Home BERITA Lectio Divina 05.02.2023 – Garam dan Terang Dunia

Lectio Divina 05.02.2023 – Garam dan Terang Dunia

0
Sejumput garam, by Regina Lee.

Minggu. Hari Mingu Biasa V (H)  

  • Yes. 58:7-10.
  • Mzm. 112:4-5.6-7.8-9 (4a).
  • 1Kor. 2: 1-5.
  • Mat. 5:13-16

Lectio

13 “Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang. 14 Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi.

15 Lagi pula orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu. 16 Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di surga.”

Meditatio-Exegese

Pada waktu itulah terangmu akan merekah seperti fajar

Nabi Yesaya mengingatkan akan Perjanjian Sinai dan kewajiban yang harus dilaksanakan umat, khususnya tanggung jawab mereka terhadap kaum miskin dan tertindas. Tuhan, ALLAH, memerintahkan bahwa tidak ada lagi di antara umat yang menghayati Perjanjian denganNya yang menderita kemiskinan, siapapun juga, bahkan orang asing harus diperlakukan secara adil (Kel.  23:6-11; Im. 9:10, 18; 23:22; 25:35; Ul. 15:4-11).

Ia berjanji bila mereka menaati perintah-Nya, Ia pasti menganugerahkan berkat yang berkelimpahan pada saat orang membutuhkannya. Terlebih, penulis Kitab Sirakh menasihati agar sikap dermawan selalu ditumbuh-kembangkan, karena itu menghapus dosa (Sir. 3:30).

Maka, kewajiban untuk memperhatikan kaum miskin dan tertindas dilandaskan pada Sepuluh Perintah Allah, yakni: mengasihi Allah dan mengasihi sesama manusia.

Jika manusia mengasihi Allah, ia mematuhi-Nya. Bila manusia mengasihi sesama, ia ambil bagian dalam kasih Allah pada mereka mereka yang membutuhkan kasih-Nya dan jaminan atas kebutuhan pokok hidupnya (Im. 19:18; Ul. 6:5; Mat. 22:34-40).

Yesus mengajarkan pula tentang apa yang harus dilakukan kepada mereka yang miskin dan tertindas, saat Ia berbicara tentang janji akan kehidupan kekal kepada orang-orang benar yang melakukan amal kasih dan penghakiman kepada mereka yang menolak melakukannya (Mat. 25:31-46).

Yesus merinci enam situasi kemalangan dan enam tindakan kasih untuk mengatasi kemalangan itu: ketika lapar, memberi makanan; ketika haus, memberi minum; ketika menjadi orang asing, memberi tumpangan; ketika telanjang, memberi pakaian; ketika sakit, melawat dan merawat; dan, ketika dalam penjara, melakukan kunjungan.

Yesus memperluas makna tindakan kasih dan belarasa pada mereka yang membutuhkan menjadi tindakan kasih yang ditujukan kepada diriNya sendiri. Mengabaikan tindakan kasih dan belarasa sama dengan mengabaikan luapan kasih pada pada Yesus (Mat. 25:35-36. 42-43).

Pesan Yesus tentang relasi manusiawi dengan diriNya: Jika engkau sungguh mengasihi Juruselamatmu, engkau pasti mengungkapkan kasih pada-Nya dengan mengasihi mereka yang membutuhkan kasih dan belarasamu.

Gereja meneladan kasih Kristus kepada kaum miskin dan tertindas sebagai ‘pusaka yang melekat pada tradisinya’ (Katekismus Gereja Katolik, 2444).

Dan Gereja merinci contoh tindakan amal kasih kepada kaum miskin dan tertindas, “Karya-karya belas kasihan adalah perbuatan cinta kasih, yang dengannya kita membantu sesama kita dalam kebutuhan jasmani dan rohaninya (bdk. Yes. 58:6-7; Ibr. 13:3).

Mengajar, memberi nasihat, menghibur, membesarkan hati, serta mengampuni dan menanggung dengan sabar hati adalah karya-karya belas kasihan di bidang rohani. Karya-karya belas kasihan di bidang jasmani terutama: memberi makan kepada yang lapar, memberi tumpangan kepada tunawisma, mengenakan pakaian kepada yang telanjang, mengunjungi orang miskin dan orang tahanan dan menguburkan orang mati (bdk. Mat. 25:31-46).

Dari semua karya itu, memberi derma kepada orang miskin (bdk. Tob. 4:5-11; Sir. 17:22) adalah satu dari kesaksian utama cinta kasih kepada sesama; ia juga merupakan satu perbuatan keadilan yang berkenan kepada Allah (bdk. Mat. 6:2-4).” (Katekismus Gereja Katolik, 2447).

Namun, Santo Yakobus mengingatkan akan kemunafikan dalam karya amal kasih, “Jika seorang saudara atau saudari tidak mempunyai pakaian dan kekurangan makanan sehari-hari, dan seorang dari antara kamu berkata, “Selamat jalan, kenakanlah kain panas dan makanlah sampai kenyang!”, tetapi ia tidak memberikan kepadanya apa yang perlu bagi tubuhnya, apakah gunanya itu?” (Yak. 2:15-16).

Garam

Tiap rumah tangga sejak jaman kuna, kaya dan miskin, pasti menyimpan garam di rumah. Garam digunakan untuk membumbui masakan supaya sedap dan enak. Garam mempunyai banyak kegunaan.

Pengawet, sama seperti jaman sekarang, garam digunakan untuk mengawetkan makanan sebelum kulkas ditemukan. Ikan asin, misalnya, menjadi makanan pokok pada zaman Kekaisaran Romawi.

Kesehatan, orang-orang pada kuna mnaburkan sejumput garam pada makanan, selain untuk menyedapkan, juga percaya garam itu akan menjaga kesehatan mereka.

Pemurni, garam yang dikandung air laut berfungsing untuk memurnikan dan membersihkan, dan sistem pemurnian air juga masih menggunakan air sebagai sarana penjernihan.

Penyubur, petani jaman kuna menggunakan garam untuk menyuburkan tanaman, semacam pupuk. Maka, garam yang sudah kehilangan keasinannya pasti sangat jelek kualitasnya, karena tidak mampu lagi menjadi pemicu kesuburan. Garam yang diambil dari Laut Mati, misalnya, yang akan terasa asin sebentar dan tidak mampu menyuburkan, hanya akan dibuang dan diinjak-injak.

Santo Matius menggunakan kata γης, ges, bumi; dan di Vulgata digunakan kata terra. Kata ini juga bisa dimaknai sebagai manusia. Maka, konsekuensi yang harus ditanggung oleh para pengikut Yesus, sebagai berikut.

Ketika manusia menghadapi kebusukan spiritual dan kehilangan hasrat untuk hidup kudus, orang Kristen harus mewartakan kebenaran agar mampu mengawetkan apa yang kudus dan baik, menyelamatkan hidup manusia melalui cara hidup benar, yang ditimba dari penghayatan atas Ekaristi.

Ketika manusia lebih memilih peri hidup yang tidak sehat secara spiritual dan jasmaniah, orang Kristen harus menggemakan bahwa hidup manusia, jiwa dan raganya bermakna. Hukum Tuhan dan Kabar Suka Cita mengudang manusia untuk menghormati jiwa dan raga, karena Ia akan mengubah yang fana menjadi abadi.

Ketika manusia lebih memilih penguruh busuk atau mementingkan materi dan diri sendiri, orang Kristen harus menjadi teladan dalam hidup murni – jiwa, raga dan rohnya. Ia harus menghayati kasih seperti Yesus, yang mau mengorbankan diri sampai mati bagi orang lain dan seluruh dunia.

Ketika  manusia takut menghadapi penghukuman abadi, orang Kristen harus menjadi teladan bahwa Allah yang mereka imani adalah Dia yang maha rahim dan penuh belas kasih.

Orang Kristen perlu hidup dalam tata hidup kudus dalam hidup bakti, perkawinan, keluarga dan Gereja. Maka, orang Kristen sejatinya menjadi alter Christus, ‘kembaran’ Kristus yang sedang mengajar di dunia.            

Terang dunia

Terang dunia adalah Yesus Kristus. Ia bersabda (Yoh. 8:12), “Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup.”, Ego sum lux mundi; qui sequitur me, non ambulabit in tenebris, sed habebit lucem vitae.

Dalam Yoh. 12:35-36 dan 12:46, Ia juga mengidentifikasi diri-Nya sebagai Terang. Tetapi dalam Mat. 5:14, Yesus menyatakan bahwa orang Kristen adalah terang dunia.

Orang Kristen tidak menghasilkan terang dari dirinya sendiri. Hanya Yesus menciptakan terang dalam hati dan jiwa.

Menjadi terang adalah panggilan dan undangan-Nya untuk memancarkan terang bagi sesama. Maka, supaya dapat memancarkan terang-Nya, setiap orang Kristen harus mau menjadi “anak-anak terang”.

Sabda-Nya (Yoh. 12:36), “Percayalah kepada terang itu, selama terang itu ada padamu, supaya kamu menjadi anak-anak terang.”, Dum lucem habetis, credite in lucem, ut filii lucis fiatis

Pelita di atas kaki dian

‘Terang’ anak-anak Allah adalah perbuatan baik yang dilakukan oleh orang Kristen. Inilah karya Yesus Kristus, Sang Terang.

Anak-anak Sang Terang menghasilkan terang; sedangkan anak kegelapan menghasilkan dosa, maut dan kematian.

Maka, orang Kristen dan komunitas imannya harus bercahaya seperti kota yang terang benderang di atas bukit. Hidup benar dan perbuatan baik yang dilakukan orang Kristen menjadi kesaksian akan kebenaran Injil, Yesus Kristus.

Kesaksian ini dimulai dari lingkup terkecil, keluarga. Keluarga bisa bermakna keluarga alamiah, tempat setiap orang dilahirkan, dididik dan dibesarkan. Tetapi juga komunitas, keluarga baru, yang dibentuk dari mereka yang melaksanakan kehendak Allah (Mrk. 3:35).

Pelita yang diletakkan di bawah tempayan adalah orang Kristen atau komunitas imannya yang mengabaikan Kabar Suka Cita dan memadamkan daya kuasa Roh Kudus. Komunis Kristiani macam ini tidak mewartakan kebenaran Injil dan mengamalkan karya belas kasih Allah.

Orang atau komunitas ini mengerjakan apa pun untuk menuntun orang lain berjumpa dengan Sang Terang. Mereka malah sering berpikir, merasa dan bertindak sama dengan orang yang tidak mau melihat Sang Terang. 

Menyebut beberapa tantangan yang harus dihadapi bersama dengan mereka yang berkehendak baik: keadilan sosial, hak asasi manusia, pembelaan terhadap nilai hidup (pro vita) -menentang aborsi, perkawinan sejenis- perceraian, pelestarian alam dan kebinekaan dalan hidup bersama. 

Dalam berjuang bahu membahu dan menjadi terang, serta garam dunia, Yesus mengingatkan, “Jikalau dunia membenci kamu, ingatlah bahwa ia telah lebih dahulu membenci Aku dari pada kamu.

Sekiranya kamu dari dunia, tentulah dunia mengasihi kamu sebagai miliknya. Tetapi karena kamu bukan dari dunia, melainkan Aku telah memilih kamu dari dunia, sebab itulah dunia membenci kamu.” (Yoh. 15:18-19).

Semua dilakukan supaya manusia memuliakan Allah, Ad Maiorem Dei Gloriam. Dan semua harus bekerja sekeras-kerasnya demi kemuliaan Allah, Raja semesta alam, zelo zelatus sum pro domino deo exercituum (1Raj. 19:14).

Katekese

Terang Kebenaran. Santo Chromatius, wafat 406:

“Tuhan telah memanggil para murid-Nya garam dunia, karena mereka  menyebarkan kebijaksanaan ilahi dalam hati umat manusia yang telah menjadi hambar karena iblis. Sekarang Ia juga menyebut para muridNya terang dunia.

Karena, setelah diterangi oleh diri-Nya yang adalah Sang Terang sejati dan abadi, mereka menjadi terang dalam kegelapan. Karena sejak Ia sendiri menyingkapkan Diri sebagai Matahari Kebenaran, dengan tepat Ia memanggil para murid-Nya terang dunia.

Melalui mereka, seolah-olah seperti cahaya yang bersinar terang, Ia mencurahkan terang pengetahuan-Nya akan seluruh dunia. Karena dengan menyingkapkan terang kebenaran, para murid Tuhan membuat kegelapan lari dari hati umat manusia.” (Tractate On Matthew 19.1.1-2)

Oratio-Missio

Tuhan, penuhilah hati dan budiku dengan terang dan kebenaranMu. Bebaskanlah aku dari kegelapan karena dosa dan kepalsuan, agar aku dapat melihat jalanMu dan memahami kehendak-Mu. Semoga aku mampu memancarkan terang dan kebenaran-Mu pada sesamaku melalui kata dan perbuatanku. Amin.

  • Apa yang akan aku lakukan untuk mengalah kebusukan atau kegelapan dalam diriku, komunitas imanku dan lingkungan hidupku?

Sic luceat lux vestra coram hominibus, ut videant vestra bona opera et glorificent Patrem vestrum, qui in caelis est  – Matthaeum 5: 16

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version