Even Eagles Need a Push to Fly

0
144 views
Mata Elang by ist

SEKIAN tahun lampau, saya mendapat hadiah ulang tahun berupa buku dari seorang sahabat. Judulnya Even Eagles Need a Push, karangan David McNally (1994). Isinya menarik. Suatu metoda bagaimana mengembangkan dan melatih SDM agar maju dengan memberi tantangan demi tantangan (challenges).

Yang paling menarik adalah ilustrasi pembukanya. “Mengapa elang bersarang di atas pohon yang (sangat) tinggi?”

McNally terinspirasi kehidupan elang saat sang induk membesarkan dan mengasuh anaknya.

Ketika bayi elang sudah beranjak remaja, ketika sayapnya sudah mulai kokoh, ketika bulunya sudah cukup lebat, saat itu pula sang induk harus menyapihnya. Proses yang penuh “drama” adalah saat mengajarinya terbang.

Sang induk menggeser anaknya ke bagian paling pinggir dari sarangnya.

Seolah tahu akan apa yang akan terjadi, si anak meronta, berteriak, seolah protes perlakuan induknya. Namun sang induk bergeming.

Pada saat itulah, sang induk mendorong anaknya dengan kaki agar keluar dari sarang dan jatuh. Secera refleks, ia mulai mengepakkan sayapnya, dan terbanglah anak elang.

Induk elang begitu keras dan “kejam”. Tetapi hanya dengan itulah elang remaja tahu bahwa dia adalah makhluk yang gagah perkasa dan raja dirgantara. Dengan terus menggandeng dan menuntunnya, elang remaja hanya akan menjadi “anak ayam” yang tak mampu bergeser sedikit pun dari sarangnya.

Sejak “ditendang” oleh sang induk, hubungan antar induk dan anak elang seolah terputus.

Mereka tak lagi bersama, bahkan saat mencari mangsa. Elang adalah pemburu soliter yang mandiri, mengintai makanannya di darat mau pun di air, menukik sendirian, mematuk atau mencengkeram dengan jari-jari kakinya.

Elang tua tak cawe-cawe akan nasib dan posisi anak mau pun cucunya.

Proses pembelajaran hidup burung elang, seakan sempurna adanya. Sayang, tak semua manusia mengikuti cara ini.

Anak desa, bisa memanjat pohon yang tinggi atau berenang di sungai yang deras tanpa ada yang mengajarkan. Tapi induk elang yang terus mengangkangi anak-anaknya hanya mencetak ”ayam sayur” dan bukan elang muda yang tegap dan kokoh.

Budaya dituntun, diarahkan, difasilitasi, atau bahkan disiapkan semuanya membuat si anak tak tahu bahwa dirinya adalah “elang”, yang perkasa dan mampu mengarungi angkasa. Jangankan mencari mangsa, cara untuk mengintai pun tak dipahaminya. Mereka bahkan tak tahu siapa dirinya, karena dunia seolah terbatas dengan orang tua dan “istana” yang ada di sekitarnya.

Menjadi tanggungjawab siapa saja yang mempunyai anak-kandung atau anak-buah untuk mengembangkan mereka dengan cara elang dan bukan ayam. Berikan mereka tantangan dan bukan kemudahan, karena tantangan melahirkan kedewasaan, sementara kemudahan hanya membuat kemanjaan tanpa makna.

Bagi siapa saja yang berpredikat orangtua, luangkan waktu sejenak untuk ikut “berdoa” bersama dengan Jenderal MacArthur. Sang jenderal meningggalkan spiritual legacy bagi anak-anaknya agar kelak menjadi “seekor elang muda”, dan bukan “anak ayam” yang terus bergelantungan kepada induknya.

Build me a son, O Lord, who will be strong enough to know when he is weak, and brave enough to face himself when he is afraid; one who will be proud and unbending in honest defeat, and humble and gentle in victory.

Build me a son whose wishbone will not be where his backbone should be; a son who will know Thee….

Lead him, I pray, not in the path of ease and comfort, but under the stress and spur of difficulties and challenge. Here let him learn to stand up in the storm; here let him learn compassion for those who fail.

Build me a son whose heart will be clean, whose goal will be high; a son who will master himself before he seeks to master other men; one who will learn to laugh, yet never forget how to weep; one who will reach into the future, yet never forget the past.

And after all these things are his, add, I pray, enough of a sense of humor, so that he may always be serious, yet never take himself too seriously. Give him humility, so that he may always remember the simplicity of greatness, the open mind of true wisdom, the meekness of true strength.

Then I, his father, will dare to whisper, “I have not lived in vain.” (Jenderal Douglas Mac Arthur, 1880-1964).

@pmsusbandono
16 November 2023

Baca juga: Pak Guru Slamet Jadi Tukang Bakso

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here