JUDUL di atas jelas “candaan”. Adi Roeslan bukan John Lennon, namun dia juga seorang musisi berbakat Indonesia. Piawai memainkan beberapa instrumen, seperti gitar, piano dan sitar, tentunya juga menyanyi. Suaranya merdu, penampilannya oke.
Ada tiga hal yang ingin saya sampaikan soal Adi.
- Pertama, dia pencinta fanatik The Beatles, band kelas dunia dari Liverpool, Inggris, yang tak terbantahkan reputasinya.
- Yang kedua, Adi memimpin kumpulan pemusik, yang menamakan klubnya “Indonesian BeatClub”. Mereka spesialis lagu-lagu The Beatles. Band ini diakui dunia, dibuktikan dengan penampilan tahunan di “International Beatweek Liverpool”.
- Yang ketiga, Adi Roeslan adalah tetangga saya waktu kecil di daerah Jalan Halmahera, Kota Semarang. Dia di gang 2, saya gang 4. Tak banyak yang saya ingat tentang “Adi cilik”. Maklum, dia 4-5 tahun di bawah saya. Beberapa kakak yang sebaya saya sering “berseteru” di lapangan bola Halmahera atau Maluku. Singkat kata, kami bergembira bersama sekira 55 tahun lampau.
Tapi itu dulu, pekan lalu lain sama sekali. Saya menyaksikan Adi dkk. berpentas di “Motion Blue”, Hotel Fairmont Senayan. Apalagi kalau bukan menyaksikan Adi, Dicky, Rizal, Iman, Ade, Didith dan Gugun mendendangkan lagu-lagu The Beatles.
Ada sekira 30 lagu yang dimainkan mereka. Banyak di antaranya saya bisa ikut menyanyi pelan-pelan, seperti Oh Darling, Yesterday, Hey Jude, Come Together, In My Live.
Itulah hebatnya The Beatles.
Lahir dan besar sekira 65 tahun lampau di negara yang berjarak ribuan kilometer dari Indonesia. Sebagai penggemar tak begitu fanatik, saya hafal lebih dari 50% lagu yang dinyanyikan The Beatles. Itu tanda bahwa lagu-lagunya mudah dicerna oleh telinga kita.
Ada dua hal yang ingin saya petik dari fenomena John Lennon dan The Beatles.
Pertama adalah lagu Imagine (1971).
Meski dicipta dan dinyanyikan sendirian oleh John Lennon dari album dengan nama yang sama, lagu ini tak bisa dipisahkan dari The Beatles. Terutama spiritnya.
Melalui lagu ini, Lennon mengajak manusia untuk hidup damai, tanpa mendewakan materialisme, tanpa mengagungkan batas-batas negara dan bahkan tanpa (sekat-sekat) agama.
Lennon mengaku terinspirasi oleh buku berjudul Gratefruit karangan Yoko Ono, yang berisi konsep tentang perdamaian manusia seutuhnya. (https://id.m.wikipedia.org/wiki/Imagine)
Simak dan renungkan cuplikan Imagine. Bagaimana manusia yang menghuni bumi ini bisa hidup rukun, damai dan saling melayani.
“Imagine there’s no countries
It isn’t hard to do
Nothing to kill or die for
And no religion, too
Imagine all the people
Sharing all the world
You
Itulah seharusnya manusia. Satu, serupa dan bersama-sama.
Keunikan The Beatles tak terbatas pada lagu-lagunya yang sempat menyedot perhatian ratusan juta penggemar di seluruh dunia.
Seorang penulis dan jurnalis asal Kanada yang berkecimpung di dunia psikologi, sosiologi dan budaya, mengangkat proses bagaimana The Beatles mampu menjadi “juara dunia” di blantika musik dunia.
Malcolm Gladwell, penulis buku populer Outliers (2008), menulis bahwa orang butuh durasi 10.000 jam untuk menjadi ahli dalam bidang apa pun. Sepuluh ribu jam adalah waktu untuk usaha yang sengaja, sungguh-sungguh dan kerja keras yang didedikasikan untuk menjadi “juara dunia”. Tanpa terpecah perhatiannya ke hal-hal lain.
The Beatles menjadi band hebat sepanjang sejarah karena mereka lulus “kerja keras” dari kawah Candradimuka (baca : sebuah café di Hamburg Jerman), ketika mereka ditanggap untuk itu, selama total lebih dari 10.000 jam.
Berangsur The Beatless mulai dikenal di Eropa, kemudian ke seluruh dunia, termasuk Indonesia.
(https://medium.com/@michellemonet/malcolm-gladwell-says-it-takes-10-000-hours-to-master-something-38acf02452fa)
Bakat, humanis dan kerja keras menjadi kombinasi yang ideal untuk kesuksesan seseorang atau sekumpulan tokoh.
John Lennon dan Adi Roeslan adalah contohnya.
“Great works are performed not by strength, but by perseverance.” – Samuel Johnson, penyair Inggris 1709-1784.
Baca juga: Perawat adalah jantung-hati layanan kesehatan