Happy Xmas (War is Over)

0
114 views
Penyanyi John Lenon. (ist)

PENYANYI John Lennon, dedengkot The Beatles, memang kontroversial.

Tahun 1966, dengan jumawanya Lennon mengeluarkan pernyataan mengenai dirinya yang membuat dunia geger. “Kami lebih populer ketimbang Yesus (atau “Lebih besar ketimbang Yesus”).

Tidak hanya sampai di situ, Lennon juga mengatakan bahwa popularitas (yang dimaksud mungkin peran) “agama” mulai redup. Mudah diduga, timbul reaksi kontra yang begitu hebat, meledak di seluruh dunia.

Sejak ontran-ontran itu, orang menstigma Lennon sebagai orang yang tak percaya agama. Tak hanya itu dia juga dicap orang yang jauh dari spiritualisme. Hidupnya semata-mata hanya bersandar pada ketenaran dan uang.

Ternyata tak sepenuhnya benar. John Lennon bukan manusia dengan dimensi tunggal. Setidaknya itu yang saya tangkap.

Lima tahun kemudian, tepatnya tahun 1971, Lennon merilis album baru. Meski pesannya tetap kontroversial, tapi isinya mengandung nilai kemanusiaan yang dalam namun tak mudah dicerna pendengarnya.

Lagu Imagine yang diproduseri oleh Phil Spector diedarkan sebagai sebuah terbitan tunggal dan mencapai tangga lagu ke-3 dalam Billboard (Amerika Serikat), dan ke-6 di Britania Raya.

Dalam buku Lennon in America karya Geoffrey Giuliano, Lennon berkomentar: “Lagu ini adalah sebuah lagu anti agama, anti nasionalistis, anti konvensional, anti kapitalistis, tetapi karena kata-katanya diperhalus, lagu ini dapat diterima.”

Pernyataan yang tidak hanya sangat berani, tetapi juga di luar nalar manusia pada umumnya. Lennon sungguh-sungguh “out of the box”.

Simak sepenggal kutipan dari lagu itu: “Imagine there’s no heaven, It’s easy if you try, No hell below us, Above us only sky.”

Ini kalimat yang benar-benar mengagetkan, di atas kemampuan dan olah pikir manusia normal.

Pertanyaannya adalah apa konsep Lennon tentang Tuhan dengan segala ciptaan-Nya? Mengapa kekerasan masih saja terjadi? Mengapa perang saudara dan antarnegara terus berkecamuk di berbagai negara dan kota?

Secara kebetulan, saya menemukan jawabnya di Harian Kompas, halaman depan pagi ini, dalam menyambut Hari Raya Natal 2023. Artikel, ditulis oleh Ignatius Kardinal Suharyo Uskus Keuskupan Agung Jakarta.

“Seandainya seluruh umat manusia menyadari dirinya sebagai makhluk (ciptaan-Nya) yang seharusnya berakhlak mulia, dengan sendirinya damai akan menjadi kenyataan seutuhnya di dunia ini. Seandainya seluruh warga bangsa Indonesia menyadari dirinya sebagai makhluk yang seharusnya bersembah sujud dan bersembah bakti (kepada-Nya) dengan akhlak mulia, pastilah damai dan sejahtera akan menjadi kenyataan di negeri tercinta ini”.

Kegalauan John Lennon dalam berbagai pernyataan dan lagu-lagunya sebagian (besar) terjawab. Kata kuncinya adalah “akhlak”.

Orang bisa saja menerjemahkannya dalam berbagai istilah, seperti, kelakuan baik, budi pekerti, sopan santun, sesuai aturan, adab atau kata apa pun. Rasanya kita sepakat yang dimaksud “akhlak” oleh Romo Kardinal.

Itu adalah jawaban tunggal untuk membuat masyarakat damai dan sejahtera. Bukan sesuatu kebetulan kalau John Lennon juga memperdengarkan single yang seiring dengan pesan Romo Kardinal.

Kali ini, Lennon dengan genius kembali mengungkapkan perdamaian dunia dengan pesan senada. Ia dikaitkan dengan hari raya kelahiran Sang Juru Selamat Yesus Kristus.

Setiap Natal dirayakan, manusia harus ingat bahwa perang, kebencian, permusuhan dan perkelahian harus dihentikan.

Happy Xmas (War is Over)

And so this is Christmas (war is over)
For weak and for strong (if you want it)
For rich and the poor ones (war is over)
The road is so long (now)

And so happy Christmas (war is over)
For black and for white (if you want it)
For yellow and red ones (war is over)
Let’s stop all the fight (now)

Selamat Hari Raya Natal 2023

@pmsusbandono
24 Desember 2023

Baca juga: Star Syndrome Menempel Sang Juara

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here