau sudah bobo, mama tidak banyak bicara. ‘Jadi anak mama yang baik ya. Rukun.  Mama sayang kalian.’

Setelah itu, Mama memandang kami; mengusap rambut kami satu persatu,” ungkap mereka.

“Bagus itu. Ngak apa-apa. Kalian senang ta?”

“Ya senang, Mo. Mama Papa sayang. Jarang sekali marah. Kalau menasihati seperti sahabat saja. Kadang kami lupa bahwa mereka itu Mama Papa kami. Kami kadang spontan cubit Papa dan Mama. Papa Mama sering menggoda,” kata anak-anak.

“Wow menyenangkan sekali.”

Yesus bersabda, “Barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku.” ay 5.

Tuhan, sungguh besar kasih-Mu; sungguh indah karya-Mu. Amin.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here