INI konten Majalah Hidup edisi No. 44 Tanggal 29 Oktober 2023: Saatnya WKRI Keluar Kandang.
Tajuk Majalah Hidup No. 44 diberi judul Introspeksi dan Transformasi WKRI menuju 2045+. Maka, momentum Kongres XXI dapat dijadikan sebagai salah satu batu lompatan dan kesempatan emas untuk introspeksi diri.
- Sejauh mana visi dan misi WKRI sudah terwujud?
- Apakah ikhtiar luhur RA Soelastri telah mencapai sasaran?
- Bagaimana WKRI memberdayakan perempuan dalam segala bidang kehidupan?
Mengakar sampai golongan bawah: masyarakat akar rumput
WKRI itu ormas massif yang memiliki “kaki” sampai ke tingkat basis. WKRI seharusnya lincah, tidak birokratis, tidak kaku. Maka, imperatifnya menjadi seperti ini:
- Kongres XXI adalah kesempatan melakukan transformasi secara signifikan.
- Kongres XXI seharusnya mendorong tampilnya perempuan muda berpotensi ke semua lini kehidupan.
- WKRI seharusnya sungguh memberdayakan perempuan.
- WKRI tidak bisa bekerja dan berjalan sendirian. Namun perlu bergandeng tangan, bersinergi, berjejaring, dan berkolaborasi dengan semua pihak terkait.
Perspektif Ketua Presidium WKRI jelang Kongres XXI
Justina Rostiawati, Ketua Presidium Pengurus Dewan Pengurus Pusat WKRI periode 2013-2018 dan 2018-2023, dalam Majalah Hidup No. 44 Tahun 77 Tanggal 29 Oktober 2023 menyampaikan beberapa catatan. Disampaikan menjelang Kongres XXI WKRI tanggal 26-29 Oktober 2023 di Jakarta.
Menurut Justina, ada empat isu kritis yang diusung sebagai program nasional ,yaitu:
- Korupsi dan pengeroposan ideologi Pancasila.
- Perempuan dan anak dalam konteks kemiskinan.
- Lingkungan hidup dan perubahan iklim.
- Perempuan dan perkembangan teknologi dan informasi.
Mari kita ulik satu per satu keempat isu penting di atas
Isu kritis pertama: korupsi dan pengeroposan ideologi Pancasila.
Bangsa Indonesia sedang diguncang skandal korupsi. Integritas para pemimpin dan petinggi bangsa teruji, tatkala korupsi menjadi masalah yang dihadapi bangsa. Di lain pihak ancaman dan bahaya terselubung ideologi Pancasila masih menjadi pekerjaan rumah yang belum selesai.
Dampaknya empat pilar kebangsaan, yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika tidak menjadi way of life. Muncul Gerakan fundamentalis diikuti sikap intoleran dan anarkis.
Dalam acara Gagas RI Episode 5 yang bertajuk Etika Indonesia di Kompas TV Senin 23 Oktober 2023, Guru Besar Filsafat Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Romo Franz Magnis Suseno SJ menyinggung soal kondisi demokrasi Indonesia yang kian merosot menjadi oligarki dan dinasti politik.
Romo Magnis menyampaikan kekhawatirannya dengan kondisi demokrasi di Indonesia. Padahal, demokrasi saat ini merupakan buah dari gerakan reformasi pada 25 tahun lalu. Ia lantas menjelaskan, berdasarkan data yang dicatatnya, dalam 20 tahun terakhir ada:
- 13 menteri tersangkut kasus korupsi.
- Selain itu, ada pula 429 kepala daerah, 344 anggota DPR dan DPRD hingga 349 pejabat eselon I hingga IV yang juga tersangkut kasus korupsi. “Angka itu betul-betul terlalu banyak. Kok orang mewakili rakyat bisa tersangkut korupsi itu. Macam itu tidak benar,” katanya.
Romo Magnis pun mempertanyakan, apa yang terjadi dalam reformasi sehingga mengakibatkan kondisi tatanan demokrasi dan pemerintahan Indonesia menjadi seperti sekarang.
Ia mengajak masyarakat waspada agar demokrasi dan reformasi yang sudah berjalan tidak semakin buruk karena kontestasi Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. “Jangan diizinkan digerogoti dalam Pemilu 2024. Pemilu itu akan menentukan bagi masa depan Indonesia. Kita harus kembali di atas dasar etika Indonesia,” ujarnya.
Isu kritis kedua: perempuan dan anak dalam konteks kemiskinan.
Cita-cita memiliki Generasi Emas 2045 menghadapi salah satu masalah besar yaitu tingginya angka stunting. Persoalan stunting tak lepas dari permasalahan akses gizi dan kesehatan perempuan, kemiskinan, akses air bersih, dan sanitasi lingkungan.
Ada faktor lain juga yaitu angka pernikahan dini dan lemahnya pemahaman tentang kesehatan reproduksi.
- Isu kritis ketiga: lingkungan hidup dan perubahan iklim
Persoalan lingkungan hidup yang terancam makin rusak ditandai dengan menurunnya keanekaragaman hayati, polusi udara dan air, sampah, dan tata kelolanya masih terus menjadi tantangan besar.
Kemarau berkepanjangan membuat banyak warga sedang mengalami krisis air bersih.
WKRI harus berbicara dan terlibat persoalan air bersih serta solidaritas pangan sehat untuk generasi bebas stunting.
Hal ini sesuai pesan Kardinal Ignatius Suharyo dalam Surat Gembala Hari Pangan Sedunia 2023 (14-15 Oktober 2023) berjudul Solidaritas Pangan Sehat untuk Generasi Bebas Stunting.
- Isu kritis keempat: perempuan dan perkembangan teknologi dan informasi
Dua isu ini merupakan satu dari tiga isu penting yang dihadapi perempuan secara global. Meskipun jumlah perempuan yang menggunakan teknologi sudah meningkat, namun pemanfaatannya masih sebatas isu-isu domestik.
Dalam konteks komunikasi digital, masih banyak perempuan yang kurang memanfaatkan untuk hal-hal yang produktif dan konstruktif, sementara sebagian lain memanfaatkannya dengan cara yang salah; bahkan ada yang harus berurusan dengan hukum.
Rekomendasi untuk WKRI masa depan
- Isu-isu ini akan menjadi perhatian serius dalam Kongres dan diharapkan bisa melahirkan rekomendasi penting bagi WKRI ke depan. Untuk itu, WKRI butuh pimpinan yang terpilih dalam Kongres adalah orang-orang yang punya hati untuk bekerja dan memiliki solidaritas tinggi terhadap persoalan kemanusiaan.
- Kerasulan tata dunia merupakan peran khas kaum awam. Wanita katolik RI (WKRI) sebagai ormas harus hadir dan harus terlibat menjalankan tugas khasnya bersama kaum awam lainnya menguduskan dunia dari dalam laksana ragi. Peran ini mengindikasikan keterlibatan penuh WKRI sejatinya tidak hanya melayani di sekitar (di dalam) gereja (baca: altar), tetapi justru di tengah-tengah dunia (baca: pasar).
- Peran WKRI harus lebih inklusif, melayani lebih luas dengan terlibat dalams etiap dimensi kehidupan. Selain terlibat dalam kerasulan internal, WKRI perlu lebih terlibat dalam tata dunia dengan aksi-aksi perjuangan keadilan, pemberdayaan kaum perempuan dan anak, persoalan lingkungan hidup, dan masalah sosial lainnya.
- WKRI perlu “mengakar dari dalam” dan mengusahakan kesejahteraan bersama lewat tanda-tanda zaman. WKRI perlu melihat, mengevaluasi lalu bertindak terhdap tanda-tanda zaman yang etrjadi baik di altar maupun di pasar. WKRI harus berakar dari dalam dan mengubah dunia. Itulah persembahan hidup WKRI untuk Tuhan dan bangsa.
- WKRI adalah salah satu mitra sekaligus perpanjangan tangan Gereja untuk melihat persoalan sosial di tengah masyarakat. Dengan talenta yang ada, WKRI tidak sekedar sibuk urusan liturgi dan selebrasi. Banyak terjadi bahwa Ormas Katolik masih berkutik soal sakramen, pelantikan, peresmian, ulang tahun lembaga atau pejabat, kegiatan doa, makan-makan, dan ibadah lainnya.
- Mengutip Paus Fransiskus, memang liturgi adalah puncak dan sumber kehidupan Gereja. Tetapi kegiatan Gereja juga termasuk persaudaraan, pewartaan, pelayanan, dan kesaksian. Namun Paus Fransiskus juga mengajak orang melihat Gereja Masa Depan. Ada mimpi Gereja harus menjadi “Gereja Rumah Sakit Lapangan” (Field Hospital Church) yang bisa menyembuhkan luka-luka di bumi.
- WKRI harus berani melangkah keluar pintu untuk ikut menyembuhkan mereka yang terluka.
- WKRI setidaknya harus berani “berkotor tangan” turun mengalami situasi kongkret masyarakat. Inilah visi keberpihakan gereja yaitu bonum commune yang harus menjiwai semangat melayani setiap anggota WKRI.
- Ketika ada personal kemanusiaan, WKRI harus hadir bersama mitra kemanusiaan lainnya untuk menemukan ladang misi kemanusiaan di tengah-tengah persoalan kesetaraan gender, lingkungan hidup, ketidakadilan, intoleransi, radikalisme, dan terorisme yang merongrong urat nadi bangsa.
Terlibat dan melibatkan diri di masyarakat demi kepentingan umum dan kesejahteraan bersama
Sebagai sayap komitmen kebangsaan, WKRI harus berkarya demi kesejahteraan manusia dan keselamatan dunia lewat karya kemanusiaan di bidang kerohanian, pendidikan, kesehatan, pelayanan karitatif, dan kepedulian terhadap lingkungan hidup dan keutuhan ciptaan.
- Apa pun profesinya, setiap anggota WKRI harus “tegak lurus” menguatkan visi-misi, menjalankan karya-karya pengabdian untuk mewujudkan kesejahteraan bersama dengan menegakan harkat dan martabat manusia. WKRI harus tampil “spartan” lewat berbagai gerakan animasi guna menunjang bonum commune dan penegakan harkat dan martabat manusia.
- Beberapa gerakan ini adalah isu-isu yang sedang dihadapi bangsa dalam konstelasi politik. WKRI mendukung seluruh anggota untuk terlibat alam berbagai partai untuk mengisi kuota 30 persen perempuan dalam politik. Selain isu politik, WKRI juga harus memberi perhatian serius dalam perkembangan iptek untuk terjun dalam perkembangan digital dan memanfaatkan platform media sosial untuk berbisnis online.
Juga di dalam bidang lingkungan hidup, WKRI harus terlibat aktif merespons ajakan Paus Fransiskus dalam Laudato Si’ (2015) dan Laudate Deum (2023) dalam perubahan iklim yang drastis yang mengakibatkan krisis ekologi dan relasi sosial antarmanusia.
WKRI harus keluar dari aktivitas seputar altar dan tampil sebagai aktivis yang memiliki keprihatinan terhadap isu-isu sosial.
- Ada Gerakan Bawa Botol Minum, ketahanan dan kedaulatan pangan dengan menanam sayur, mengelola pangan keluarga, dan apotek hidup.
- Ada program Kampung Bhinneka di Jakarta dan Gerakan Lintas Mentari untuk merespons persoalan intoleransi dan dialog lintas iman, suku, ras, dan budaya untuk merespons keprihatianan terkait radikalisme-terorisme.
- Juga ada Gerakan dari Ibu untuk Indonesia untuk penanggulangan Covid-19 yaitu edukasi masyarakat untuk disiplin kesehatan diri dan protokol kesehatan, pembagian masker, dan pembagian makanan siap makan untuk mereka yang membutuhkan.
Harapan ke depan agar postur organisasi semakin maju dan beradaptasi
Romo Paulus Christian Siswantoko Pr adalah penasihat rohani Dewan Pengurus Pusat WKRI periode 2018-2023. Ia berharap, inilah saatnya WKRI harus keluar dan bergandengan tangan.
- WKRI wajib bersyukur, karena Allah sudah mendampingi sejak lahir tahun 1924 sebelum kemerdekaan dan sekarang dengan jumlah sekitar 96 ribu anggota di seluruh Indonesia.
- WKRI sebagai ormas seharusnya bisa lebih terbuka dan lebih aktif dalam kehidupan di luar di masyarakat.
- WKRI sebagai ormas Katolik harus bisa merevitalisasi diri. Lebih-lebih dalam ranah politik dan sosial agar bisa membawa wajah Gereja yang bisa menjawab kebutuhan dan masalah zaman sekarang.
- Misalnya WKRI bisa mengisi kesempatan mengisi 30% kuota perempuan di lembaga legislatif. Sampai saat ini, pendidikan politik khususnya untuk perempuan masih minim. Selain ranah politik, ada berbagai kesempatan misalnya dalam Komnas HAM, Komnas Perempuan, dan lembaga lainnya.
Dalam semua keterlibatan tersebut, nilai-nilai ke-Katolik-an harus dihidupi.
“Semoga WKRI lebih mau terbuka dan bekerjasama bersama banyak sahabat dan pihak lain untuk menghadapi masalah masyarakat yang semakin besar. WKRI diutus oleh Allah untuk menjadi terang dan garam dunia,” demikian Romo PC Siswantoko Pr. (Berlanjut)
Baca juga: Kongres WKRI XXI Tahun 2023 di Jakarta, Apa dan Sejarahnya (2)