Lima Kelompok Kategorial Keluarga Audiens dengan Uskup Saku

0
1,485 views
Priskat, Waberkat, Pasukris, ME & Perdhaki foto bersama Uskup Domi Saku sehabis Audiens bersama di Aula Emaus

Atambua, HARI yang sungguh amat cerah. burung-burung beterbangan kian kemari seraya menyambut dengan riang gembira lima (5) Kelompok Kategorial Pemerhati Keluarga Keuskupan Atambua dalam hal ini Pasangan Suami Isteri Untuk Ikut Kristus (PASUKRIS), Pria Sejati Katolik (PRISKAT), Wanita Berhikmat Katolik (WABERKAT), Marriage Encounter (ME) dan Persatuan Dharma Karya Kesehatan Indonesia (PERDHAKI) melakukan Audiensi dengan Uskup Atambua Monsinyur Dominikus Saku, Pr di Aula utama Santo Dominikus Emaus, Nela, Kamis, (11/6/2015) yang dipandu oleh Romo Siprianus Tes Mau, Pr.

 

Maksud dan tujuan diadakannya Audiensi dengan Uskup Domi, menurut Romo Siprianus Tes Mau, Pr selaku Moderator ME adalah untuk membahas mengenai Visi, Misi, Strategi dan Program Kerja dari masing-masing kelompok tersebut. Sehingga Uskup Domi boleh mendengar langsung sepak terjang dari masing-masing kelompok ini, mengingat beredar informasi miring yang menyudutkan salah satu dari kelompok kategorial ini dianggap “illegal”.

 

Dari pantauan media ini, masing-masing kelompok menjelaskan secara mendetail tentang visi- misinya di hadapan Uskup Domi dan Ketua Komisi Keluarga. Menariknya, pemaparan Priskat dipaparkan oleh Dionisius J. Deo dan Hendrik Oematan serta dari Waberkat dipaparkan oleh Wiliana Wati Donatus dan Julita Angela C. Nahak, sungguh menyedot perhatian yang sangat serius dari Uskup Domi yang masing- masing menjelaskan bahwa pada awalnya diberi nama WANITA BIJAK (WB) masuk ke Keuskupan Atambua secara Oikumene oleh Pendeta Martinus Liur dari Ambon, Maluku. Di Atambua kemudian berkembang pula PRIA SEJATI (PS) secara Oikumene pula. Camp untuk Wanita Bijak, secara Oikumene telah dilaksanakan sebanyak dua (2) kali. Sedangkan Camp Pria Sejati secara Oikumene telah dilaksanakan sebanyak tiga (2) kali.

 

Setelah beberapa kali Camp yang telah dilaksanakan itu, anggota-anggota yang berasal dari keluarga-keluarga katolik merasa perlu untuk membentuk kelompok sendiri, sehingga lebih memfokuskan diri sesuai dengan ajaran dan tradisi Gereja Katolik.

 

“Berdasarkan kesadaran itu, kemudian Romo Kristo Oki, Pr sebagai Koordinator mengikuti pertemuan kepengurusan Catholic Family Ministry (CFM) di Keuskupan Surabaya. Berdasarkan pertemuan itu, dihasilkan keputusan bahwa keluarga-keluarga katolik yang sebelumnya tergabung dalam PS dan WB disatukan dalam CATHOLIK FAMILY MINISTRY (CFM) Keuskupan Atambua. Catholik Family Ministry (CFM) adalah sinkronisasi antara Pria Sejati Katolik (PRISKAT) dengan Wanita Berhikmat Katolik (WABERKAT)” kata Julita Angela C. Nahak dan Wiliana Wati Donatus mewakili Waberkat.

 

“Sejak terbentuknya Pria Sejati dan Wanita Berhikmat Katolik dalam wilayah Keuskupan Atambua, sudah diadakan Camp sebanyak 4 Kali. Camp yang pertama dilaksanakan pada Tahun 2012 di Hotel Nusantara II secara Oikumene dengan jumlah peserta sebanyak 48 orang. Camp kedua dilaksanakan di Aula SVD Nenuk pada Tahun 2013 secara Oikumene dengan jumlah peserta sebanyak 42 Orang. Camp ketiga dilaksanakan di Rumah Ret-ret biara SVD Noemeto, Kefamenanu- Timor Tengah Utara pada tahun 2014 (khusus untuk Pria Sejati Katolik) dengan jumlah peserta 42 orang. Camp ketiga dilaksanakan di Rumah Ret-ret biara SVD Noemeto, Kefamenanu- Timor Tengah Utara pada tahun 2015 (khusus untuk Pria Sejati Katolik) dengan jumlah peserta 61 orang. Dan dalam pelaksanaan Kegiatan-kegiatan di atas, Sumber Dana diperoleh dari swadaya anggota dan aksi usaha dana,” ucap Dionisius J. Deo dan Hendrik Oematan mewakili Priskat.

 

Tak kalah menariknya adalah dokter Lau Fabianus ditemani Suster Kristera PI dan Suster Helma Nahak SSpS yang mewakili Persatuan Dharma Karya Kesehatan Indonesia (Perdhaki) wilayah Keuskupan Atambua ketika menjelaskan tentang kondisi terakhir serta kendala-kendala yang dialami sendiri oleh Perdhaki bahwa baru terdapat 26 unit pelayanan dan Rumah Sakit (RS) yang turut membantu Perdhaki serta terbatasnya tenaga dokter, tenaga medis dari perawat umum dan suster masih kurang, rendahnya SDM yang dapat menyulitkan terbengkalainya pelayanan kesehatan bagi umat/ masyarakat yang membutuhkan.

 

“Perlu segera diadakannya regulasi dan pembenahan pengurus Perdhaki dan kemandirian menjalankan pelayanan untuk kaum marginal, agar Perdhaki tidak diidentikan dengan ada dan tiada. Kantornya juga belum ada, sehingga cukup menyulitkan masyarakat/ umat yang membutuhkan pelayanan. Lebih parah lagi regulasi pelayanan kesehatan yang kian berubah, terjadinya perpindahan tenaga kesehatan yang secara tidak jelas itu sehingga mempengaruhi sekali pelayanan. Inilah segala kendala yang sedang dialami langsung oleh kami dari Perdhaki. Sekiranya keuskupan ini segera mengambil tindakan penyelamatan demi kebaikan kita bersama,” tegas dokter Lau Fabianus.

 

“Misalkan tadi setelah Pria Sejati Katolik (Priskat) dan Wanita Berhikmat Katolik (Waberkat) memaparkan visi- misinya barulah di situ Uskup mengetahuinya dengan baik dan benar serta beraliran Katolik. Sebelumnya kan banyak umat Katolik di Keuskupan ini yang bertanya-tanya apa itu Priskat dan apa itu Waberkat. Antara Priskat dan Waberkat itu bukan kelompok Kristen. Hanya saja awal masukya Priskat dan Waberkat ke Atambua ini dibawa oleh Para Pendeta dari Kristen Protestan. Ini merupakan kesempatan dan awal yang baik buat Priskat dan Waberkat untuk lebih melakukan pelayanannya di semua Paroki di Keuskupan ini. Tentunya Uskup Domi akan selalu merestui semua kelompok ini. Semakin banyak kelompok- kelompok seperti ini yang masuk dan berkarya di Atambua, semakin baik dan mantap pula pelayanan gereja lokal. Sebab untuk memantapkan dan mematangkan iman umat katolik di tengah derasnya arus globalisasi,” kata Romo Sipri Tes Mau Pr sembari mengajak dan membakar masing-masing kelompok untuk memperkenalkan diri di hadapan Uskup dan Suster Fridolin Teme SSpS selaku Ketua Komisi Keluarga Keuskupan Atambua.

 

Perlu diketahui juga, setelah masing-masing kelompok memaparkan visi, misi, strategi dan program kerjanya dilanjutkan pula dengan sharing mengenai kendala-kendala yang dihadapi selama menjalankan pelayanan di tengah-tengah umat serta harapan ke depan agar lebih mendapat perhatian serius dari keuskupan dan ketua komisi keluarga sendiri.

 

Ketua Komisi Keluarga Keuskupan Atambua, Suster Fridolin Teme SSpS dalam arahannya menyambut apresiasi yang begitu tinggi atas dedikasi, militansi demi pelayanan bagi umat yang telah dilakukan oleh masing-masing kelompok kategorial pemerhati keluarga terlebih dalam menyelamatkan situasi terburuk dari keluarga-keluarga katolik yang mengalami keretakan hidup berumah tangganya.

 

“Tentunya saya selaku ketua komisi keluarga keuskupan Atambua sangat-sangat berterima kasih atas segala bantuan demi terselamatkannya keluarga-keluarga katolik yang berada di ujung penghancuran rumah tangganya. Kami dari komisi keluarga sangat mendukung dan merestui sekali karya dan pelayanan kalian. Jika dalam pelayanan dan karya kerasulan ditemukan kendala-kendala, mohon untuk disampaikan agar kami pun boleh segera membenahi atau menindak lanjuti kendala itu. Lakukan pelayanan dan karya kerasulan dengan baik. Raihlah sebanyak mungkin dengan menyelamatkan keluarga-keluarga katolik yang sudah rusak dan hancur itu. Di situlah letak pelayanan sesungguhnya. Saya ingin ingatkan bahwa jangan membocorkan atau jangan menceritakan kembali kehancuran rumah tangganya orang itu, ketika kalian menolong atau menyelamatkannya. Tapi ketika kalian menceritakan aib rumah tangganya, sesungguhnya kalianlah orang pertama yang telah turut menghancurkan rumah tangganya. Hindari gosip-gosip miring dalam pelayanan,” tegas suster Fridolin mengingatkan.

 

Uskup Atambua Monsinyur Dominikus Saku Pr dalam arahannya mengapresiasi, menerima, merestui dan mensahkan ke lima (5) kelompok kategorial pemerhati keluarga ini untuk terus memantapkan pelayanan kekatolikan serta terus mematangkan iman kekatolikan bagi semua umat katolik di keuskupan atambua dengan pelayanan kerasulan yang sudah dijalankan itu dengan memberikan dua (2) hal penting yakni pertama, hati kita harus lebih luas supaya turut prihatin ke dalam dan keluar seperti hati Tuhan Allah. Keluarga-keluarga katolik tentunya mengalami kendala ekonomi yang sungguh luar biasa. Tengoklah ke dalam untuk melihat pergulatan hidup kita masing-masing dan tengoklah keluar untuk melihat kesulitan dunia seperti apa. Sakramen perkawinan adalah sakramen berbagi. Kesetiaan itu diuji waktu anak sakit, waktu isteri sakit dan waktu suami sakit. Kedua, masyarakat atau umat kita masih mengalami luka-luka keluarga dengan membentuk keluarga yang terluka. Misalkan melahirkan anak dalam keadaan terluka dengan cara terpaksa, itu dia sudah terluka.

 

“Saya secara pribadi selaku Uskup Atambua menerima, merestui dan mensahkan ke lima kelompok ini. Lakukan pelayanan dengan baik. Sejauh pelayanan kerasulan yang kalian jalankan baik, silakan terus menjalankannya. Tidak usah mendengar gosip sana, gosip sini tentang kalian. Utamakan keselamatan keluarga-keluarga katolik yang kini semakin hancur dengan perceraian. Bagaimana negara ini bisa menceraikan keluarga katolik dengan sidang di pengadilan negeri. Gereja sungguh tidak mendukung adanya perceraian yang dilakukan oleh pengadilan negeri itu. Apa sedikit lapor polisi. Apa sedikit masuk pengadilan untuk lakukan perceraian. Apa-apaan itu. Isteri berbuat salah atau isteri kedapatan selingkuh, suami harus menyelamatkan isterinya itu. Misalkan dengan memberi pengampunan buat isterinya. Begitu pun sebaliknya ketika suaminya kedapatan selingkuh, ya tugas isterinya harus menyelamatkan suaminya. Bukannya pergi melapor polisi dan pengadilan untuk perceraian. Memang tidak mudah mempertahankan sakramen perkawinan. Buatkan laporan kegiatan setiap minggu, bulanan dan tahunan. Agar kami di keuskupan dan komisi keluarga dapat mengetahuinya dengan baik, sehingga nantinya di masukan dalam program kerja keuskupan,” pesan Uskup Saku mengingatkan.

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here