Artikel Kesehatan: Hari Hepatitis Sedunia 2019

0
638 views
Hari Hepatitis Sedunia 2019 by WHO

HARI Hepatitis Sedunia atau World Hepatitis Day dirayakan pada hari Minggu, 28 Juli 2019.

Tanggal 28 Juli dipilih untuk menghormati ulang tahun pemenang hadiah Nobel bidang kedokteran, Profesor Baruch Samuel Blumberg, penemu virus hepatitis B (HBV) dan pengembang vaksin hepatitis B pertama.

Apa yang sebaiknya kita sadari?

Penderita Hepatitis A pada awal bulan Juli 2019 di Kabupaten Pacitan, Jawa Timur, jumlahnya terus bertambah sampai menembus angka 1.000 orang.

Virus hepatitis B dan C mempengaruhi 325 juta orang di seluruh dunia yang menyebabkan 1,4 juta kematian per tahun, sedangkan sebanyak 2.850.000 orang menjadi terinfeksi baru pada tahun 2017 yang lalu.

Hepatitis adalah penyakit menular yang merupakan penyebab kematian atau pembunuh kedua terbesar setelah TBC. Selain itu, ternyata  orang yang terinfeksi hepatitis 9 kali lebih banyak daripada HIV. Padahal, hepatitis sebenarnya dapat dicegah, diobati, dan hepatitis C bahkan dapat disembuhkan secara tuntas.

Namun, ternyata lebih dari 80% penderita hepatitis memiliki keterbatasan akses pada layanan pencegahan, pemeriksaan atau tes pengujian, dan pengobatan.

Tema Hari Hepatitis Sedunia 2019 adalah ‘berinvestasi dalam menghilangkan hepatitis (invest in eliminating hepatitis). Diperlukan investasi pendanaan setiap tahun untuk mencapai target eliminasi global hepatitis pada tahun 2030, sesuai cakupan kesehatan semesta atau ‘Universal Health Couverage’ (UHC).

Kampanye ini bertujuan 2 hal.

Pertama, untuk mendesak pembuat kebijakan nasional dan regional, agar meningkatkan komitmen politik dan keuangan dalam mengatasi hepatitis. Target eliminasi hepatitis sesuai dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) dan UHC akan dicapai pada tahun 2030.

Kedua, untuk mendorong kemajuan dalam mengakses layanan pencegahan, pemeriksaan atau tes, dan pengobatan hepatitis. Kematian akibat hepatitis telah meningkat selama dua dekade terakhir, yang menunjukkan kurangnya kesadaran dan tindakan global, termasuk pada para pembuat kebijakan bidang kesehatan dan keuangan.

Padahal, banyak yang dapat dilakukan, karena hepatitis sebenarnya dapat dicegah, didiagnosis, diobati, dan dikelola dengan baik.

Hepatitis B dan C

Vaksin hepatitis B adalah intervensi medis dengan 98-100% efektif dalam mencegah infeksi hepatitis B baru. Untuk kasus hepatitis B, orang harus diperiksa darahnya atau dites dan jika ditemukan positif dan memenuhi syarat, harus diberikan pengobatan seumur hidupnya. Saat ini telah tersedia berbagai macam obat untuk Hepatitis B, yaitu interferon, peginterferon alfa-2a, lamivudin, adefovir, entecavir, telbivudin dan tenofovir.

Untuk kasus hepatitis C, orang dapat disembuhkan dengan pengobatan sederhana selama 2-3 bulan, dengan obat antivirus langsung atau Direct Acting Antiviral (DAA).

Ada tiga jenis obat DAA yang beredar di Indonesia, yaitu sofosbuvir, simeprevir, dan daclatasvir, sehingga bukan lagi menggunakan obat kombinasi pegylated interferon dan ribavirin.

Namun demikian, sebagian besar orang yang hidup dengan hepatitis, bahkan lebih dari 80%, tidak memiliki akses untuk pengujian atau pengobatan. Di antara orang yang hidup dengan hepatitis B, hanya 10% (27 juta) yang mengetahui status infeksi mereka pada tahun 2016.

Dari orang yang didiagnosis ini, hanya 17% (4,5 juta) yang menerima pengobatan.

Di antara orang yang hidup dengan hepatitis C, 19% (13,1 juta) mengetahui status infeksi mereka pada tahun 2017, di mana 15% (2 juta) mendapatkan penyembuhan pada tahun yang sama. Secara keseluruhan, antara tahun 2014 dan 2017, sekitar 5 juta orang telah mengalami penyembuhan dari hepatitis C di seluruh dunia.

Pada saat yang sama, banyak orang menjadi terinfeksi baru karena kurangnya layanan pencegahan. Pada tahun 2017, sekitar 1,1 juta orang terinfeksi baru yang berkembang menjadi infeksi hepatitis B kronis dan 1,75 juta orang mengalamin infeksi hepatitis C kronis.

Secara bersama-sama, hepatitis B dan C merupakan jumlah tertinggi infeksi baru dari antara penyakit menular utama lainnya, dibandingkan infeksi HIV dan TBC. Oleh sebab itu, peningkatan program pengurangan bahaya, layanan pengendalian infeksi dan penularan melalui darah, juga upaya vaksinasi hepatitis B sangat dibutuhkan.

Untuk mencapai penghapusan (eliminasi) hepatitis pada tahun 2030 membutuhkan peningkatan besar dalam pendanaan untuk layanan pencegahan, pengujian dan pengobatan hepatitis sebagai bagian dari mencapai cakupan kesehatan universal (UHC).

Analisis penetapan biaya WHO yang baru menggarisbawahi bahwa dana tambahan US $ 6 miliar per tahun akan dibutuhkan di negara berpenghasilan rendah dan menengah antara 2016 dan 2030, untuk mencapai target eliminasi hepatitis.

Analisis ini selaras dengan Harga Kesehatan Dunia (SDG Health Price Tag) tahun 2017. Padahal, hanya US$ 0,5 miliar saja yang diinvestasikan pada tahun 2016, dan jumlah ini terutama terdiri dari pembiayaan domestik.

Setiap negara perlu memastikan bahwa rencana pemeriksaan dan pengobatan hepatitis nasional, ditanggung dalam pendanaan khusus dan investasi. Pada April 2019 sebanyak 124 negara telah atau sedang mengembangkan rencana dan strategi eliminasi hepatitis nasional, tetapi banyak dari rencana ini masih kekurangan dana.

Pada tahun 2017, hanya 58% dari 82 negara berpenghasilan rendah dan menengah yang dilaporkan memasukkan dana domestik ke dalam rencana anggaran eliminasi hepatitis nasional.

Setiap negara harus mencari harga yang paling optimal, untuk pembelian obat dan parasat diagnostik. Analisis terbaru menunjukkan bahwa pemeriksaan dan pengobatan hepatitis, adalah intervensi berdampak tinggi yang dapat membantu negara mempercepat kemajuan menuju UHC.

Namun demikian, harga obat dan parasat diagnostik sangat tidak merata secara global, bahkan harga obatnya dapat sangat mahal di beberapa negara. Misalnya, obat hepatitis C dapat menelan biaya US$ 120.000 di beberapa negara berpenghasilan menengah, tetapi di Pakistan pengobatan kuratif yang sama dapat diperoleh dengan hanya US $ 20.

Berinvestasi dalam eliminasi hepatitis adalah keputusan politik dan finansial yang cerdas untuk mencapai hasil kesehatan yang lebih luas. Investasi dalam penghapusan hepatitis akan menyebabkan kenaikan 1,5% pada anggaran kesehatan global, tetapi pengeluaran itu akan menghasilkan derajad kesehatan masyarakat yang lebih baik.

Mendanai pemeriksaan dan layanan pengobatan hepatitis dapat mengurangi kematian global sebesar 5% dan meningkatkan periode tahun hidup sehat sekitar 10% pada tahun 2030 kelak.

Berinvestasi dalam pemeriksaan dan pengobatan hepatitis berarti ikut mencegah kanker hati. Infeksi hepatitis A seperti di Pacitan, Jawa Timur pada umumnya dapat sembuh sendiri atau ‘self limited disease’. Infeksi kronis virus hepatitis B dan C mungkin secara klinis tidak menunjukkan gejala untuk waktu yang lama.

Padahal, secara perlahan merusak sel hati dan akhirnya menyebabkan kanker. Lebih dari 60% kasus kanker hati disebabkan oleh pemeriksaan yang terlambat dan pengobatan infeksi virus hepatitis B dan C yang tidak dilakukan secara benar. Dua pertiga dari kasus kanker hati ini disebabkan oleh hepatitis B, dan sepertiga oleh hepatitis C.

Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS, 2013) memperlihatkan proporsi pengidap Hepatitis B di Indonesia pada laki-laki 8,0% dan perempuan 6,4%, sedangkan menurut lokasi tempat tinggal di perkotaan 6,3% dan pedesaan 7,8%.

Program Nasional dalam Pencegahan dan Pengendalian Virus Hepatitis B saat ini fokus pada pencegahan Penularan Ibu ke Anak (PPIA) karena 95% penularan Hepatitis B adalah secara vertikal, yaitu dari Ibu yang Positif Hepatitis B ke bayi yang dilahirkannya. Sejak tahun 2015 telah dilakukan Kegiatan Deteksi Dini Hepatitis B (DDHB) pada ibu hamil di layanan Kesehatan dasar (Puskesmas) dan Jaringannya.

Pemeriksaan Hepatitis B pada ibu hamil dilakukan melalui pemeriksaan darah dengan menggunakan tes cepat atau Rapid Diagnostic Test (RDT) HBsAg.

HBsAg (Hepatitis B Surface Antigen) merupakan antigen permukaan yang ditemukan pada virus hepatitis B yang memberikan arti adanya infeksi hepatitis B.

Bayi yang lahir dari ibu yang terdeteksi Hepatitis B (HBsAg Reaktif) diberi vaksin pasif yaitu HBIg (Hepatitis B Imunoglobulin) sebelum 24 jam kelahiran disamping imunisasi aktif sesuai program Nasional (HB0, HB1, HB2 dan HB3).

HBIg merupakan serum antibodi spesifik Hepatitis B yang memberikan perlindungan langsung kepada bayi.

Momentum Hari Hepatitis Sedunia atau ‘World Hepatitis Day’ pada hari Minggu, 28 Juli 2019, mengingatkan kita akan pentingnya tambahan investasi untuk pembiayaan program pencegahan, diagnosis dan pengobatan hepatitis.

Sudahkah kita bijak?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here