Artikel Kesehatan: FHC Menuju UHC

0
269 views
Ilustrasi UHC-Waiting by Rockefellerfoundationorg

KEBIJAKAN Perawatan Kesehatan Gratis atau ‘Free Health Care’ (FHC) dirancang untuk dapat membantu tercapainya cakupan kesehatan semesta atau ‘Universal Health Couverage’ (UHC).

Apa yang harus dilakukan?

Pada tahun 2015, PBB mengadopsi 17 tujuan pembangunan berkelanjutan atau ‘Sustainable Development Goals’ (SDG) yang berkomitmen untuk mengakhiri kemiskinan dalam segala bentuknya pada tahun 2030.

Tujuan ketiga (SDG 3) adalah pembentukan UHC, yaitu memastikan semua orang dapat menggunakan layanan kesehatan yang mereka butuhkan, dengan kualitas yang efektif (sufficient quality to be effective), tanpa menyebabkan kesulitan keuangan. UHC ini mengharuskan setiap negara untuk memperluas jumlah layanan kesehatan yang tercakup, meningkatkan kualitas layanan, meningkatkan jumlah orang yang dijamin, dan memberikan perlindungan terhadap risiko keuangan.

Pengambilan keputusan terkait kebijakan kesehatan adalah rumit, karena fakta menunjukkan bahwa tidak ada kebijakan kesehatan yang dapat meningkatkan cakupan, kesetaraan, kualitas dan perlindungan risiko keuangan secara bersamaan dan pada tingkat yang sama, di negara manapun. Hal ini memaksa pembuat kebijakan untuk membagi alokasi sumber daya finansial.

Kriterianya adalah apakah lebih penting bagi masyarakat untuk mencakup lebih banyak orang, menjamin lebih banyak jenis penyakit, meningkatkan pemerataan layanan, atau meningkatkan perlindungan keuangan. Idealnya, kebijakan untuk membagi alokasi sumber daya finansial yang semakin terbatas, membutuhkan pengetahuan tentang preferensi populasi, sebuah pengetahuan yang mungkin tidak cukup memadai dan data yang sangat mungkin terbatas.

FHC bertujuan untuk mengurangi hambatan keuangan yang dialami seseorang, ketika mengakses layanan kesehatan.

Kebijakan FHC menghilangkan biaya pada satu atau lebih titik layanan kesehatan. Meskipun FHC dapat saja untuk semua jenis layanan dokter, tetapi juga mungkin hanya untuk layanan kesehatan primer saja, untuk kelompok populasi tertentu saja, untuk layanan tertentu bagi semua orang, atau untuk layanan tertentu untuk kelompok populasi tertentu, yang biasanya memiliki kerentanan medis atau ekonomi yang sama.

Contoh FHC adalah perawatan antenatal ibu hamil, persalinan yang dibantu petugas kesehatan, operasi caesar, dan layanan kesehatan untuk anak balita atau lansia. Jenis layanan tersebut dipilih, untuk melindungi kelompok warga yang dianggap sangat rentan, dan terutama masyarakat miskin.

Kriteria inklusi yang mudah digunakan seperti usia, kehamilan atau area geografis yang sulit, digunakan untuk menentukan apakah seseorang memenuhi syarat untuk mendapatkan FHC. Program ini tidak menggunakan kriteria pendapatan seseorang atau karakteristik fasilitas kesehatan, untuk menentukan apakah seseorang berhak atas penggratisan tersebut.

Dengan memperkenalkan kebijakan FHC, sebenarnya pemerintah secara eksplisit bermaksud untuk membuat kemajuan menuju UHC dalam dua cara.

  • Pertama adalah meningkatkan pemanfaatan layanan kesehatan tertentu, sesuai dengan kebutuhan warga masyarakat.
  • Kedua adalah meningkatkan penjaminan dan perlindungan keuangan.

Namun demikian, secara implisit kebijakan FHC juga bertujuan untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan, yang dijamin melalui kebijakan ini.

Transparansi dan akuntabilitas adalah aspek kunci, karena orang yang memenuhi syarat wajib memahami bahwa mereka berhak atas kebijakan FHC. Dengan tambahan sedikit sumber daya finansial dalam anggaran kesehatan, sebenarnya memadai untuk mendanai FHC. Hal ini merupakan salah satu cara untuk membuat kemajuan menuju UHC, meskipun terdapat pemanfaatan beberapa jenis layanan atau ‘trade-off’ yang tak terelakkan.

Kebijakan FHC ini mengarah kepada keputusan tentang prioritas jenis layanan kesehatan tertentu atau kelompok populasi khusus. Kebijakan ini membutuhkan keputusan tegas, tentang siapa yang harus menerima perlindungan keuangan dalam FHC, dan dengan demikian secara implisit atau eksplisit, juga menentukan siapa yang tidak akan mendapat manfaat tersebut.

Shrime, Mukhopadhyay dan Alkire (2018) menjelaskan tentang FHC dalam tulisannya yang berjudul ‘Health-system-adapted data envelopment analysis for decision-making in universal health coverage’ dalam ‘Bulletin of the World Health Organization’ 2018;96:393-401.

Paling tidak terdapat tiga alat pengambilan keputusan, untuk menentukan nilai atau bobot dari berbagai intervensi layanan kesehatan, baik preventif maupun kuratif.

Analisis amplifikasi data efisiensi biaya layanan kesehatan, digunakan untuk pembobotan beberapa jenis kebijakan, memeringkatnya dari nilai rendah ke tinggi, untuk memprioritaskan pilihan yang ada.

Audit Medis JKN

Vaksinasi pneumokokus memiliki nilai tertinggi (skor: 2,84) pada saat semua hasil demografi dipertimbangkan, tetapi memiliki nilai terendah dalam analisis efektivitas biaya, yaitu US $ 1.160 per kematian balita yang dapat dicegah. Intervensi terbaik berikutnya adalah pengobatan pneumonia dengan obat antibiotika tunggal per oral, vaksinasi campak, pengobatan diare dengan rehidrasi dan suplemen zinc, serta pengobatan tuberkulosis (skor: 1,79 ± 2,75). Kemudian disusul dengan bantuan proses kelahiran melalui bedah caesar (skor: 1,51).

Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan BPJS Kesehatan No 2, 3, dan 5 mengatur penjaminan layanan katarak, bayi baru lahir melalui operasi bedah caesar, dan rehabilitasi medik, yang merupakan layanan dengan pengeluaran biaya yang cukup besar.

Ketiganya mungkin saja akan termasuk dalam FHC pada era JKN, untuk menuju UHC di Indonesia.

Sudahkah kita berpikir cerdas?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here