MEMBACA kisah panggilan Matius (Matius 9:9-13), orang bisa tertarik pada bagian-bagian yang berbeda-beda. Ada yang meminati pertanyaan orang Farisi (Matius 9: 11).
Ada yang lebih suka membahas tanggapan Yesus atas pertanyaan itu (Matius 9: 12-13).
Bisa pula orang fokus pada kata-kata Yesus saat memanggil Matius, “Ikutlah Aku.” (Matius 9: 9). Kata-kata itu begitu berwibawa dan kuat menarik Matius, sehingga dia segera bangkit dan meninggalkan kantornya.
Mengapa sabda Yesus begitu kuat? Karena itu memancar dari hati-Nya yang penuh belas kasihan dan pengertian. Sorot mata-Nya tertuju ke hati Matius yang di tengah banyaknya uang belum menemukan ketenangan dan kebahagiaan.
Matius mengikuti Yesus bukan dalam arti berjalan di belakangnya. Dia mengikuti pola hidup Yesus dengan meninggalkan “zona nyamannya” yang secara material berlimpah, tetapi membuat hatinya masih gelisah.
Dengan meninggalkan harta benda duniawi yang bisa hancur dimakan ngengat dan dicuri penjahat, Matius memperoleh harta sejati yang tidak bakal rusak.
Itulah kekayaan yang diberikan oleh Tuhan. Sumber kebahagiaan.
Panggilan itu bagaikan ketukan jari-jari Yesus pada pintu hati Matius. “Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetok; jikalau ada orang yang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu, Aku akan masuk mendapatkannya dan Aku makan bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku.” (Wahyu 3: 20).
Itulah yang dilakukan Matius; membuka pintu hatinya untuk Tuhan.
Kisah panggilan Matius bukan cerita masa lalu dan hanya terjadi sekali itu. Sampai kini Tuhan Yesus masih mengetuk pintu hati setiap orang. Dia berkenan masuk dan tinggal bersama mereka dan memberikan harta dan kebahagiaan sejati.
Banyak orang yang meninggalkan harta dan kenyamanan dunia untuk mengikuti Yesus.
Untuk menemukan kebahagiaan cukuplah kita menanggapi panggilan Yesus. “Ikutlah Aku.” Orang bisa selamat karena dua kata itu.
Rabu, 21 September 2022
Pesta Santo Matius, rasul dan pengarang injil
