Kardinal Suharyo: IKAFITE, 60 Tahun Konsili Vatikan II, dan Gereja yang Berubah

0
574 views
Uskup Keuskupan Agung Jakarta Ignatius Kardinal Suharyo memberi pengajaran tentang relevansinya acara Peringatan 60 Tahun Konsili Vatikan II yang digelar IKAFITE di Fakultas Teologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Sabtu 15 Oktober 2022. (Majalah Hidup/Hidup TV).

PERTEMUAN dengan Bapak Uskup Keuskupan Agung Jakarta Ignatius Kardinal Suharyo di Wisma Keuskupan KAJ itu terjadi tahun lalu. Tepatnya tanggal 3 Oktober 2021 di Wisma Keuskupan Agung Jakarta – tempat residensi Bapak Uskup KAJ.

Dalam pertemuan dengan sejumlah anggota jajaran pengurus IKAFITE (Ikatan Alumni Fakultas Filsafat dan Teologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta), Bapak Kardinal Suharyo menyambut gagasan baik akan diselenggarakannya kegiatan acara peringatan 60 Tahun Konsili Vatikan II.

Suasana sidang Konsili Vatikan II. (Ist)

Gelaran acara Peringatan 60 Tahun Konsili Vatikan II itu sejak lama sudah didesain akan berlangsung tanggal 15 Oktober 2022.

Tanggal 11 Oktober 1962 silam, Bapa Suci Santo Johannes XXIII resmi membuka Konsili Vatikan II (1962-1965).

Dari Indonesia ikut serta dalam perhelatan Gereja Katolik Semesta adalah mendiang Romo Kandjeng Mgr. Albertus Soegijapranata SJ.

Namun dalam kesempatan rehat sidang dan dalam perjalanan di Negeri Belanda, beliau meninggal dunia di Steyl.

Bola salju semangat perubahan di dalam Gereja Katolik

Tahun 2022 ini, Gereja Katolik Semesta memperingati 60 Tahun Konsili Vatikan II.

Sebagai organisasi di lingkungan civitas academica Universitas Sanata Dharma, IKAFITE merespon cepat gagasan baik. Dengan menggulirkan rencananya membuat kegiatan acara peringatan 60 Tahun Konsili Vatikan II.

Dibesut di kampus Fakultas Teologi Universitas Sanata Dharma, Sabtu tanggal 15 Oktober 2022.

Bapak Ignatius Kardinal Suharyo berkenan memberi pengajaran tentang sejauh mana relevansi kegiatan Peringatan 60 Tahun Konsili Vatikan II itu untuk masa kini.

Pertama-tama, harus selalu diingat bahwa gelaran Konsili Vatikan II berhasil menggulirkan “bola salju” semangat pembaruan total di dalam tubuh gemuk Gereja Katolik Semesta.

Kita sebut saja itu dengan istilah bekennya: aggiornamento.

Artinya, Gereja Katolik ingin senantiasa memperbaharui diri (semper reformanda) untuk semakin mampu menemukan kehendak Tuhan pada masanya.

Nah, Kuria Romana di bawah pimpinan Bapa Suci Paus Fransiskus, demikian kata Kardinal Suharyo dalam pesan virtual melalui video rekamannya, juga sangat getol menggulirkan semangat aggiornamento tersebut.

Logo IKAFITE. (Ikatan Alumni Filsafat Teologi Sanata Dharma)

Mengapa perlu acara Peringatan 60 Tahun Konsili Vatikan II

“Gagasan IKAFITE gulirkan kegiatan acara Peringatan 60 Tahun Konsili Vatikan II itu tidak lain agar kita -Umat Katolik di Indonesia- selalu ingat akan semangat aggiornamento. Bahwa Gereja Katolik senantiasa ingin memperbaharui diri sesuai dengan situasi dan tuntutan zaman,” kata Kardinal Suharyo.

Kardinal lalu mencontohkan apa yang di bulan-bulan terakhir ini terjadi di dalam “tubuh” Gereja Katolik Semesta. Vatikan sudah merilis rencana akan melakukan gelaran gawe besar yakni Sinode 2023 yang dalam sejarah belum pernah terjadi. Dengan tema pokoknya “Menuju Gereja Sinodal: Persekutuan, Keterlibatan, dan Misi”.

Untuk menuju ke Sinode 2023 mendatang, Vatikan mengajak Gereja-gereja Lokal (baca: masing-masing keuskupan) di seluruh dunia untuk menggelar Sinode Keuskupan.

“Semuanya dilakukan guna mengarah pada Sinode 2023 itu,” jelas Kardinal Suharyo.

Ilustrasi: Para suster biarawati bekerjasama dengan sejumlah relawan bekerja keras membantu penyaluran bantuan alam kasih kepada para korban banjir di wilayah pastoral Keuskupan Sintang, Kalbar. (Caritas Indonesia KWI)

Tiga hal penting: persekutuan, keterlibatan, dan misi

Yang hendak dicapai Vatikan melalui seruan Paus Fransiskus adalah semoga Gereja Katolik semakin mampu menemukan apa yang menjadi kehendak Tuhan di masa sekarang.

Untuk mampu mencari dan menemukan “jawabannya”, maka Paus mengajak kita semua untuk selalu berdiskresi agar di dalam Gereja Katolik Semesta itu semakin bertumbuh-kembang tiga hal penting, yakni persekutuan, keterlibatan, dan misi.

Di balik rumusan tiga tujuan penting itu, tegas Kardinal Suharyo, sudah terjadi perubahan sangat mendasar di dalam “tubuh” Gereja Katolik Semesta.

Yang kalau dirumuskan dengan bahasa sederhana akan menjadi demikian:

  • Gereja yang mengajar.
  • Gereja yang berjalan bersama-sama dengan umat, tapi tidak sekadar “jalan bareng” atau berbarengan. Melainkan berjalan bersama untuk semakin sadar dan mampu menemukan apa kehendak Tuhan di masa sekarang dan di dalam realita dunia yang kini semakin kompleks dan menantang ini.

“Maka tak mengherankan, kalau konten pengajaran (katekese) iman Paus Fransiskus selama ini juga tidak pernah jauh dari ajakan beliau untuk berdiskresi (discernment), melakukan ‘pembedaan Roh’ agar dalam dan dari pengalaman perjalanan bersama itu, kita bisa semakin tumbuh dalam semangat persekutuan (communio).

Ketika communio semakin bertumbuh kuat di dalam Gereja, maka akan semakin bertumbuh pula semangat untuk mau terlibat dan bertindak (engagement).

Manakala keterlibatan sosial dari umat Katolik itu bisa semakin bertumbuh-kembang, maka persekutuan itu pada gilirannya juga akan semakin menguat. Seluruh proses itu pada akhirnya akan menghasilkan buah-buah rohani baik yang kita sebut ‘misi’ atau kesaksian-kesaksian hidup beriman, hidup menggereja dan bermasyarakat yang semakin baik pula.

Proses panjang gerakan pembaharuan di dalam Gereja Katolik inilah yang sekarang tengah bergulir menuju Sinode 2023,” papar Kardinal Suharyo.

Pembaruan internal di dalam Curia Romana

Melalui keputusannya merilis Konstitusi Apostolik berjudul Praedicate Evangelium (Maret 2022), Paus Fransiskus mulai menggulirkan semangat pembaharuan di dalam sistem tata kelola pemerintahan Tahta Suci.

Dilakukan antara lain dengan sengaja mengubah istilah “Kongregasi Suci” menjadi “Dikasteri” – katakanlah semacam departemen pelayanan begitu.

“Tentu saja di balik sekadar keputusan melakukan penggantian istilah itu, ada semangat pembaharuan sangat mendasar yang dipraktikkan oleh Vatikan.

Kalau dulu hanya seorang Kardinal yang boleh memimpin “Kongregasi Suci”, maka sekarang setiap orang dengan kapasitas profesionalnya -termasuk kaum perempuan profesional- boleh memimpin “departemen” – unit kerja pelayanan Vatikan yang kini disebut Dikasteri.

Ini contoh nyata semangat pembaharuan yang sangat mendasar,” kata Kardinal Suharyo.

Ilustrasi: Pesan Paus Fransiskus di Hari Komunikasi Sosial Sedunia “Mendengarkan dengan Hati” (Salesian)

Ada yang menarik disimak dalam daftar nomenklatur Dikasteri itu.

  • Pada urutan pertama tidak lagi diletakkan nomenklatur “Dikasteri untuk Ajaran Iman”, tapi yang dipasang sebagai urutan nomo 1 adalah nomenklatur “Dikasteri untuk Pewartaan Injil”.
  • Baru pada nomor dua diletakkan “Dikasteri untuk Ajaran Iman”.
  • Nomor tiga muncul nomenklatur gres bernama “Dikasteri untuk Pelayanan Kasih”.

“Sekarang yang menjadi perhatian utama Vatikan adalah ketiga nomenklatur Dikasteri itu. Itu pun menjadi sangat istimewa, karena muncul nomenklatur baru: Dikasteri untuk Pelayanan Kasih,” jelas Kardinal Suharyo.

Menurut Kardinal Suharyo, perubahan penyebutan nomor urut itu tidak hanya mencerminkan sikap mendasar Vatikan atas semangat pembaharuan di dalam manajemen pemerintahannya.

Bukan sekadar ganti “istilah” atau “nama”, tapi -demikian keyakinan Kardinal Suharyo- “Ini bukan sekadar new, tapi renewal.”

“Perubahan itu menyangkut tiga bidang. Yakni, (1) spiritualitas; (2) kualitas keunggulan pribadi manusia; dan (3) keunggulan profesionalitas – yang ini selama ini jarang disebut,” papar Kardinal.

“Bagi Paus Fransiskus, (semangat) pembaruan di dalam tata kelola Pemerintahan Tahta Suci itu pertama-tama adalah (langkah nyata untuk melakukan) pertobatan,” jelas Kardinal seraya menambahi “pertobatan” tidak sekadar rajin “mengaku dosa”, tapi semakin hari semakin dekat pada Allah dan hal itu dipraktikkan sendiri oleh Paus Fransiskus.

Dari transformasi diri ke perubahan institusi

Saat masih muda dan berumur 17 tahun, beliau mengalami ‘wajah’ Allah yang Maharahim sebagaimana muncul di dalam kisah panggilan Matius dengan kata-kata ‘miserando atque eligendo’ yang resmi dipakai Paus Fransiskus sebagai motto pastoralnya dengan arti ‘(Yesus) memandangnya (Matius) dengan penuh kerahiman dan kemudian memilihnya.’

“Pengalaman spiritual akan Allah yang Maharahim itu akhirnya menentukan seluruh perjalanan hidup Paus Fransiskus,” terang Kardinal Suharyo, karena di umur 17 tahun itulah, Jorge Mario Bergoglio lalu memutuskan ingin menjadi imam di dalam Ordo Serikat Jesus di Argentina dan akhirnya ia menjadi Jesuit.

Pembaharuan semangat (spiritualitas) itu benar-benar dihayati oleh Paus Fransiskus secara nyata dan kita semua selalu bisa menyaksikannya dalam setiap prosesi pembasuhan kaki para rasul di Misa Kamis Putih.

Ilustrasi: Paus Fransiskus membasuh kaki kaum difabel dan kemudian menciumnya saat Perayaan Kamis Putih. (Ist)

Dulu, yang dibasuh Paus adalah semua “rasul” lelaki dan diambil dari “orang-orang terpandang”.

“Berkat pengalaman spiritualnya akan wajah Allah yang Maharahim itulah, Paus Fransiskus menjadikan prosesi pembasuhan kaki para rasul menjadi berbeda. Mengapa beliau mengubah ‘tradisi’? Itu karena pilihan sikap hidup beriman beliau,” tegas Kardinal.

Dari transformasi pribadi -karena pengalaman akan Allah- maka buah “pertobatan” Paus Fransiskus itu kini menghasilkan perubahan mendasar pada institusi Gereja Katolik Semesta yang kini beliau pimpin.

“Gereja yang (mau) berubah dan memperbaharui diri,” terang Kardinal Suharyo.

Ilustrasi: Membagi-bagikan donasi amal kasih kepada para korban banjir di Sintang dengan menggunakan sampan. (Dok Kongregasi SMFA)

“Semoga gelaran acara Peringatan 60 Tahun Konsili Vatikan II memotivasi Gereja Katolik Indonesia senantiasa mau mencari ‘jalan-jalan baru’ supaya semakin hari Gereja Katolik Indonesia berkembang menjadi Gereja yang relevan bagi umatnya sendiri.

Juga berkembang menjadi Gereja yang berarti bagi segenap masyarakat Indonesia yang lebih luas,” tukas Kardinal Suharyo mengakhir pesan pentingnya berkaitan dengan relevansi IKAFITE mengggelar acara Peringatan 60 Tahun Konsili Vatikan II.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here