50 Tahun Suster Pasionis di Indonesia: Tumbuh Benih Panggilan Kalangan Pribumi Indonesia (3)

0
20 views
Para Suster Pasionis (CP) asli Indonesia generasi-generasi awal. (Dok. CP Indonesia)

TAHUN-tahun berlalu, dan benih cinta yang mereka tanam mulai tumbuh. Di Sekadau, misi mereka perlahan berkembang, berakar dalam hati orang-orang yang mereka layani.

Setahun setelah kedatangan mereka, pada tanggal 27 Februari 1975, dua misionaris baru dari Brasil, Sr. Noberta Busato dan Sr. Gema Strapasson, tiba untuk melanjutkan perjuangan. Namun, di hari yang sama, Sr. Beatriz harus meninggalkan Indonesia karena alasan kesehatan.

Ini adalah salah satu bentuk pengorbanan yang lain sebuah penerimaan terhadap kehendak Tuhan yang tak selalu sesuai dengan harapan manusia.

Kemudian, tanggal 16 Maret 1977, Sr. Anna Maria Punzi dari Italia tiba. diikuti oleh Sr. Maria Moretti datang BULAN Agustus 1982 dan Sr. Jonilda Ferreira dari Brasil.

Setiap kedatangan adalah tanda dari kelanjutan misi yang tak pernah berhenti, misi yang melintasi benua dan budaya. Mereka datang, satu demi satu, dengan semangat yang sama membawa cinta yang mengalir dari Salib Kristus yang telah mengilhami Magdalena berabad-abad sebelumnya.

Seperti halnya Maria Magdalena yang menemukan cinta sejati dalam pelukan penderitaan di bawah salib, para suster ini pun membawa cinta yang sama ke bumi Indonesia. Mereka hadir di tengah masyarakat, menghadapi tantangan yang tak terhitung. Namun di setiap langkah, mereka menemukan kekuatan yang berasal dari iman mereka.

Tahun-tahun berlalu, tetapi benih yang mereka tanam terus bertumbuh, menghasilkan buah yang melampaui batas-batas waktu. Dan misi mereka tetap hidup sebuah kesaksian akan cinta yang abadi, yang lahir dari penderitaan dan pengurbanan.

Berkarya bidang pendidikan

Di tengah keringat dan airmata, para suster Pasionis memulai pelayanan mereka di bidang pendidikan, membangun asrama dan sekolah untuk masa depan yang lebih cerah. Dengan hati penuh kasih, mereka tidak hanya mengajar. Tetapi juga merawat, mendampingi, dan mencintai anak-anak yang berada di bawah asuhan mereka.

Tahun 1976, panggilan mulai berdatangan beberapa puteri Dayak memulai masa postulan mereka, meskipun hanya empat dari enam orang yang berhasil mencapai profesi pertama tanggal 18 Februari 1979. Namun, setiap langkah, baik yang berhasil maupun yang terhenti adalah bagian dari rencana Tuhan yang tersembunyi.

Gelombang kedua calon pribumi Indonesia

Gelombang keduapun tiba. Enam calon lainnya yang dengan semangat dan komitmen kuat, menerima profesi tanggal 27 September 1981. Pada 15 Mei 1983, empat orang lagi memulai masa novisiat, sementara dua postulan dan beberapa calon lain sedang bergumul dengan panggilan hidup mereka.

Kehidupan komunitas ini mulai berdenyut dengan lebih kuat, dan benih-benih panggilan baru bertumbuh perlahan, dengan sabar.

Melihat betapa besar kebutuhan pembinaan bagi para suster muda dan calon yang baru, Kongregasi memutuskan untuk mempercayakan tugas pembinaan ini kepada Sr. Anna Maria Punzi, seorang yang bijaksana dan penuh cinta dalam mendidik.

Dukungan dari Kongregasi terus mengalir, dan pemimpin umum saat itu, Madre Edoarda Achille, bersama dewan, melakukan kunjungan persaudaraan berulang kali. Terjadi sepanjang tahun 1977, 1979, 1981, 1983, dan 1984. Kunjungan berkali-kali ini sungguh menunjukkan betapa besar cinta dan perhatian yang diberikan kepada komunitas kecil ini yang baru bertumbuh.

Kongregasi Suster-suster Pasionis Santo Paulus dari Salib (CP) Provinsi Indonesia. Logo 50 tahun Pendirian Suster Pasionis (CP) di Indonesia dengan motto “Iman, Sengsara Yesus, dan Maju”. (Dok. CP Indonesia)

Rumah ketiga dibangun

Dengan kedatangan Sr. Maria Moretti tahun 1983, misi para suster semakin berkembang. Pada bulan Juli 1983, rumah ketiga dibuka di Sei-Ayak, Kalbar; lengkap dengan sekolah dan asrama, tempat di mana cinta dan pendidikan menyatu.

Pada Maret 1984, Taman Kanak-Kanak mulai dibuka dengan 34 anak yang siap menyambut masa depan penuh harapan. Mereka membangun sekolah, asrama, dan pelayanan pastoral yang melayani masyarakat kecil, orang-orang yang sering dilupakan oleh dunia.

Bagi para suster, mereka yang tersingkir bukanlah yang dilupakan, melainkan yang paling dicintai oleh Kristus. Dengan hati yang menyala, mereka membawa mereka yang terpinggirkan ke dalam pelukan kasih Tuhan.

Perempuan-perempuan yang tertindas, anak-anak yang terlantar, dan mereka yang hidup dalam penderitaan, semuanya menemukan harapan baru melalui tangan-tangan lembut para suster. Setiap anak yang mereka ajar, setiap orang yang mereka layani, adalah perwujudan nyata dari cinta yang mengalir dari Salib Kristus.

Para suster tidak bekerja untuk mendapatkan pengakuan, melainkan demi membawa terang di tempat-tempat yang gelap, memberi cinta di tengah kepedihan, dan menyalakan harapan di hati mereka yang hampir putus asa.

Di setiap bangunan yang mereka dirikan, setiap doa yang dipanjatkan, dan setiap pelukan yang mereka berikan, terasa jejak kasih ilahi yang melampaui segala keterbatasan manusia. Pelayanan mereka bukan hanya pekerjaan, tetapi juga sebuah panggilan suci, menghidupkan semangat Sengsara Kristus Tersalib di setiap sudut kehidupan yang mereka sentuh. (Berlanjut)

Baca juga: 50 Tahun Kongregasi Suster Pasionis (CP) Berkarya di Indonesia: Sambutan Hangat Masyarakat Dayak di Sekadau, Kalbar (2)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here