Jaga Jarak karena Coronavirus, tapi Bukan dengan Tuhan

0
742 views
Ilustrasi -- social distancing - ist

PADA suatu hari saya naik taxi. Dari dalam taxi saya melihat ada bus di depan. Saya fokus kepada tulisan di belakang bus tersebut. Ringkas pesannya: “Jaga jarak”.

Siapa pun mengerti maksudnya. Bahwa kendaraan di belakangnya jangan terlampau mendekat. Sebab berbahaya bila terlalu dekat jika bus berhenti mendadak atau melambat di tanjakan atau tikungan tajam.

Maka, jaga jarak bermanfaat bagi keselamatan penumpang bus itu sendiri maupun kendaraan di belakangnya.

Kisah lain. Seorang gadis diperingatkan ibunya karena terlalu akrab dengan suami orang. Sehingga ibunya melihat ada gejala yang kurang bagus.

Maka ibu itu berkata kepada anaknya: “Jaga jarak”. Pesannya gampang dipahami. Demi gadis itu dan rumah tangga pria yang bersangkutan.

Sekarang, ketika Covid-19 dinyatakan sebagai virus yang mudah menular dari manusia ke manusia, maka kata yang sering kita dengar adalah “jaga jarak”, minimal dua meter.

Maksudnya jelas. Agar kita dan sesama sama-sama selamat dari penularan dan sehat serta berhentinya rantai penularan.

Namun, dengan Tuhan jangan pernah jaga jarak. Tuhan harus kita jadikan teman terbaik. Tuhan harus selalu ada dalam hati dan hidup kita.

Meski sekarang ada instruksi agar tidak berkumpul banyak orang dalam doa bersama di gereja, itu bukan artinya kita jauh dari Tuhan. Kebersamaan secara fisik hanya ditunda sementara dan dipulihkan lagi setelah efek Covid-19 berlalu.

Hati kita harus dihadiri Tuhan. Bahkan saat kita sendiri dan hening dalam doa pribadi. Sambil tetap merindukan kebersamaan fisik dengan sesama seiman.

Sendiri hanya untuk sementara waktu. Sebab kebersamaan melalui online tak pernah mampu menggantikan kebersamaan secara fisik.

Anggap saja suami istri yang sedang berjauhan karena ada hal penting yang harus dikerjakan. Sementara saja mereka bersama secara video call. Namun, kebersamaan secara online tersebut, tak pernah mampu menggantikan kebersamaan secara fisik.

Rela sementara bersama hanya sebatas video call, harus dipupuk dengan kerinduan besar untuk dapat hadir secara fisik dalam perjumpaan.

Jika suami atau istri hanya puas bertemu secara online dan tak ada kerinduan untuk bersama secara fisik bila halangan itu berlalu, itu tanda bahwa mereka telah jatuh dalam cinta yang semu.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here