Penerbang Tempur dengan Nilai 8,6

0
5,806 views

MINGGU pertama bulan Mei tahun 1980, sebelum matahari terbit,  delapan pesawat F-16 Fighting Falcon  IAF (Angkatan Udara Israel) tinggal landas dari Negez, pangkalan udara di tengah gurun pasir. Dengan cepat, pesawat tersebut terbang dalam formasi ketat, menerobos wilayah udara Syria, agar secepatnya bisa mencapai sasaran. Pusat reaktor nuklir milik Irak, tersembunyi dalam tanah dekat Baghdad. Tempat Sadam Hussein secara rahasia sedang mempersiapkan pembuatan senjata pemusnah massal, sejumlah bom nuklir.

Serangan udara  dengan sandi Operasi Babilonia berhasil  menghancurkan fasilitas nuklir Irak, sehingga membatalkan niat Sadam Hussein.  Selain itu, ikut tewas sejumlah penjaga keamanan Irak dan seorang warga negara asing, ahli nuklir asal Perancis. Tidak pernah diketahui, mengapa pada hari libur tersebut, korban berada di kompleks termaksud. Sementara itu, ke-delapan pesawat F16 IAF yang hanya sepuluh menit beroperasi di angkasa Baghdad, semua bisa kembali dengan selamat ke pangkalan mereka.

Ketika Operasi Babilonia dipersiapkan, seorang penerbang tempur TNI Angkatan Udara ternyata sedang berada di Negez, untuk berlatih menerbangkan  pesawat A-4 Skyhawk, yang waktu itu akan memperkuat alutsista (peralatan utama sistim pertahanan) Indonesia. “Saya melihat delapan F-16 tersebut terus-menerus latihan terbang formasi,” kenang Faustinus Djoko Poerwoko, mantan anggota tim aerobatik AURI Spirit 78.

Apa tidak pernah diberitahu, mengapa mereka berlatih seperti itu?

“Tentu saja tidak. Kita harus profesional, tidak menanyakan ini-itu, di luar kepentingan kita. Tetapi saya tidak akan pernah lupa, tanggal 11 Maret 1980, bersama instruktur di kursi belakang, saya harus terbang rendah memakai  kecepatan maksimum selama 45 menit, menerobos wilayah pertahanan udara Suriah. Ternyata, penerobosan tersebut sekedar untuk menguji sistim radar, mampu  tidak mereka mengetahui penerbangan kami…”

“Andaikan Suriah tahu? Wow, kami mungkin sudah tamat. Dihajar rudal atau disergap pesawat  MIG, sebab Suriah-Israel selalu dalam status perang…”

Marsekal Muda (Purn) Faustinus Djoko Poerwoko, mantan Panglima Kohanudnas 2006-2009 tutup usia tanggal 9 Agustus di Rio de Janeiro, ketika sedang meninjau persiapan pesawat tempur Super Tucano buatan Brasil, yang mulai tahun 2011 akan memperkuat TNI Angkatan Udara,  sebulan sebelum dia merayakan ulang tahun ke 61.

Rabu malam (16/11) di Pejaten Town House Jakarta Selatan, Romo Yos Bintoro Pr, Romo Hari Pr, dan Romo Sardjumunarsa SJ memimpin misa untuk memperingati seratus hari meninggalnya almarhum. Dalam upacara tersebut sekaligus diluncurkan buku kenangan, dengan tajuk Katan ma Sukkan (bahasa Ibrani bermakna, Kecilkecil Cabe Rawit).

Penerbang tempur TNI Angkatan Udara dengan call sign Beaver, Djoko Poerwoko memiliki 3.500 total jam terbang. Sebagian terbesar, sebanyak 2.500 jam, tercatat untuk mengendalikan pesawat tempur A-4 Skyhawk.

Selama mengikuti latihan terbang di Israel, instrukturnya memberi angka 8,6. Dengan predikat, “Experienced pilot with a very good operational thinking. As a leader very good and responsible. Very serious and through in learning. Understands the material and has the capability of teaching it in future…”           

Beaver seyogyanya bangga, menerima nilai 8,6.

Oleh karena di sana, selama dalam pendidikan, nilai tertinggi yang bisa dicapai oleh seorang pilot hanya angka 9,00. Sedangkan angka 10, hanya diberikan kepada mereka yang kembali dengan selamat, setelah selesai  melaksanakan penugasan operasi tempur. Semisal yang diterima oleh ke-delapan pilot F-16 Fighting Falcon, pelaksana Operasi Babilonia.            

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here