BARU saja terbit buku baru berjudul Spiritualitas Yesuit dalam Keseharian karya Pastor James Martin SJ.
Sejak April 2017 lalu, pastor Jesuit Amerika dan seorang penulis beken ini resmi didapuk Vatikan menjabat konsultan di Kantor Sekretariat Vatikan untuk Komunikasi. Sebelumnya dan selama beberapa tahun lamanya, Pastor James Martin SJ terlibat aktif sebagai anggota redaksi Majalah America – sebuah terbitan cetak konferensi Provinsi-provinsi Jesuit Amerika.
Buku Spiritualitas Yesuit dalam Keseharian ini aslinya berjudul The Jesuit Guide to (Almost) Everything: A Spirituality for Real Life. Buku ini masuk kategori best-seller tahun 2010 oleh koran terkemuka The New York Times seiring tahun yang sama ketika buku ini diterbitkan untuk pertama kalinya oleh HarperCollins Publishers yang berpusat di New York, Amerika Serikat.
Sementara, edisi bahasa Indonesianya baru muncul di bulan Juli 2017 dan telah diterbitkan oleh Yayasan Sesawi.
Tak perlu tahu teologi
Buku baru apik ini memang tebal dengan mencatat rekor jumlah halaman sebanyak 508 plus beberapa halaman tambahan berisi kata pengantar. Meski sedemikian tebal, namun buku ini masuk kategori ringan dibaca; tanpa harus tahu apa itu filsafat, teologi, dan istilah-istilah ‘di awang-awang’ yang biasa diakrabi oleh para pastor.
Buku Spiritualitas Yesuit dalam Keseharian ini justru bicara tentang hal-ikhwal keseharian hidup berdasarkan pengalaman riil yang kemudian ‘diteropong’ dengan perspektif Spiritualitas Ignatian (baca: semangat) Jesuit.
Dengan membaca buku ini, kita seakan dibimbing oleh James Martin SJ agar mampu menyelami apa dan bagaimana alam pikir para Jesuit. Kita juga diajak memahami dunia kebatinan para Jesuit sehingga kita bisa paham mengapa para Jesuit itu kok bisa ‘menjadi’ seperti ini atau itu dan suka bertingkahlaku seperti ini atau itu, dan sebagainya.
Untuk semakin mengenal jatidiri para yesuit, memang jalan terbaik adalah harus tinggal bersama dengan mereka di rumah-rumah residensi atau pembinaan (formatio) Jesuit. Namun, sebagai awam dan juga bukan anggota Ordo Serikat Yesus (Jesuit), hal itu jelas tidak bisa kita lakukan dengan gampang karena kita bukan ‘orang mereka’.
Merespon tidak adanya akses bisa tinggal bersama mereka untuk kurun waktu yang lama, maka James Martin SJ memberi opsi jalan keluar yang gampang: bacalah buku Spiritualitas Yesuit dalam Keseharian ini. Dengan memahami Spiritualitas Ignatian (semangat) Jesuit, maka kita akan paham mengapa Jesuit ini begini dan begitu, sementara Jesuit itu malah begitu dan begini, dan seterusnya.
Mengapa demikian?
Pastor Jesuit berdarah Perancis Joseph de Guibert SJ dalam bukunya The Jesuits: Their Spiritual Doctrine and Practice (1964) mengibaratkan spiritualitas bak sebuah jembatan yang berfungsi sebagai ‘penghubung’ dua wilayah berbeda. Jembatan itu bisa saja terbuat dari baja, beton, tali-temali yang masing-masing tipe spesifikasi nya harus menyesuaikan dengan kebutuhan dan tantangan yang ada di lapangan.
Nah, spiritualitas itu mirip jembatan karena menyediakan ‘lintasan’ yang begitu khas menuju Tuhan. Pun pula Spiritualitas Ignatian (semangat Jesuit) yang bersumber pada Latihan Rohani.
Menemukan Tuhan dalam segala
Ada sebuah anekdot dalam bahasa Itali berbunyi: “Tre Gesuiti, quattro opinioni” yang berarti ”Tiga Yesuit, Empat Opini.”
Lelucon itu ingin menggambarkan bagaimana para Jesuit bisa memiliki aneka jawaban yang satu sama lain akan berbeda manakala ditanyai sesuatu. Tetapi, seketika itu juga mereka itu akan bisa ‘kompak’ menjadi seia-sekata manakala ditanyai apa itu kekhasan Spiritualitas Ignatian (semangat Jesuit). Maka mereka akan serempak memberi jawaban yang sama: “Menemukan Tuhan dalam segala.”
Ketika ungkapan “menemukan Tuhan dalam segala” ini muncul pada abad 16, tentu saja Gereja Katolik bergejolak menentang keras ‘paham’ atau ‘aliran spiritualitas’ baru ini. Mengapa? Ini karena pada zaman itu, hidup rohani identik dengan pola kebersamaan hidup dalam biara. Lah ini kok ada Jesuit tiba-tiba punya ‘sesanti’ baru ‘bisa’ menemukan Tuhan dalam segala.
Menurut James Martin SJ, spiritualitas Ignasian (Jesuit) itu memang tidak mengurung diri dalam tembok-tembok Gereja. Spiritualitas ini bukanlah spiritualitas yang hanya mencakup topik-topik ‘religius’ seperti doa dan teks suci sebagai bagian hidup spiritual seseorang.
Spiritualitas Ignasian bukanlah spiritualitas yang menghindari pembahasan mengenai kerja, uang, seksualitas, depresi, atau penyakit, setiap kali harus muncul pembahasan tentang apa itu hidup kerohanian. Spiritualitas Ignasian mencakup semua elemen penting dalam hidup kita. Hal ini menyangkut ibadat, kitab suci, doa, karya karitatif.
Spiritualitas Ignatian (Yesuit) juga bicara tentang sahabat, keluarga, pekerjaan, relasi, seks, penderitaan, kegembiraan, dan tak lupa pula membahas tentang alam, musik, dan budaya populer.
Kisah ilustrasi ini disajikan oleh Pastor David Donovan SJ kepada Jim Martin saat dia masih Jesuit belia di Boston, Massachussetts.
Saat hatinya tengah berkecamuk oleh banyak hal yang membebat hatinya, maka Frater James Martin lalu sowan untuk bimbingan rohani dengan Pastor David Donovan. Kepada bapa pembimbing rohaninya itu, James mengaku sungkan membicarakan persoalan keluarga.
Namun dalam sekilas waktu, James malah sampai dibuat jengah sekaligus kagum ketika Pastor Donovan menyela pembicaraan pribadi dengan dia itu dengan komentar berikut ini:
”Semua itu merupakan bagian yang tak terpisahkan dari hidup rohanimu. Kamu tidak bisa mengkotak-kotakkan bagian-bagian hidupmu, lalu menyimpannya dalam lemari, dan berpikir seolah-olah bagian yang kamu masukkan dalam kotak itu tidak ada sama sekali. Kamu harus membuka kotak-kotak itu dan percaya kepada Tuhan untuk menolongmu melihat apa yang ada di dalamnya.”
Dalam spiritualitas Yesuit, tulis James Martin SJ dalam bukunya ini, tidak ada yang bisa kita masukkan ke dalam ‘kotak rahasia’ dan kemudian bisa kita sembunyikan. Tidak ada yang perlu ditakutkan.
Tidak ada yang harus dibuang jauh-jauh. Semua itu bisa dibuka di hadapan Tuhan. Itulah sebabnya, tulisnya lagi, mengapa bukunya itu lalu diberi judul Jesuit Guide to (Almost) Everything: A Spirituality for Real Life.
Buku ini, tegas James Martin, bukanlah sebuah pedoman untuk memahami segala hal. Melainkan, lebih merupakan sebuah pedoman untuk menyadari bahwa Tuhan bisa ditemukan dan dialami dalam setiap aspek kehidupan Anda. Juga untuk menyadari bagaimana Tuhan dapat ditemukan dalam segalanya. Termasuk pula dalam setiap pribadi.
Berikut ini adalah daftar pertanyaan yang biasanya muncul dalam spiritualitas Ignasian dan inilah yang akan kita temui dalam buku dengan judul terjemahan Indonesia: Spiritualitas Yesuit dalam Keseharian:
- Bagaimana saya mengetahui hal-hal yang harus saya kerjakan dalam hidup saya?
- Bagaimana saya tahu tentang diri saya ini harus menjadi seperti apa dan siapa?
- Bagaimana saya bisa membuat keputusan yang baik?
- Bagaimana saya dapat hidup sederhana?
- Bagaimana saya dapat menghadapi penderitaan?
- Bagaimana saya bisa bahagia?
- Bagaimana saya menemukan Tuhan?
- Bagaimana saya berdoa?
- Bagaimana saya mencintai?
Semua pertanyaan itu layak diajukan dalam konteks spiritualitas Ignasian, karena semua ini merupakan hal yang pantas dibicarakan dalam hidup manusia.
‘Contemplativus in actione’
Setelah ”Menemukan Tuhan dalam segala”, jawaban kedua yang bakal kita dapatkan mengenai spiritualitas Ignasian adalah rumusan populer yakni ‘kontemplasi dalam aksi’ (contemplativus in actione).
Gagasan ‘kontemplasi dalam aksi’ ini sangat relevan dan mengena bagi banyak orang modern sekarang.
Mana yang kita sukai? Hidup kontemplatif atau cukuplah bisa menikmati pola hidup yang damai? Atau jangan-jangan kita pun malah suka—katakanlah— bila bisa ‘terpisah’ dari banyak ‘gangguan’ seperti HP, faksimili, email, SMS, iPod, iPhone agar bisa sedikit mencecap apa itu keheningan?
Jawabannya ada di buku Spiritualitas Yesuit dalam Keseharian.
Dimanakah saya dapat membeli bukunya? Terima kasih
http://www.sesawi.net/tentang-buku-spiritualitas-jesuit-dalam-keseharian-karya-james-martin/
coba klik tautan itu Pak